Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Komisi X DPR RI menyebut guru honorer yang dituduh menganiaya anak muridnya di Konawe Selatan, Supriyani harus mendapatkan keadilan. Mereka meminta, aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dan memegang prinsip keadilan.
ADVERTISEMENT
“Komisi X DPR RI sebagai Komisi yang membidangi pendidikan, perlu menyampaikan pandangannya; Pertama, Memberikan dukungan kepada ‘Guru Supriyani’ sebagai tenaga pendidik yang merupakan tenaga profesional, agar mendapatkan keadilan terhadap permasalahan hukum yang dialaminya, sesuai ketentuan hukum yang ada,” kata Ketua komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/10).
Selain itu, komisi X DPR RI juga meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Mereka meminta, prinsip keadilan digunakan dalam setiap prosesnya.
“Ketiga, meminta organisasi profesi guru untuk memberikan perlindungan hukum kepada ‘Guru Supriyani’, sesuai Pasal 42 UU Guru dan Dosen,” tambah dia.
Kasus Supriyani
Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, berurusan dengan hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap anak muridnya.
ADVERTISEMENT
Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito, Konawe Selatan, atas dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur pada April 2024 lalu.
Ia dituding menganiaya muridnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Saat ini, sudah duduk di bangku kelas 2. Murid ini disebut-sebuat anak anggota Polri
Seiring berjalannya laporan tersebut, pihak sekolah sempat memanggil Supriyani untuk klarifikasi. Saat itu, Supriyani tidak mengakui apa yang dituduhkan.
Begitu juga di hadapan kepolisian. Supriyani juga tak pernah mengakui. Bahkan, saksi-saksi yang dimintai keterangan juga tak pernah menyebut jika Supriyani melakukan penganiayaan terhadap anak muridnya.
Ortu Siswa Diduga Minta Uang Damai ke Supriyani
Aipda Wibowo Hasyim, Kanit Intelkam Polsek Baito, Konawe Selatan, ayah Muhammad Chaesar Dalfa, siswa yang diduga dianiaya Supriyani, guru honorer SD Negeri 4 Baito, membantah minta uang damai.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus viral ini, sempat dilakukan beberapa kali proses mediasi. Bahkan, pelapor disebut-sebut meminta uang damai hingga Rp 50 juta. Tapi, karena Supiyani tidak mampu, sehingga mediasi itu gagal.
"Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu Pak (Rp 50 juta), tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan, kami tidak pernah meminta,” kata Wibowo kepada wartawan, Selasa (22/10).
Wibowo menjelaskan, kasus terungkap berawal saat istrinya memandikan anaknya dan mendapati luka di paha bagian belakang. Anaknya sempat berbohong dengan mengatakan luka diperoleh karena jatuh saat pergi di sawah.
Ibu yang penasaran, kemudian mengkonfirmasi hal tersebut kepada Wibowo. Tapi, Wibowo membantah dan kembali menginterogasi ulang anaknya. Di situ, anaknya akhirnya jujur menyebut bahwa ia dipukul oleh gurunya Supiyani di sekolah.
ADVERTISEMENT
"Saat saya tanya, anak saya menjawab telah dipukul oleh mamanya Alfa (Supriyani) di sekolah," ucap dia.
Mengetahui hal itu, Nurfitriana langsung melaporkan Supiyani di Polsek Baito.
Supriyani Terancam 5 Tahun Bui
Pada sidang perdana kasusnya di PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada Kamis (24/10), Supriyani didakwa 5 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang juga Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan Ujang Sutisna saat ditemui di Konsel, Kamis, mengatakan bahwa dalam dakwaan, terdakwa diduga telah melakukan kekerasan terhadap anak inisial D di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, menggunakan gagang sapu ikut.
"Diancam pidana Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 77 dan 76 Undang-Undang RI Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata Ujang.
ADVERTISEMENT
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak: Jika anak mengalami luka berat, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.