KPK Akan Perbanyak Jerat Perusahaan, Maksimalkan Pengembalian Aset Hasil Korupsi

6 Agustus 2020 12:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nawawi Pomolango pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 saat sesi foto dengan kumparan, Jakarta, Rabu (17/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nawawi Pomolango pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 saat sesi foto dengan kumparan, Jakarta, Rabu (17/9/2018). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK akan lebih menggencarkan penjeratan pidana terhadap korporasi atau perusahaan dalam penanganan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang. Hal itu guna memaksimalkan pemulihan kerugian negara yang timbul akibat kejahatan itu.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan pihaknya sudah mulai menjerat perusahaan sebagai tersangka sejak 2011. Bahkan sudah ada yang diputus bersalah oleh pengadilan.
"Hingga 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi juga telah menetapkan paling tidak ada enam korporasi sebagai tersangka, 2 di antaranya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap," kata Nawawi dalam diskusi 'Pencucian Uang, Pidana Korporasi, dan Penanganan Korupsi Lintas Negara', Kamis (6/8).
Adapun 2 korporasi yang dimaksud sudah berkekuatan hukum tetap itu adalah perkara di PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang telah berubah nama jadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (PT NKE) dan PT. Putra Ramadhan (PT Tradha).
Sebagai informasi, PT DGI atau kini bernama PT NKE telah divonis bersalah terkait korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010 dan tujuh proyek lainnya.
ADVERTISEMENT
Hakim menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 700 juta ke PT NKE. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 85 miliar yang harus dibayar PT NKE. Besaran uang itu sesuai dengan yang diterima PT NKE dari hasil korupsi.
Ilustrasi gedung KPK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Selain hukuman denda, PT NKE juga divonis tidak dapat mengikuti lelang proyek di pemerintahan. Larangan itu berlaku selama enam bulan terhitung sejak menjalani masa pidana pokok.
Sementara terkait kasus PT Tradha, ini merupakan korporasi pertama yang dijerat KPK dengan pasal dugaan pencucian uang (TPPU). PT Tradha merupakan perusahaan yang diduga dikendalikan mantan Bupati Kebumen, Muhammad Yahya Fuad.
PT Tradha diduga berperan dalam menyamarkan uang hasil korupsi Yahya. Perusahaan diduga menerima fee sekitar Rp 3 miliar dari beberapa pengusaha di Kebumen yang disamarkan seolah sebagai transaksi pembayaran utang.
ADVERTISEMENT
Perusahaan itu pun diduga juga digunakan Yahya Fuad untuk mengikuti tender proyek infrastruktur di Kebumen. Setidaknya ada 8 tender proyek yang dimenangkan PT Tradha dalam rentang tahun 2016-2017 dengan total nilai proyek Rp 51 miliar.
Dalam sidang putusan, PT Tradha divonis dengan denda Rp 500 juta. Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti sebesar Rp 5,9 miliar.
Nawawi mengatakan, ke depan KPK sendiri memiliki komitmen dalam mengusut korporasi sebagai tersangka. Hal ini untuk memaksimalkan pengembalian aset hasil korupsi ke kas negara.
"Ke depan KPK berkomitmen untuk memaksimalkan penanganan tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang dengan pelaku korporasi. Hal ini tentu dimaksudkan untuk memaksimalkan asset recovery atau pengembalian uang hasil korupsi kepada negara," pungkasnya.
ADVERTISEMENT