Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan kasus anak kandung menggugat orang tua sendiri. Sebagian besar akar masalahnya adalah karena harta warisan, seperti harta warisan , mobil hingga KDRT.
ADVERTISEMENT
Sejumlah kasus akhirnya berakhir damai, meski ada juga kasus yang tetap diproses secara hukum. Berikut kisahnya yang telah kumparan rangkum:
Ibu di Kendal Digugat karena Tanah Warisan
Seorang ibu bernama Ramisah (67) warga Kelurahan Candiroto, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah digugat oleh anak kandungnya, Maryanah (47). Kasus ini dimulai karena pertikaian perihal masalah tanah warisan.
Tanah itu merupakan warisan dari mendiang suaminya, Ngaman, yang telah meninggal tahun 2011 lalu. Di tanah seluas 420 meter persegi yang disengketakan pula, Ramisah membangun sebuah warung kecil dan gubuk sederhana untuk bertahan hidup.
Maryanah menggugat Ramisah, karena tinggal di tanah yang ia klaim sebagai miliknya. Dia meminta ibunya pergi dari tanah dan gubuk itu segera.
"Kaget banget, saya langsung nangis ketika anak saya yang lain membacakan surat gugatan dari Pengadilan Negeri Kendal," kata dia saat ditemui kumparan, Senin (25/1).
ADVERTISEMENT
Ibu lima anak ini mengaku sudah lelah dengan proses hukum yang saat ini membelitnya.
"Saya sudah capek , harus bolak-balik ke Pengadilan seperti ini. Saya juga ndak paham harus bagaimana, harus seperti apa. Saya ini orang susah, bukan orang pintar," ungkap dia.
Menurutnya, tindakan anak kandungnya itu telah mencederai hubungan seorang ibu dan anak. Dia menganggap apa yang telah dilakukan Maryanah sebagai tindakan yang keterlaluan.
Ayah di Bandung Gugat Balik Anaknya Atas Dugaan Ancaman dan Intimidasi
Sementara di Bandung, tiga bersaudara bernama Deden, Ajid, dan Muchtar menggugat ayahnya, RE Koswara, karena tanah warisan. Gugatan bermula ketika tanah seluas 3 ribu meter milik orang tua Koswara sebagiannya disewa untuk dijadikan toko.
ADVERTISEMENT
Namun, tanah itu diputuskan Koswara tak lagi disewakan dan akan dijual. Nantinya, hasil penjualan tanah bakal dibagi pada para ahli waris. Koswara mengaku sudah berbicara kepada Deden soal keputusan menjual tanah itu, tapi mendapat penolakan.
Koswara kemudian melaporkan balik ketiga anaknya atas dugaan ancaman dan intimidasi. Koswara mengatakan, ketiga anaknya dilaporkan karena perkataan kasar disertai ancaman yang ditujukan padanya. Dari rekaman video yang dijadikan barang bukti, terdengar Deden (anak kedua), Ajid (anak keempat) dan Muchtar (anak keenam) mengucap kata kasar.
Dengan adanya perkataan kasar disertai ancaman itu, Koswara takut untuk pulang ke rumah sebab tiga anaknya, terutama Deden, serius mengancamnya. Sejauh ini, dia mengaku sudah berupaya berkomunikasi dengan Deden dan meminta bertemu tapi mendapat penolakan.
ADVERTISEMENT
Anak di Salatiga Gugat Ibunya karena Mobil Toyota Fortuner
Seorang ibu bernama Dewi Firdauz (50) digugat anak laki-lakinya, AP (26) ke PN Kota Salatiga. Gugatan ini bermula karena ibu dua anak ini tak kunjung mengembalikan mobil Toyota Fortuner yang digunakannya kepada AP.
"Lemas banget, saya di teras seperti enggak bernafas waktu baca surat dari pengadilan negeri. Saya pikir ini apa ternyata saya digugat anak saya sendiri. Anak saya menuntut agar mobil Fortuner ini diberikan kepadanya," ujar Dewi kepada wartawan di Semarang, Jumat (22/1).
Tak hanya itu, anak lelakinya itu bahkan menuntut ibu kandungnya untuk membayar biaya sewa mobil tersebut. Tak tanggung-tanggung biaya sewa itu mencapai ratusan juta rupiah.
"Di gugatannya itu, biaya sewanya mencapai Rp 200 juta. Itu dihitung sejak pertama beli pada bulan Februari 2013 sampai sekarang," jelas Dewi.
ADVERTISEMENT
Dewi mengatakan jika tidak bisa membayar uang sewa itu, maka AP akan menjadikan rumah ibunya yang berada di Manyaran, Kota Semarang, itu menjadi jaminan.
"Sakit sekali saya. Sakit banget diperlakukan seperti ini oleh anak saya. Kalau rumah saya jadi jaminan, terus saya mau tinggal di mana?" kata Dewi dengan suara terisak.
Anak di Demak yang Laporkan Ibu Kandung Berakhir Damai
Kasus Agesti Ayu Wulandari (19) yang melaporkan ibu kandungnya, Sumiyatun (39), ke Polres Demak atas dugaan KDRT berakhir damai.
Keduanya dipertemukan di Gedung Kejaksaan Negeri Demak, Rabu (13/1), dengan suasana diwarnai tangis air mata. Keduanya didampingi kuasa hukum masing-masing, anggota DPR Dedi Mulyadi dan Kapolres Demak AKBP Andhika Bayu Adittama.
ADVERTISEMENT
Kini, Sumiyatun bisa kembali bernapas lega dan berdamai dengan putri sulungnya itu. Segala tuduhan terhadapnya pun tak dibawa ke meja hijau.
"Alhamdulilah terima kasih. Saling memaafkan itu lebih baik. Semuanya damai seperti yang saya inginkan. Semoga ini bisa jadi awal kesuksesan dari anak saya," kata Sumiyatun.
Selain itu, ia juga meminta masyarakat berhenti merundung Agesti itu di media sosial atas apa yang dilakukannya.
"Saya mohon untuk para netizen mungkin saya banyak salah, banyak khilafnya selama ini. Tolong jangan bully anak saya, karena beban mentalnya masih anak-anak enggak tahu masalah orang tuanya. Saya mohon netizen jangan bully anak saya," pinta dia.
Perasaan yang sama juga dirasakan Agesti. Dia akhirnya bisa memaafkan ibu yang telah mengandungnya 9 bulan itu.
ADVERTISEMENT
"Tidak bisa berkata kata lagi. Dia tetap ibu saya," katanya sambil menahan tangis.
Anak di Probolinggo Gugat Ibu Kandung ke Pengadilan karena Tanah Warisan
ADVERTISEMENT
Naise (44), warga Dusun Tancak, Desa Ranuagung, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, menggugat Surati (53), ibu kandungnya. Gugatan itu dilakukan Naise lantaran tanah warisannya seluas 3.874 meter persegi dibangun rumah oleh Surati.
Tak hanya Surati, Naise juga menggugat Satima, adiknya dan Sinal, sepupunya. Atas tindakan Naise, Surati mengaku tidak menyangka bila dirinya digugat anak kandungnya itu.
"Saya tidak menyangka kalau dia sampai tega menggugat seperti ini," jelas Surati, Jumat (7/8/2020).
Surati menjelaskan, selama ini Naise ikut ia besarkan. Bahkan dia pula yang menikahkan anaknya itu.
ADVERTISEMENT
"Yang menikahkan Naise itu saya sama suami saya yang sekarang (ayah tiri Naise). Naise tinggal sama bapaknya saat dia masih kecil dan saya menikah lagi," ujarnya.
Informasi yang didapat jatimnow.com, Naise menggugat ibu kandungnya karena tanah yang saat ini dibangun rumah oleh ibunya itu adalah warisan neneknya atas nama Sitrap atau ibu kandung Surati.
Setelah Sitrap meninggal dunia pada Tahun 2015, tanah warisan itu kemudian dihibahkan Sitrap kepada Naise, yang merupakan anak kedua dari Surati.
"Saya nggak tahu kalau tanah itu dihibahkan oleh ibu saya kepada anak saya Naise," jelas Surati.
Unpad Sebut Kasus Anak Gugat Orang Tua sebagai Pelanggaran Norma
Kasus anak gugat orang tua ini mendapatkan sorotan dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Dosen Fakultas Hukum Unpad Sonny Dewi Judiasih mengatakan, secara norma anak tidak diperbolehkan mengajukan gugatan ke orang tua. Tindakan ini tidak sejalan dengan norma yang ditetapkan dalam Undang-undang Perkawinan.
ADVERTISEMENT
“Ini sesuatu yang ironis,” ungkap Sonny dalam keterangannya.
Sonny menjelaskan, UU Perkawinan mewajibkan seorang anak untuk menghormati orang tua serta wajib memelihara jika anak sudah dewasa, berdasarkan Pasal 46 Ayat 1 dan 2. Karena itu, fenomena kasus anak gugat orang tua merupakan contoh dari ketidaksesuaian norma dari UU Perkawinan.
Ia juga menyebut hampir sebagian besar kasus anak gugat orang tua didasarkan atas motif ekonomi, yang salah satunya terkait pembagian harta waris. Karena itu, Sonny mengingatkan bahwa tidak seharusnya masalah pembagian harta dipermasalahkan saat orang tua masih hidup.
“Seharusnya pembagian waris dilakukan nanti setelah orang tuanya meninggal. Karena itu perlu dikaji apakah gugatan ini karena ada kepentingan ekonomi atau bagaimana,” ujar pakar hukum waris tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun berbeda jika gugatan dilayangkan terkait kekerasan atau penelantaran yang dilakukan orang tua. Sonny menjelaskan, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebut bahwa orang tua dilarang melakukan 4 jenis pelanggaran kekerasan dalam rumah tangga, yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran rumah tangga.
Dalam kasus ini, lanjut dia, korban berhak mendapatkan pendampingan dan perlindungan secara hukum. UU ini berlaku bagi anak dengan kategori belum berusia 18 tahun serta belum pernah menikah.
Di luar itu, kata Sonny, anak diharapkan menyadari betul siapa yang akan digugat. “Harus direnungkan kembali, apakah menggugat orang tua harus dilakukan atau tidak. Sepertinya tidak seharusnya mereka menuntut orang tuanya (dalam urusan harta),” pungkasnya.
ADVERTISEMENT