Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Komnas KIPI Jelaskan Proses Penentuan Hasil Autopsi Trio Fauqi
28 Juli 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua Komnas KIPI Prof Hindra Satari membenarkan hasil autopsi Trio Fauqi Virdaus (22), pemuda yang meninggal dunia usai vaksinasi COVID-19 dengan AstraZeneca , sudah diberitahukan kepada keluarga. Hasil autopsi menunjukkan Trio tidak memiliki komorbid atau penyakit lain, tetapi memang tidak bisa dipastikan apakah kematiannya terkait atau tidak terkait vaksin.
ADVERTISEMENT
“Jadi kesimpulan mereka [tim forensik] tidak bisa menentukan proses kematian. Enggak bisa. Kalau sekarang itu disampaikan ke Komnas, artinya kesimpulan kami juga tetep underteminate,” kata Hindra kepada kumparan, Rabu (28/7).
“Kita tidak bisa menemukan ini terkait vaksin, tapi tidak bisa mengenyampingkan ada juga keterkaitan dengan vaksin. Kami sampaikan ke keluarga kemarin,” imbuh dia.
Trio Fauqi Firdaus wafat sehari usai divaksin AstraZeneca dan mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada Mei 2021. Lebih rinci, Hindra pun menerangkan bagaimana proses awal hingga dapat diambil kesimpulan dari autopsi.
“Reminding, dulu [tak lama setelah Trio wafat] rekomendasi dari Komnas KIPI kan inderteminate. Artinya tugas Komnas KIPI mengkaji keterkaitan antara KIPI dengan vaksinasi yang diberikan. Rekomendasi kami saat itu kami tidak cukup bukti untuk mengaitkan KIPI dengan imunisasi yang diberikan, namun kami juga tidak bisa mengesampingkan itu terkait imunisasi. Sehingga kami butuh bukti ditambah lagi, untuk itu salah satu upaya autopsi,” papar dia.
Selanjutnya, kata Hindra, keluarga menyetujui, lalu dilakukan autopsi oleh tim yang memiliki kompetensi, yang dalam hal ini dilakukan Departemen Forensik RSCM. Atas izin keluarga autopsi dilakukan dan pemeriksaan secara profesional kepada almarhum Trio.
ADVERTISEMENT
“Kira-kira prosedurnya jadi semua dilakukan pemeriksaan patologi, dilihat mikroskop, dicampur reagen, kalo mencurigakan dilakukan tahap berikutnya, kalau kurang baik diulang, kemudian pemeriksaan semua organ dilakukan. Sehingga butuh tim kuat dan konsultan-konsultan. Dibentuk suatu tim dan selama proses dilakukan, konsultasi dengan pihak-pihak terkait yang punya kompetensi,” jelas Hindra.
“Jadi kalau di film crime investigation, kan, kelihatannya cuma beberapa menit, tapi sebenarnya kompleks, butuh waktu. Jadi spesimen yang dipakai ada 340 apa kalau enggak salah. Pemeriksaan dilakukan, diskusinya berapa kali,” tambah dia.
Hindra menerangkan sebetulnya proses autopsi berlangsung selama 1 bulan. Namun karena terjadi lonjakan kasus COVID-19 pasca Lebaran lalu, ada keterlambatan dalam pengambilan keputusan hingga penyampaian hasil kepada keluarga.
“Kemudian [autopsi] selesai 1 bulan, ternyata kita peningkatan kasus jadi tim forensik juga kewalahan bisa terima 56 jenazah per hari. Sehingga stafnya terpapar, bahkan kepala departemen dokter Ade, tuh, juga terpapar, harus isoman. Jadi barulah bisa disampaikan keterangan resmi kepada keluarga,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Dari temuan-temuan autopsi, yang pertama dicari yakni penyebab kematian, kemudian apakah terkait imunisasi. Setelah dilakukan dengan seksama, teliti, dan dengan profesionalisme, ternyata tidak ada komorbid yang bisa ditemukan pada Trio.
“Kemudian [dicari] keterkaitan dengan vaksin, cuma ditemukan dengan misalnya ada kesakitan di paru-paru. Apa ini menyebabkan kematian? Nah, [kalau penemuan di paru disebabkan vaksin] harusnya itu ada fibrim atau zat yang mengikat sehingga blok, enggak ada sirkulasi, dan setelah ada sumbatan itu ada kelainan di jantung. Nah, ini enggak ditemuin,” jelasnya.
Jadi, Hindra menerangkan memang ada kesakitan di paru Trio, tapi proses lainnya enggak ada yang bisa mengatakan bahwa penemuan ini terkait dengan vaksin. Diakui proses tersebut tidak ditemukan bisa saja akibat ada pembusukan lanjut, karena Trio baru diautopsi 2 minggu setelah wafat.
ADVERTISEMENT
Tetapi yang pasti, secara ilmiah dokter forensik tidak bisa menyatakan bahwa penemuan di paru dan dugaan proses tersebut yang menyebabkan kematian Trio,
“Jadi misalnya ada pembunuhan enggak ada orang lain, jadi, kan, tinggal dia, kan, tapi kita enggak bisa buktiin secara nyata/ilmiah. Tapi kalau bisa mengkait-kaitkan, itu untuk orang awam berpikir dengan sederhana kalau enggak ada penyebab lain, ya, pasti vaksin. Namun di lain pihak, dokter Ade secara ahli forensik enggak bisa bilang ini karena ada penyebab di paru-paru. Enggak bisa karena harus ada runtutan selanjutnya,” tutur dia.
Hindra menjelaskan tim forensik sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi ia memaklumi ada keterbatasan. Sehingga tidak bisa ditemukan apa penyebab pasti kematian Trio. Kendati tidak bisa dipastikan, Hindra menegaskan kasus Trio akan menjadi catatan Komnas KIPI.
ADVERTISEMENT
“Nah on set-nya, dari keluaga, kan, [peristiwa terjadi] ini kurang dari 24 jam [usai divaksin], jadi memang kami catat. Tapi kami harus mengumpulkan data-data lain, enggak cuma kasus ini, kan. Kan sudah disuntikan jutaan dosis, apalagi di UK, 35 juta dosis. Kalau misalnya kasus seperti ini meningkat jadi tajam, bermakna, sering dilaporkan, masuk terus, mungkin kita akan beri rekomendasi menghentikan atau menunda [penggunaan vaksin AstraZeneca],” ujar dia.
“Tapi cuma dari satu ini, dan konsepnya yang di luar itu dilaporkannya paling cepet 4 hari, paling lama seminggu. Jadi memang terlalu cepat kasus ini dan wafat setiba di tempat [RS] sehingga pemeriksaan sebegini datanya. Jadi rekomendasi kita enggak berubah. Underteminate. Kita tidak dapat menentukan sebab kematian [Trio] terkait [vaksin AstraZeneca] atau tidak, sejalan dengan autopsi RSCM,” tandasnya.
ADVERTISEMENT