Kisah Mereka yang Mengejar Rezeki di Stasiun Manggarai

10 April 2025 20:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan pedagang air mineral di sekitar Stasiun Manggarai, Kamis (10/4/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan pedagang air mineral di sekitar Stasiun Manggarai, Kamis (10/4/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Tangan Sri (46) dengan cekatan melayani para pembeli di lapak kelontongannya. Lapak itu berada di pinggir Stasiun Manggarai.
ADVERTISEMENT
Silih berganti pembeli menghampiri lapak kelontong Sri, kebanyakan beli kopi dan air mineral usai keluar dari Stasiun Manggarai.
Bila lapak sedang ramai, Sri bisa mengantongi Rp 1 juta untuk makan hingga bayar kontrakan. Sri menikah dengan pria asli Manggarai, tapi Sri berpisah dengan suaminya sehingga dia harus berjuang sendiri menghidupi 2 anaknya.
Meski begitu, Sri tetap bersyukur bisa mencari rezeki di lapak yang kerap disinggahi para penumpang kereta itu.
Penampakan tukang ojek pangkalan di sekitar Stasiun Manggarai, Kamis (10/4/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Sri berjualan dengan sebuah meja yang dipasangi payung besar agar melindunginya dari hujan. Ada dua wadah besar untuk menampung es batu dan air guna menyeduh kopi-kopi sachetan yang diletakkannya dalam boks.
"Saya berjualan mulai jam 3 sore. Sampe jam 9 malemnya. Modal 300-an tiap hari. Ya enggak banyak kalau bersih. Tapi kalau lagi ada acara di Senayan, bisa sampai Rp 1 juta. Kan banyak yang turun atau naik dari sini tuh," kata Sri saat berbincang dengan kumparan, Kamis (10/4).
ADVERTISEMENT
Selain Sri, ada Ndon (54). Pria paruh baya ini mengais rezeki di sekitar Stasiun Manggarai sebagai ojek pangkalan. Dia bisa meraih omzet Rp 100 ribu per hari.
"Saya tinggal di sini. Narik pagi jam 7, siangnya istirahat, lanjut lagi jam 4 [sore]. Enggak capek dah buat orang tua," tuturnya.
Mirip-mirip dengan Ndon yang berkutat di bidang jasa, ada Santo Wijaya (59). Dia adalah seorang sopir bajaj yang telah merasakan era Stasiun Manggarai sebelum dan sesudah direvitalisasi.
Penampakan sopir baja di sekitar Stasiun Manggarai, Kamis (10/4). Foto: Thomas Bosco Foto: Thomas Bosco/kumparan
Dia menjadi sopir bajaj sejak 2010. Keputusan itu diambil usai dia memilih pensiun dini di usia 49 tahun.
"Lebih bagus sekarang. Tapi kalau buat narik lebih enak yang dulu (Stasiun Manggarai yang lama). Sehari bisa bawa pulang Rp 500 ribu, kalau sekarang, karena udah ada online, cuma paling gede Rp 200 ribu," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Meski tak banyak, Santo mengaku penghasilannya cukup buat sehari-hari. Terlebih, dia kini tinggal sendiri di indekos, 1 kilometer dari stasiun.
"Istri di kampung, Pacitan. Saya orang Solo. Sama anak yang masih SMA. Kalau yang satu lagi sudah berkeluarga, di Jakarta," katanya.