Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dibentuk Presiden Jokowi pada Oktober 2019 lalu dipimpin Menristek Bambang Brodjonegoro. Namun, Perpres soal BRIN tak kunjung diundangkan Menkumham Yasonna Laoly sehingga BRIN tak bisa bekerja.
ADVERTISEMENT
Muncul kabar polemik BRIN yang kunjung jalan itu terkait dengan posisi Dewan Pengarah BRIN yang diinginkan partai politik, tapi ditolak Bambang Brodjonegoro.
Anggota Komisi VII DPR, Ridwan Hisjam mengungkapkan BRIN berbeda dengan BPIP. Jika BPIP memiliki Dewan Pengarah yang diisi oleh negarawan yang bisa dari unsur parpol, maka BRIN seharusnya diisi oleh tokoh-tokoh profesional.
"Kalau politik nanti menjadi lembaga politik. Beda dengan Pancasila ya. Yang BPIP itu memang dicari negarawan-negarawan yang mengerti tentang negara bangsa ini dan doktrin negara itu. Jadi kalau BRIN mengarah pada riset dan teknologi, harus berlatar belakang itu," kata Ridwan, Senin (14/4).
Idealnya, Dewan Pengarah BRIN adalah tokoh yang menekuni bidang riset dan teknologi. Bukan malah memilih tokoh politik.
ADVERTISEMENT
"Cuma kita harapkan bahwa Dewan Pengarah harus lebih canggih dari profesor atau doktor yang jadi Kepala BRIN-lah. Jadi lebih seniorlah ya, mengerti arah dan perkembangan riset dan teknologi. Itu harus orang orang berlatar belakang itu. Bukan berlatar belakang politik," ujarnya.
Meski begitu, menurut Ridwan, penunjukan Dewan Pengarah BRIN menjadi kewenangan Presiden, sepanjang tidak melanggar undang-undang.
"Itu keinginan undang-undang bahwa yang di situ siapa ya silakan pemerintah kan. Itu hak prerogatifnya presiden. Itu siapa siapa ya itu hak prerogatif presiden," tuturnya.
Ridwan menyadari bahwa peran BRIN ini cukup besar. Apalagi, dalam menjadi pelopor perkembamgan risen dan teknologi yang ada di Indonesia.
"BRIN inilah yang diharuskan diberi peran yang sangat besar. Karena riset dan inovasi ini yang akan membawa kemajuan Indonesia bukan lagi 4.0 tapi 5.0," katanya.
ADVERTISEMENT
"Negara Jepang kan dia sudah mendeklarasikan 5.0 nah Indonesia, BRIN ini harus yang jadi pelopornya," pungkasnya.