Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Masa Lalu: Ir Sutami Bangun Megaproyek Jembatan Semanggi Tanpa Korupsi
4 Oktober 2023 8:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Bagi warga Jakarta dan sekitarnya pasti fasih atau setidaknya pernah melewati Jembatan Semanggi. Namun tahukah kamu siapa di balik jembatan legendaris ini?
ADVERTISEMENT
Dia adalah Ir Sutami.
Sutami merupakan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (sekarang PUPR) di dua zaman, Orde Lama dan Orde Baru. Dialah yang merancang trademark Jakarta itu.
Istri tercinta mendiang Sutami, Sri Maryati, yang ditemui kumparan di kediamannya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, berbagi tentang berbagai cerita menarik dari sosok insinyur yang lahir di Solo, pada 19 Oktober 1928, itu.
"Bapak biasa-biasa saja. Dia tahunya cuma kerja, kerja. Ngabdi sama negoro," kata Sri mengawali pembicaraan, beberapa waktu lalu.
Sosok Sutami dikenal sebagai teladan karena mampu tidak korupsi walaupun mengepalai sejumlah megaproyek.
Cerita Awal
Sutami ditawari membangun megaproyek Jembatan Semanggi oleh Presiden Sukarno tahun 1961. Saat itu usia Sutami masih begitu muda, 33 tahun.
ADVERTISEMENT
Kala itu Sutami adalah Direktur PT Hutama Karya. Namun entah apa yang Bung Karno pikirkan saat itu, mengapa ia menunjuk anak muda dibanding arsitek senior yang juga eks Menteri PUTL Prof Ir Roosenoo Soerjohadikoesoemo sebagai kepala proyek.
Di usia 33 tahun, Sutami menemukan sebuah teknik konstruksi yang begitu mengagumkan. Teknik yang diperkenalkan Sutami terkait dengan perbetonan. Teknik tersebut dikenal dengan istilah prestressed-concrete.
"Waktu itu Pak Karno nyuruh Bapak ke Jerman tahun 1961. Sukarno bilang kamu ke Jerman, nah di sana ada jembatan kayak daun. Dia (Sutami) lalu ke Jerman sama arsitek terkenal dari ITB. Habis itu dia laporan ke Pak Karno, "Iya, Pak, betul ada". Terus Pak Karno bilang, ya sudah kamu bikin. Semuanya yang bikin kamu. Pak Karno menyerahkan sepenuhnya ke beliau (Sutami)," kenang Sri tentang suaminya yang lulusan Sekolah Tinggi Tekhnik Bandung (sekarang ITB) itu.
ADVERTISEMENT
Kemudian jadilah jembatan yang mirip daun semanggi. Karena bentuknya tersebut, kemudian jembatan tersebut dinamai Jembatan Semanggi.
Tak Mau Dikawal Mobil Bersirine
Ia adalah sosok yang pekerja keras dalam diamnya. Ia pun merasa jengkel ketika suatu hari ia terpaksa melawan arus untuk membelah kemacetan di Jalan Braga, Bandung. Saat itu ia sedang mengepalai proyek irigasi di wilayah Cisangkuy.
Seorang kerabat dekatnya yang juga sudah dianggap Sutami seperti anaknya, Emir Sanaf, mengungkapkan bahwa Sutami enggan untuk dikawal apalagi sampai menggunakan sirene di jalan.
"Bapak sesampai di hotel bilang ke saya, ngapain sih tadi ada ngoweng ngoweng (sirine), enggak mau dia," ungkap Emir, ketika berbincang dengan kumparan beberapa waktu lalu.
"Enggak mau, ngapain nerobos jalan, pakai sirine, melawan arah. Tapi namanya orangnya halus banget, dia enggak mau ngomong diem aja, tapi saya nerima celotehan dia," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Selama menjabat jadi menteri di 3 kabinet yang berbeda dari tahun 1965-1973, Sutami tidak pernah menggunakan ‘hak istimewa'-nya, yaitu untuk memasang lampu strobo dan sirene agar mendapatkan prioritas jalan. Bahkan menurut anak-anaknya, Sutami tidak pernah meminta pengawalan ketika bertugas ataupun sekadar menghadiri sidang kabinet.