Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kombinasi Unik Doktor Politik dan Eks Pejabat KPK di Kota Bogor
28 Juni 2018 21:35 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam hasil quick count final Charta Politika, Bima-Dedie tercatat mendapat 44,61 persen suara. Unggul cukup jauh dari tiga pasangan calon lainnya yakni, Achmad Ru'yat-Zaenul Mutaqin (30,66 persen), Edgar Suratman-Sefwelly Gynanjar D (12,40 persen) dan pasangan Dadang Iskandar D-Sugeng Teguh Santoso (12,33 persen).
Tak hanya versi quick count, Bima-Dedie juga unggul dalam real count internal sementara. Hingga Rabu (27/6) sore, pasangan nomor urut tiga tersebut melaju dengan perolehan suara cukup signifikan.
Melihat dua indikator tersebut, sekitar pukul 17.30 WIB, Bima dan Dedie percaya diri untuk memastikan kemenangan. Walau tetap harus menunggu hasil perhitungan resmi KPU, duet pasangan muda tersebut sudah yakin juara, menyampaikan pidato kemenangan dan menggelar sujud syukur.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan hanya tentang merebut suara dan kursi wali kota. Ini bukan tentang Dedie dan Bima Arya. Ini adalah ikhtiar kami untuk memuliakan manusia di Kota Bogor," kata Bima di Saung Badra, markas pemenangan pasangan Bima-Dedie di Jl Pangrango, Bogor.
Memakai sweater hitam bertulis abdibogor, Bima menyampaikan pidatonya dalam sebuah podium kecil berlatar layar besar yang menampilkan hasil quick count dan real count. Bima dan Dedie dikelilingi oleh para petinggi partai politik pendukung seperti Nasdem, PAN, Demokrat, PBB, sampai Perindo. Tak lupa, beberapa anggota tim suksesnya juga ikut merayakan bersama.
Namun tentu saja, yang paling spesial dalam momen itu adalah kehadiran keluarga. Bima didampingi oleh istri dan anaknya. Dedie didampingi oleh istri tercinta. Mereka berdiri di samping para pemenang. Sesekali mereka beradu pandang, melempar senyuman dan berpegangan tangan.
ADVERTISEMENT
Selama hampir 20 menit, Bima menyampaikan pidato kemenangan. Isinya lebih banyak soal rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada sejumlah pihak yang sudah membantunya. Mulai dari keluarga, tim sukses, partai pengusung, sampai para saksi di TPS. Tak ketinggalan, dia juga mengucapkan terima kasih dan memuji lawan-lawannya di pilwalkot karena sudah menciptakan suasana pemilu yang damai.
"Ini adalah kemenangan semua warga Bogor, tanpa kecuali," kata Bima memastikan bahwa para pendukung lawannya pun akan dia rangkul.
Sebuah momen emosional muncul ketika Bima menyebut salah seorang lawannya yakni Dadang Iskandar. Dadang bukan orang biasa di hidup Bima. Dia adalah sahabatnya sejak SMP dan SMA. Namun jalan politik kemudian memisahkan mereka.
Dari pemberitaan sejumlah media menyebutkan, Bima dan Dadang sedianya akan berpasangan sebagai calon wali kota dan wakil wali kota di Pilkada kali ini. Bima dari PAN dan Dadang sebagai perwakilan PDIP. Namun di detik-detik terakhir pencalonan, PAN atas instruksi Amien Rais kabarnya menyatakan tak mau berkoalisi dengan PDIP.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Bima maju bersama Dedie A Rachim yang bukan berlatar belakang politik. Sementara Dadang maju bersama politikus PDIP yang juga pengacara, Sugeng Teguh Santoso.
“Persahabatan saya dengan Kang Dadang tidak akan berubah. Jabatan wali kota hanya sementara. Tapi persahabatan selamanya. Saya akan selalu salut dengan perjuangan Kang Dadang,” tutur Bima sambil terisak di hadapan pendukungnya.
Doktor Politik dan Eks Pejabat KPK
Duet antara Bima dan Dedie memang sebuah perpaduan menarik dan unik di percaturan politik Indonesia. Bima adalah doktor ilmu politik dari Australian National University Canberra. Sebelum jadi wali kota, Bima lebih banyak sebagai pengamat politik. Dia adalah pendiri Charta Politika, sebuah lembaga think thank politik yang sedang naik daun dan banyak berperan sebagai konsultan politik bagi sejumlah kepala daerah. Charta Politika juga memiliki tim survei yang kredibel.
ADVERTISEMENT
Dengan bekal keilmuan, Bima benar-benar memulai dari bawah dalam karier politik. Setelah jadi peneliti dan pengamat, dia bergabung ke PAN lalu maju jadi Wali Kota Bogor di periode pertama bersama Usmar Hariman dan sekarang berpeluang besar memimpin dua periode bersama Dedie A Rachim sebagai wakil.
Bila tak ada aral melintang, bukan tidak mungkin PAN akan menjadikannya kader potensial untuk jenjang gubernur sampai level menteri, bahkan presiden. Padahal Bima bukan sosok yang muncul karena garis keturunan atau militer, juga bukan karena latar belakang uang sebagai pengusaha. Apalagi usianya kini baru 45 tahun.
“Harus punya kemampuan untuk membumikan dan kemampuan untuk mengkomunikasikan. Saya banyak belajar selama 4 tahun, tidak cukup hanya dengan konsep saja, tapi harus dikomunikasikan,” kata Bima soal pelajaran politik menjadi seorang kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pasangannya, Dedie, bukan seorang dengan latar belakang politik. Dedie adalah lulusan desain Produk Industri ITB dan lulus pada tahun 1993. Dia sempat berkarier di beberapa perusahaan swasta sebelum akhirnya bekerja di KPK. Jabatan terakhirnya di KPK adalah adalah Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI).
Berdasarkan catatan kumparan, Dedie adalah mantan pejabat KPK pertama yang jadi kepala daerah. Sebelumnya, mantan pejabat KPK ada yang jadi Inspektorat Jenderal atau menduduki posisi penting di perusahaan swasta.
Posisi Dedie di KPK berada di bawah naungan Deputi Pencegahan. Sepanjang kariernya, dia memang tak pernah berurusan dengan kasus langsung sebagai penegak hukum. Namun perannya tidak kalah signifikan. Masalah-masalah yang ditemukan saat proses penindakan, kemudian dirumuskan jadi sebuah rekomendasi aturan baru atau regulasi tertentu oleh tim pencegahan.
Sebagai contoh ketika muncul kasus korupsi M Nazaruddin di berbagai kementerian, ada modus yang digunakan oleh Nazar yakni menutupi jejaknya di akta kepemilikan perusahaan. Nah, saat itu Dedie sebagai Direktur PJKAKI mengusulkan agar ada aturan yang bisa menjerat pengendali utama dalam perusahaan. Tujuannya agar orang-orang seperti Nazar bisa dijerat, tidak hanya nama yang tercatat dalam akta perusahaan.
ADVERTISEMENT
Nah, dengan bekal Bima sebagai seorang doktor politik dan Dedie sebagai mantan pejabat KPK, keduanya kini duduk sebagai wali kota dan wakil wali kota. Bagaimana kira-kira kinerjanya nanti? Kita tunggu saja. Yang jelas, keduanya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk para warga Bogor.
“Saya akan membawa nilai-nilai integritas. Nilai keterbukaan, antikorupsi, tentu jadi prioritas saya untuk membangun Bogor,” kata Dedie kepada kumparan saat ditanya rencananya setelah menjabat nanti.