Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Warga Pedukuhan Kasuran Sleman, Jatuh Sakit Usai Tidur di Kasur Kapuk
11 Februari 2022 17:18 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Sekilas suasana Pedukuhan Kasuran, Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman tak ada bedanya dengan dusun-dusun lain di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
ADVERTISEMENT
Suasana tenang dan asri masih membalut dusun dengan 470 kepala keluarga (KK) tersebut.
Namun, di balik itu semua ada mitos yang melegenda dari dusun tersebut. Sejak zaman dahulu kala, warga di Kasuran tidak pernah tidur di kasur kapuk. Jika hal itu dilakukan, orang tersebut akan kedatangan penyakit.
"Jadi tidak pakai kasur kapuk . Bukan dilarang gunakan kasur," kata Dukuh Kasuran, Suparman ditemui di Kasuran, Jumat (11/2).
Dia menjelaskan sejarah Kasuran ada dua versi. Pada versi pertama, diceritakan bahwa Kasuran merupakan peninggalan Sunan Kalijaga. Dahulu, Sunan Kalijaga disebut pernah berdakwah di Kasuran.
"Sunan Kalijaga itu dakwah di Kasuran. Terus dia pas istirahat katanya pakai alas kapuk terus sakit. Setelah itu tidak pakai lagi karena di bawahnya untuk tidur itu katanya ada ularnya," katanya.
Namun, mitos itu bukan isapan jempol semata, Suparman sempat menyaksikan orang yang sakit karena tidur di atas kasur kapuk.
ADVERTISEMENT
Kasus pertama, dahulu ada orang dari Jakarta pulang ke Kasuran. Saat itu orang tersebut membawa kasur kapuk. Saat kasur sudah dimasukkan ke dalam kamar, orang tersebut melihat ular besar.
"Kasur itu untuk alas tidur dan di kamarnya dilihat kayak ada ular gede gitu. Dia juga sakit sekeluarga sakit semua. Setelah kasurnya dipindah dan dikasihkan saudaranya, dia juga sembuh," ceritanya.
Cerita kedua, ada warga yang pindah dari Plosokuning ke Kasuran. Saat itu dia juga membawa kasur kapuk untuk tidur sang anak. Tak berapa lama anak tersebut sakit.
Sakit akibat kasur kapuk ini juga tidak terdeteksi. Ketika dibawa ke rumah sakit, dokter juga tidak tahu penyebab penyakitnya.
"Warga kita pindahan dari Plosokuning dulu juga gitu. Anaknya yang pakai sakit. Ternyata ada kasur kapuknya itu. Sakitnya itu tidak bisa dideteksi lho," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Yang ketiga, kejadian baru 3 tahun lalu. Seorang sinden bernama Bu Rukiyah membeli kasur keliling. Namun, saat itu tidak diketahui bahwa kasur itu juga berisi sedikit kapuk di dalamnya.
Kasur itu pun digunakan Bu Rukiyah untuk tidur. Dia lantas jatuh sakit selama 1 tahun lamanya.
Setelah kasur berisi kapuk tersebut dirusak, Bu Rukiyah sembuh dalam waktu seminggu. Namun sayang, Bu Rukiyah saat ini telah meninggal akibat kecelakaan.
"Tapi setelah dibakar dirusak kasurnya sembuh. Gemuk lagi. Dan dia nyinden lagi karena profesinya sinden. Diperiksakan nggak ada sakitnya. Di dokter mana pun, nggak ada," ujarnya.
Sementara versi kedua, Suparman mengatakan peperangan Pangeran Diponegoro terjadi di wilayah Kasuran. Nama Kasuran sendiri berasal dari Kasoran yang mana kata dasarnya adalah asor atau kalah.
ADVERTISEMENT
"Versi yang kedua versi Peperangan Diponegoro. Di sini mengalami kekalahan makanya asor. Kalah kan asor nah jadi kasoran itu kalah. Tapi terus kok jadi kasuran. Apakah itu digabung sama cerita Kalijaga ya? Saya kurang tahu tapi ceritanya kaya gitu," ujarnya.
Suparman mengatakan penggunaan kasur kapuk ini bukan larangan, tetapi hal ini sudah menjadi kebiasaan turun menurun. Terlebih, ada kejadian orang sakit ketika tidur menggunakan kasur kapuk.
"Tapi di sini bukan larangan ya, tidur pakai kasur kapuk tidak ada yang melarang. Cuma orang-orang itu sudah kebiasaan," ujarnya.
"Tapi saya sendiri mau menghilangkan mitos itu juga nggak berani. Mau tidur nyoba pakai itu (kapuk) juga tidak berani," bebernya.
Diceritakan bahwa Mbah Kasur orang yang pertama di Kasuran juga tidak menggunakan kasur kapuk. Menurut cerita, Mbah Kasur ini adalah murid Sunan Kalijaga.
ADVERTISEMENT
"Mbah Kasur itu cikal bakal di sini. Orang yang pertama hidup di Kasuran. Dia juga tidak pakai kasur" katanya.
Dia menjelaskan selain di Kasuran, Margomulyo, mitos ini juga terjadi di Kasuran Margodadi. Di sana warga juga tidak menggunakan kasur kapuk.
Warga Kasuran, Ngadikin (52) mengatakan bahwa pada zaman dahulu warga kasuran tidur di atas amben yaitu bambu yang disusun menjadi dipan. Atau warga tidur di atas kasur berisi sepet atau serabut kelapa.
"Ya dari dulu sejak kecil sudah sejak nenek dulu. Kalau dulu kan dari kasur sepet. Terus sekarang pakai busa. Kalau pakai kapuk nggak bisa," katanya.
Menurutnya kapuk hanya bisa digunakan untuk bantal dan guling. Pokoknya jangan sampai kapuk digunakan untuk kasur.
ADVERTISEMENT
"Sudah turun temurun sampai sekarang. Yang muda-muda nggak berani," katanya.
Namun, ketika warga Kasuran tidur di luar dusun, misalnya ke rumah saudara, mereka tidak mengalami masalah ketika menggunakan kasur kapuk. Hal ini berbeda dengan orang luar Kasuran yang datang ke kasuran tetap harus menggunakan kasur selain kapuk.
"Pendatang dari Jakarta ke sini pakai kapuk juga nggak bisa. Tapi kalau orang kasuran keluar (Kasuran) pakai kapuk nggak papa," katanya.
Ketika ada pendatang yang masuk ke Kasuran, maka tetangga akan mengingatkan sejarah ini. Pasalnya selain sampai sakit, jika diteruskan memakai kasur kapuk maka bisa berujung kematian.
"Ada yang sampai sakit. Kalau tidak dihilangkan bisa meninggal. Ya kasurnya harus dibakar dibuang atau dijual ya nggak papa" ujarnya.
ADVERTISEMENT
Walhasil kini warga di sana dan juga pendatang, tidurnya menggunakan kasur busa atau pun springbed. Yang penting tidak ada kapuk supaya mitos yang menjadi kepercayaan warga puluhan tahun lamanya itu tak terjadi.