Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Para Diplomat Mondok di Pesantren Gontor
18 April 2018 17:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Para diplomat yang mengikuti acara bertajuk "Program Kunjungan dan Tukar Pikiran" ini terbagi di dua tempat berbeda. Diplomat laki-laki, mondok di Pondok Gontor Putra di Ponorogo. Sementara, diplomat perempuan mondok di pesantren Gontor putri 1 yang berada di Ngawi.
Setiap paginya, para santri Gontor mengajak para diplomat untuk salat Subuh berjemaah dan mengikuti kultum di masjid. Beberapa diplomat yang tidak beragama Islam juga tetap bisa mengikuti kultum yang diisi oleh para ustaz di Pondok Gontor.
Selepas kultum, para diplomat diajak untuk mengaji Al-Quran yang dipandu oleh seorang santri. Suasana khidmat begitu terasa. Saat matahari sudah mulai menghilang, para diplomat dan santri mulai berhenti beraktivitas di masjid.
Santri-santri pun kembali mempersiapkan diri untuk menimba ilmu. Di sisi lain para diplomat bergegas menyiapkan diri mereka untuk mengisi materi di kelas-kelas. Ada yang mengisi tentang pengenalan diplomasi, pengalaman menjadi diplomat, media dan diplomasi, dan juga pengenalan ASEAN, PBB serta simulasi sidangnya.
Safira (19), seorang santri Gontor mengaku senang bisa mendapatkan materi langsung dari para diplomat Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah bisa dapat banyak pengetahuan ya. Apalagi saya jurusan Gizi kurang tahu tentang masalah diplomasi jadi alhamdulillah banget dapat materi tentang diplomasi dari para diplomat," ucap Safira ketika ditemui kumparan (kumparan.com) di kelasnya, Sabtu (14/4).
Sementara, dari pihak diplomat, mengajar para santri di Gontor adalah hal baru bagi mereka. Salah seorang diplomat bernama Khotijahtus Sadiyah (Diyah) sangat mengapresiasi antusiame santri yang mengikuti kelasnya. Meski bukan dari jurusan Hubungan Internasional, para santri tersebut nyatanya begitu antusias mendengar materi tentang diplomasi.
"Kelas pertama dari Ekonomi Syariah yang kedua dari Gizi, tapi mereka cukup antusias juga untuk menerima perkuliahan mengenai diplomasi. Saya cukup kaget mereka kok cepat gitu untuk menerima informasi yang kita berikan. Mereka juga cukup aktif, sangat antusias sekali," ungkap Diyah yang mengajar bersama partnernya Eva Kurniati Situmorang kepada kumparan, Sabtu (14/4).
Selesai mengajar, para diplomat dan santri kembali disatukan dalam kebersamaan. Mereka berolahraga, seperti memanah dan sepak bola bersama. Tak hanya olah badan, mereka juga bermain musik, berbagi resep masak, serta bertukar cerita tentang menjadi diplomat dan juga menjadi seorang santri di sebuah pondok pesantren.
ADVERTISEMENT
Lima hari berjalan, para santri dan diplomat bangsa ini terlihat begitu akrab dan erat. Meski hanya sebentar, tukar pengetahuan dan ilmu di antara keduanya berjalan dengan baik.
Hari-hari yang sebentar nyatanya membuat beberapa santri memendam asa menjadi diplomat. Mereka suatu saat nanti akan siap membela Indonesia demi kemajuan bangsa di kancah dunia.
Mengenai 36 diplomat ini, mereka adalah pejuang diplomasi muda yang tengah mengikuti Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) ke-60 dari Kementerian luar negeri. Rata-rata dari mereka berusia 34-36 tahun dan sudah sekali dua kali penempatan tugas di luar negeri.