Ketua MPR: Ad Hoc PPHN Akan Disahkan September

18 Agustus 2022 17:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa panitia ad hoc khusus yang mengkaji pengadaan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan akan disahkan pada September 2022.
ADVERTISEMENT
Hal itu disepakati dari rapat gabungan tindak lanjut dengan DPD dan Badan Pengkajian PPHN.
"Kita sepakat untuk membentuk panitia ad hoc untuk menindaklanjuti hasil Badan Pengkajian yang laporannya sudah kita terima. Rencananya akan kita gelar awal September mendatang," ujarnya kepada wartawan, Kamis (18/8).
Bamsoet juga menyebut, pada sidang MPR September mendatang juga akan menetapkan komposisi ad hoc yang dinilai sudah proporsional dalam rapat gabungan sebelumnya. Hal itu dilakukan pada sidang di September sebab tidak memungkinkan untuk dilakukan pada sidang tahunan pada 16 Agustus kemarin.
Pimpinan MPR RI melaksanakan Rapat Gabungan dengan Badan Pengkajian terkait PPHN, Kamis (7/7/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
"Tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan 16 Agustus, maka kita buat sendiri, karena ada pandangan fraksi dan seterusnya. Maka dilakukan antara 5 atau 7 September mendatang untuk pengambilan keputusan pembentukan panitia ad hoc sebagai alat kelengkapan MPR mencari bentuk hukum [pengadaan PPHN]," terangnya.
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan, panitia ad hoc terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 anggota fraksi dan kelompok DPD.
Tugas utama panitia ad hoc ini yakni menyusun subtansi isi dari PPHN yang menjadi pegangan pemerintahan ke depan dalam jangka panjang.
"Kedua, mengkaji rekomendasi atau usulan, terobosan baru yang diusulkan badan pengkajian melalui dasar hukum pasal 100 ayat 2 UU MD3, di mana dinyatakan MPR dapat mengeluarkan keputusan atau ketetapan sehingga diusulkan lah melalui usulan konvensi ketatanegaraan," urainya.
"Yang akan kita putuskan nanti dalam sidang paripurna berikutnya apakah bentuknya adalah UU atau kita melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa lebih mengikat dan lebih tinggi kedudukannya. Karena kita juga sepakat konvensi melibatkan seluruh lembaga tinggi negara termasuk lembaga kepresidenan, plus unsur parpol dan kelompok DPD," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Bamsoet mengakui bahwa konvensi ketatanegaraan tak sepenuhnya menutup celah amandemen UUD 1945. Namun, ia menekankan untuk saat ini fokus MPR yakni mengadakan PPHN, bukan amandemen. Adapun PPHN tak harus melalui amandemen.
"Ya, kita masih punya waktu emas, golden time di mana kita kalau mau melakukan perubahan atau amandemen yang kelima itu di periode Februari sampai Oktober. Tapi itu cukup sempit karena UU mengatakan, konstitusi mengatakan perubahan UUD maksimum dilakukan 6 bulan sebelumnya. Kita punya waktu 8 bulan, semua berpeluang kepada stakeholder yang ada, itu pertimbangan parpol dan DPD," ujarnya.
"Secara semangat kita sepakat pentingnya PPHN bagi negara ini. Karena selama ini kita hanya mengandalkan visi misi presiden, yang dilakukan visi misi presiden terpilih dan kita tinggal meningkatkan derajat visi misi presiden, visi misi gubernur, bupati, wali kota kepada visi misi negara," tandas dia.
ADVERTISEMENT