Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK terlibat adu mulut dengan pihak terdakwa suap impor bawang putih , Mirawati Basri, dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kejadian itu bermula ketika kuasa hukum Mirawati meminta agar majelis hakim mengizinkan kliennya untuk berobat. Sebab kliennya tak mendapatkan izin berobat dari jaksa KPK.
Menanggapi protes tersebut, jaksa KPK, Takdir Suhan, mengatakan pihaknya telah mengizinkan Mirawati untuk berobat pada 24 Januari lalu. Namun izin tersebut, kata Takdir, disalahgunakan Mirawati untuk perawatan wajah atau facial di RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
"Ada tindakan medis yang sebagaimana isi penetapan ini tidak sesuai, khususnya pemeriksaan di mana di sini kami punya bukti adanya tagihan itu di tanggal 24 Januari," ujar Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2).
'Tindakan medis disebutkan bahwa di sini ada tindakan medis berupa clinical facial brightening atau facial yang dilakukan oleh terdakwa. Di mana sesuai dengan penetapan tidak disebutkan adanya permohonan penetapan untuk dilakukan tindakan tersebut," lanjut Takdir.
Takdir mengatakan saat itu izin yang diberikan kepada Mirawati untuk pemeriksaan ke dokter spesialis kulit dan kelamin, papsmear dan kandungan.
ADVERTISEMENT
"Dan di sini (izin berobat) dengan tegas tidak disampaikan bahwa ada tindakan clinical facial brightening atau facial," kata Takdir.
Bahkan pembayaran facial itu, kata Takdir, masih menunggak. Hal itu diketahui saat Mirawati mengalami situasi darurat di Rutan KPK. Takdir menyebut saat itu dokter Rutan KPK merujuk Mirawati ke RSPAD. Namun pihak rumah sakit tidak bisa menerima karena masalah tunggakan tersebut.
"Tunggakan di mana minggu sebelumnya juga ada tindakan medis yang pihak tim penasehat hukum tidak sama sekali datang untuk mengonfirmasi kepada kami," kata Takdir.
Di samping itu, Takdir mengatakan penolakan terhadap izin berobat tanggal 31 Januari lantaran KPK menerima rekomendasi dari dokter bahwa izin berobat untuk tanggal 7 Februari.
ADVERTISEMENT
"Penetapan tanggal 31 Januari betul sudah kami terima, tapi kami tidak melaksanakan karena ada memang rekomendasi yang kami dapatkan dari dr.Lili Nurhayanti bahwa semestinya tindakan tanggal 7 Februari 2020. Di sini jelas ada 2 rekomendasi yang berbeda dan semestinya dilakukan pemeriksaan tanggal 7 Februari, bukan 31 Januari," kata Takdir.
Terhadap keterangan jaksa KPK itu, Mirawati membantah. Ia menjelaskan facial yang ia lakukan bukan untuk mempercantik diri. Melainkan untuk mengobati bercak putih yang muncul di kulitnya selama berada di rutan.
"Saya mencari dokter kulit dan kelamin perempuan, direferensikan ke dokter Rita dan Lilik di RSPAD. Makanya saya ke sana, jadi facial scrub yang dimaksud itu adalah silakan ditanya ke dokter itu, saya hitam di sini (menunjuk bagian tubuh) putih-putih, mungkin pengawal tidak boleh masuk karena laki-laki karena buka baju disinar. Punggung saya seperti ada panu, tapi tidak panu, kena eksim, Yang Mulia, karena air di rutan itu air kaporit. Semua teman-teman saya di rutan juga seperti itu. Jadi bukan saya mau facial buang duit, saya butuh duit," ucap Mirawati.
ADVERTISEMENT
Selain masalah kulit, Mirawati juga mengaku memiliki masalah pernafasan. Keadan rutan yang pengap membuatnya sulit bernafas.
"Tolong jangan persulit untuk kesehatan saya. Karena di sana kurang oksigen dan cuacanya panas. Dokter kulit bilang sama saya karena saya kulitnya sensitif dan tidak bisa di atas 22 derajat. Makanya saya harus diterapi kulitnya kalau enggak iritasi. Kulit punggung saya gatal-gatal, Yang Mulia," kata Mirawati.
Mirawati juga menampik biaya pengobatan facial-nya menunggak.
"Waktu bantar saya juga bayar sendiri, enggak ada tunggakan, penasihat hukum saya hadir. Jaksa penuntut umum yang terhormat beliau (kuasa hukum) hadir dan bayar, tapi waktu itu coba jelasin dia pas bayar karena bersamaan dengan tahanan lain waktu dia bayar jam 7 malam, bill saya closing kata beliau. Padahal sudah dibayarkan oleh keluarga saya, Yang Mulia," kata Mirawati.
ADVERTISEMENT
Terkait pengobatan itu, hakim tidak mempermasalahkannya. Majelis hakim meminta agar Mirawati mengajukan permohonan setiap kali akan berobat.
Di luar persoalan izin berobat tersebut, majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan Mirawati dan eks anggota DPR F-PDIP, I Nyoman Dhamantra. Sehingga sidang selanjutnya dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.
Adapun dalam kasusnya, Dhamantra didakwa menerima suap terkait pengurusan izin impor bawang putih di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia diduga menerima suap melalui Mirawati sebesar Rp 2 miliar serta dijanjikan uang Rp 1,5 miliar.
Dhamantra diduga menerima suap dari tiga orang pengusaha. Ketiga orang itu ialah Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA), Chandry Suanda alias Afung, Dody Wahyudi selaku Direktur PT Sampico Adhi Abattoir, dan Zulfikar selaku swasta.
ADVERTISEMENT
Suap diberikan agar Dhamantra mengupayakan pengurusan Surat Perizinan Impor (SPI) bawang putih di Kemendag dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2019. Izin dan rekomendasi itu disebut untuk kepentingan Afung.