Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
KPK Akan Cek soal Bupati Meranti Gadaikan Kantor Pemda ke Bank
16 April 2023 2:35 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Ali Ghufron mengatakan, pihaknya tengah mengkaji dugaan tindak pidana korupsi dalam penggadaian aset negara itu.
Sebab, menurutnya sebuah aset negara tak dapat dijadikan sebagai agunan atau penjamin dalam kredit ke bank.
"Kantor Bupati diagunkan kepada Bank Riau untuk pembangunan. Kami akan mengkaji, apakah mungkin sebuah kantor yang merupakan aset negara itu diagunkan kepada bank untuk sebuah kredit karena namanya kredit perlu kolateral perlu agunan untuk menjamin agar uangnya atau kreditnya dikembalikan," kata Ali kepada wartawan di Gedung KPK, Minggu (16/4).
"Karena kemudian kalau asetnya aset negara aset daerah itu tidak mungkin seandainya wanprestasi atau seandainya macet akan disita dan akan dilelang itu tidak mungkin," tambah Ali.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Ali menuturkan, perlu pendalaman untuk memastikan apakah tindakan tersebut masuk dalam tindak pidana korupsi atau tidak.
"Kami tidak akan gegabah menyatakan salah atau tidak, kami akan mengkaji apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak. Karena ini sesungguhnya dalam lalu lintas privasi kredit tetapi kalau pun kredit, kalau yang diagunkan barang milik negara atau BMN itu apakah mungkin atau tidak, sekali lagi masih akan kami dalami," ujarnya.
Plt Bupati Kepulauan Meranti, Asmar membenarkan Muhammad Ali menggadaikan 2 aset negara itu ke Bank Riau.
Sejauh ini, sudah sekitar 59 persen pinjaman cair dan masuk.
"Iya benar, saya juga baru tahu kantor Bupati Meranti beserta aset bangunan dijadikan jaminan pinjaman ke bank," kata Asmar, kepada kumparan, Jumat (14/4).
ADVERTISEMENT
"Ya sekitar Rp 59 miliar yang baru cair," sambungnya.
Terkait peminjaman uang ke bank tersebut, pihak Pemkab harus membayar cicilan setiap bulan.
"Setiap bulan yang harus dibayar sebesar Rp 3,4 miliar, mau dicari ke mana uang sebanyak itu," kata Asmar.
Mantan Bupati Meranti Muhammad Adil Dijerat 3 kasus
KPK menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka—kemudian Adil dinonaktifkan. Ia diduga terlibat dalam kasus dugaan suap.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama Fitria Nengsih dan M. Fahmi Aressa. Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Meranti yang disebut-sebut juga punya hubungan dengan Adil. Sementara Fahmi ialah Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.
Ada tiga kasus yang menjerat Adil. Dalam dua perkara, dia diduga sebagai penerima suap. Satu perkara lainnya, ia diduga sebagai penyuap.
ADVERTISEMENT
Kasus pertama, dugaan korupsi terkait pemotongan anggaran OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Dalam kasus ini, Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetorkan uang.
Sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU). Pemotongan dari masing-masing SKPD itu dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Adil.
Setoran uang tunai itu kemudian dikumpulkan oleh Fitria. Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus adalah orang kepercayaan Adil. Setelah terkumpul, uang tersebut digunakan untuk kepentingan Adil di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonannya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.
Kasus kedua, terkait penerimaan fee jasa travel umrah. Pada sekitar bulan Desember 2022, Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria. Selain menjadi orang kepercayaan Adil, Fitria juga disebut KPK sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah.
ADVERTISEMENT
Uang diberikan karena diduga Adil memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
PT Tanur Muthmainnah mempunyai program setiap 5 takmir yang diberangkatkan umrah, maka akan menggratiskan satu orang takmir ikut berangkat.
Namun ternyata, biaya gratis itu justru dibebankan ke APBD oleh Adil dan Fitria. Dan dana yang terkumpul Rp 1,4 miliar masuk ke kantong Adil.
Dari pemeriksaan awal, penyidik menemukan dugaan bahwa Adil menerima uang korupsi hingga Rp 26,1 miliar dari sejumlah pihak.
Dalam dua kasus tersebut, Adil dijerat sebagai pihak penerima suap. Ia dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
ADVERTISEMENT
Kasus ketiga, terkait suap pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Meranti. Adil dan Fitria diduga sebagai pihak pemberi suap. Keduanya diduga bersama-sama menyuap M. Fahmi Aressa selaku pemeriksa muda BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1,1 miliar.
Dalam kasus ini, Adil dan Fitria dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sementara Fahmi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Tipikor.