Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membantah isi rekaman Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat Lion Air Boeing PK-LQP yang sempat beredar di sejumlah media. Menurut mereka, isi CVR yang beredar tersebut sangat berbeda dengan yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
"KNKT juga menyampaikan bahwa isi rekaman CVR tidak sama dengan apa yang beredar di media, sehingga menurut KNKT isi berita itu adalah opini seseorang atau beberapa orang yang kemudian dibuat seolah-olah seperti isi CVR," ujar Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono dalam keterangan tertulis, Kamis (21/3).
Hal yang sama juga disampaikan Nurcahyo selaku ketua subkomite investigasi kecelakaan. Menurutnya seluruh pihak yang merasa bertanggung jawab dalam kecelakaan pesawat tersebut berhak memiliki data yang dibutuhkan.
"Mengenai siapa saja yang punya rekaman dan transkrip, saya jelaskan, dalam kecelakaan ini, AS sebagai negara pembuat pesawat berhak untuk ikut investigasi. Investigator berhak untuk mendapatkan data yang dibutuhkan," jelas Nurcahyo.
Meski begitu, ada sejumlah aturan KNKT yang perlu dipatuhi, khususnya bagi pihak asing.
ADVERTISEMENT
"Tapi UU-nya beda, UU Indonesia berhak melarang keluarnya CVR. Jadi mereka pernah mendengar CVR dan transkrip, temeasuk membaca, dan mereka tidak punya datanya. Data masih di server KNKT," kata dia.
Atas dasar itulah, ia menyebut seluruh pemberitaan mengenai percakapan pilot melalui CVR yang beredar di sejumlah media, tak benar.
"Mengenai tindakan, sampi saat ini kami menganggap berita yang beredar meski disiarkan media ini, bahwa apa yang tertulis tidak sama dengan CVR. Jadi kami beranggapan, bahwa CVR kami belum bocor," ungkapnya.
Laporan yang Beredar
Isi rekaman CVR itu diungkapkan kantor berita Reuters dalam laporan eksklusifnya yang kemudian disitir oleh sejumlah media.
Salah seorang sumber yang dikutip Reuters mengatakan saat itu, pilot Bhavye Suneja mengambil kontrol saat pesawat Lion Air JT610 lepas landas. Sementara, kopilot Harvino bertanggung jawab untuk komunikasi dengan Air Traffic Controller (ATC).
ADVERTISEMENT
Dua menit setelah lepas landas, kopilot sempat melaporkan masalah kontrol penerbangan ke ATC dan menyebut bahwa pilot ingin mempertahankan jelajah terbang di ketinggian 5 ribu kaki. Namun, saat itu kopilot tidak merinci masalah apa yang terjadi di pesawat tersebut.
Pilot lalu meminta kopilot untuk memeriksa handbook pesawat yang berisi daftar penanganan untuk peristiwa abnormal. Sembilan menit kemudian, muncul peringatan adanya kondisi stall. Sebagai respons otomatis, moncong pesawat langsung mengarah ke bawah.
Mengetahui hal itu, pilot lalu berusaha keras untuk membuat hidung pesawat naik. Namun, komputer yang masih keliru mendeteksi kondisi stall terus menekan hidung pesawat dengan sistem trim. Sistem ini biasanya berfungsi untuk menyesuaikan permukaan kontrol pesawat dan memastikannya tetap terbang lurus dan datar.
ADVERTISEMENT
Menurut sumber tersebut, pilot berusaha tetap tenang dan mencari tahu cara mengendalikan situasi abnormal itu. Ia juga juga meminta kopilot untuk mengambil alih kendali, sementara dia memeriksa buku manual untuk mencari solusi.
Sekitar satu menit sebelum pesawat hilang dari radar, pilot meminta izin kepada ATC untuk membersihkan lalu lintas di bawah ketinggian 3 ribu kaki. Selain itu, pilot juga meminta terbang di ketinggian lima ribu kaki, dan disetujui.
Namun, usaha pilot mencari solusi di buku petunjuk sia-sia. Pesawat yang mereka tumpangi tetap tidak bisa dikendalikan.
Di akhir rekaman, pilot asal India tersebut akhirnya terdiam. Sementara sang kopilot terus menerus meneriakkan kata Állahu akbar.
Pesawat akhirnya menabrak permukaan air di Karawang dan meledak. Dalam tragedi itu, 189 orang di dalamnya tewas.
ADVERTISEMENT