Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kisah Pengungsi WNA di Kuningan: Tak Kebal Hukum, Minta Pertolongan
29 Juni 2024 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 20 pengungsi yang membangun tenda dekat kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) — badan PBB yang mengurusi pengungsi. Mereka berasal dari Somalia, Sudan, Afghanistan, Rohingya, Irak, Iran, dan Yaman.
Mereka tinggal di tenda tanpa listrik, tanpa penerangan, tanpa fasilitas mandi cuci kakus (MCK), apalagi televisi keluarga. Di dalam tendanya hanya nampak kasur ‘Palembang’ dan beberapa helai kain untuk mengamankan diri dari angin malam.
Tenda pengungsi di jantung Kuningan itu sudah ada sejak 9 bulan lalu. Penghuni paling lama adalah Amin, seorang etnis Rohingya.
“Saya sendiri sudah 9 bulan di sini di jalanan, cari hak kemanusiaan. Saya sampai sekarang, saya tidak dapat keadilan,” kata Amin saat ditemui di pengungsian, Kamis (27/6).
Amin dkk menjalani hidup sehari-hari dengan menggantungkan harapan pada keberadaan masjid sekitar. Rumah ibadah dan Indomaret jadi pelarian utama untuk kebutuhan MCK dan ketika badai hujan menerjang.
ADVERTISEMENT
Makan mereka tidak tentu. Bila ada uang beli sendiri, tak ada uluran tangan, berpuasa.
“Kalau tidak ada [uluran bantuan], puasa aja,” ungkap Amin.
Amin tinggal di tenda pengungsian itu bersama pengungsi lainnya, ada perempuan dan anak kecil. Mereka datang ke Kuningan secara bergelombang, yang proses administrasinya lebih cepat sudah terbang ke negara tujuan.
Dikeluhkan Orang Kantoran
Kehadiran mereka menimbulkan persoalan baru. Sejumlah pegawai yang bekerja di kawasan perkantoran di sekitar sana, mengeluh.
"Pasti (ada keluhan). Kemarin saja Pol PP bilang kalau komplain-komplain, ya pasti komplain," ujar salah satu petugas keamanan yang berjaga di depan Gedung UNHCR, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/6).
Salah satu komplain, yakni para pengungsi kadang membuat macet jalanan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kurang tahu deh kalau itu (komplain), pastinya gimana nggak tahu. Ya, mungkin karena macet juga kali, ya, kalau lalu-lalang," ucap petugas keamanan yang enggan disebut namanya.
Meski, para pengungsi ini dinilai apik. Untuk mandi atau buang air, mereka akan berjalan menuju masjid terdekat. Mereka juga tidak pernah meminta-minta kepada para pedagang.
Sering Ditindak Satpol PP
Plh Kasatpol PP Jakarta Selatan, Rahmat Efendi Lubis, mengatakan Pemprov DKI Jakarta telah membentuk Tim Penanganan Pengungsi Luar Negeri untuk menangani pengungsi di pinggir jalan tersebut. Tim itu terdiri dari Pemprov DKI, Imigrasi, kementerian terkait, dan kepolisian. Tim juga bekerja sama dengan UNHCR.
Tim tersebut, lanjut Rahmat, sudah seringkali memindahkan para pengungsi ke Rumah Dinas Imigrasi Jakarta Barat. Namun, para pengungsi memilih untuk kembali. Seiring berjalannya waktu, jumlah pengungsi pun terus bertambah.
ADVERTISEMENT
"Yang Setiabudi ini, ini sudah seringkali dilakukan penanganan bersama dengan memindahkan mereka. Namun karena mereka di sana mungkin pengawasannya lemah dari pihak Imigrasi, keluar," kata Rahmat saat dihubungi, Kamis (27/6).
Satpol PP Tak Bisa Urus Sendiri
Rahmat mengatakan Pemprov DKI tak bisa bergerak sendirian dalam penanganan masalah ini. Sebab, persoalan pengungsi WNA ini sudah menjadi isu internasional.
"Jadi mungkin dari pihak UNHCR juga sudah kewalahan. Kemudian Pemprov juga harusnya bisa dibantu oleh kementerian juga, ada Kemenlu, ada Kemendagri, sama Ditjen Imigrasi Kemenkumham," ungkap Rahmat.
"Jadi seolah-olah pemerintah daerah lah yang menjadi yang harus menangani. Tapi kan ini penduduk luar negeri ini, penduduk asing, ini tidak serta merta nangani gitu aja," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pengungsi Tak Kebal Hukum
Juru bicara Kemlu Roy Soemirat meminta pengungsi di sekitar kantor UNHCR Jakarta ditindak tegas. Mereka dianggap telah mengganggu ketertiban umum.
"Pengungsi tidak kebal hukum. Dengan menginap di depan kantor UNHCR, mereka langgar Perda Ketertiban Umum. Pelanggaran ketertiban umum oleh pengungsi perlu ditindak tegas oleh aparat keamanan terkait," ucap Roy saat dihubungi kumparan.
Roy menambahkan, Kemlu telah komunikasikan permasalahan ini dengan UNHCR. Ia menegaskan apa yang dilakukan juga sesuai dengan tugas Kemlu dan pembagian tugas di antara berbagai lembaga pemerintah terkait penanganan pengungsi.
"Kemlu juga terus berkoordinasi dengan Kemenkopolhukam selaku koordinator dan Ketua Satgas PPLN terkait upaya penanganan, termasuk koordinasi dengan Pemerintah Daerah & pemangku kepentingan terkait," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Dirjen Imigrasi Buka Suara
Dirjen Keimigrasian Silmy Karim buka suara soal pengungsi Rohingya hingga Afghanistan yang tinggal di tenda depan Kantor UNHCR, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Jadi begini pengungsi itu, itu kalau sudah punya kartu UNHCR, maka kita sudah menghormati aturan internasional. Tidak boleh ditahan. Kartu itu. Kecuali kita tidak mau mengakui UNHCR, enggak mungkin kan?" ujar Silmy dalam konferensi pers terkait Upaya Pemulihan Pelayanan Keimigrasian, dampak Server PDN Kominfo Down di Penang Bistro, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6).
Menurutnya, pihak Imigrasi mengikuti aturan internasional tersebut. Dalam prosesnya, apabila pengungsi mendapat penolakan atau sebaliknya mereka bisa tinggal di fasilitas yang disediakan UNHCR.
"Setelah berproses sekian tahun, itu bisa kemungkinan diterima, bisa final reject. Nah selama dia menjadi pengungsi dengan kartu UNHCR, maka dia itu tinggal di fasilitas yang diselenggarakan oleh UNHCR," ucap Silmy.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, pengungsi bukan dikembalikan ke detensi. Sebab detensi diperuntukkan jika ada pelanggaran keimigrasian.
ADVERTISEMENT