Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Koalisi Pemerintahan Israel Runtuh, PM Bennett Setuju Pemilu Digelar
21 Juni 2022 12:49 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Baru seumur jagung, Pemerintahan Israel di bawah Perdana Menteri Naftali Bennett rapuh. Ia bersama Menlu Yair Lapid pada Senin (20/6/2022) sepakat untuk mendukung pembubaran parlemen.
ADVERTISEMENT
Pembubaran tersebut dilakukan guna membuka jalan bagi penyelenggaraan pemilu kelima dalam kurun waktu tiga tahun. Pemilu merupakan konsekuensi dari rapuhnya koalisi pemerintahan Bennett.
Saat nantinya parlemen Israel dibubarkan, posisi Bennett akan digantikan Lapid sementara waktu. Lapid bakal menduduki kursi nomor satu di Pemerintahan Negara Yahudi ini sampai pemilu dilangsungkan.
Belum ada tanggal pasti kapan pemilu dini Israel akan digelar.
Kabar pembubaran pemerintah tersebut diumumkan Bennett dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara nasional. Bennett mengatakan, dirinya telah membuat keputusan yang tepat dalam keadaan sulit
“Bersama-sama, kami mengeluarkan Israel dari lubang. Banyak hal yang kami capai di tahun ini. Pertama dan terpenting, kami membawa ke tengah panggung nilai-nilai keadilan dan kepercayaan,” ujar Bennett dalam konferensi pers tersebut, seraya berdiri di samping Lapid.
ADVERTISEMENT
“Kami beralih ke budaya ‘kami’, yaitu budaya bersama-sama’,” sambung Bennett, dikutip dari Al Jazeera.
Pemerintahan Singkat
Bennett baru setahun berkuasa di Israel. Pada Juni 2021, Bennett dan Lapid bersama-sama membentuk koalisi yang menggeser pemerintahan mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Netanyahu merupakan perdana menteri terlama di Israel. Ia menduduki jabatan tersebut selama 12 tahun.
Koalisi Bennett berisi partai-partai dari berbagai latar belakang. Ideologi sayap kanan, liberal hingga latar belakang Arab sampai Yahudi ada di koalisi pemerintahannya. Perbedaan latar belakang membuat koalisi ini rapuh lantaran banyaknya perbedaan pendapat.
Kendala Bennett dan koalisi pemerintahan juga pada jumlah kursi mayoritas yang sangat tipis. Sehingga saat parlemen membahas masalah sensitif seperti Palestina, koalisi ini akhirnya terbelah sikapnya.
ADVERTISEMENT
Pada April lalu, Bennett akhirnya kehilangan suara mayoritasnya di parlemen Israel yang memiliki 120 kursi. Situasi ini terjadi ketika seorang anggota partai pimpinan Bennett, Yamina, mengumumkan keluar dari koalisi pemerintahan.
Selain itu, baru-baru ini terjadi perpecahan antar anggota parlemen akibat pembaruan kebijakan yang memungkinkan pemukim Israel untuk hidup secara legal di wilayah Tepi Barat. Kebijakan ini sontak mengakibatkan gesekan dan membuat anggota parlemen Israel keturunan Palestina enggan untuk mendukungnya.
Kendati rapuh, aliansi Bennett juga meraih serangkaian pencapaian semasa kekuasaannya. Salah satunya termasuk meloloskan anggaran nasional pertama, serta berhasil melawan wabah virus COVID-19 tanpa memberlakukan lockdown.