KPK: Korupsi Lahan di Pulogebang oleh Sarana Jaya Rugikan Negara Ratusan Miliar

15 Juli 2022 13:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan tanah di kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur oleh Perumda Sarana Jaya Tahun 2018-2019. Diduga pengadaan tanah tersebut menyebabkan kerugian negara yang tak sedikit.
ADVERTISEMENT
"Kerugian (negara) ratusan miliar," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (15/7).
Saat ini, KPK tengah mengumpulkan alat bukti terkait kasus tersebut. Sudah 22 orang saksi diperiksa dalam kasus tersebut, terdiri dari pegawai BPN, pegawai BUMD, swasta dan Notaris.
Kasus ini diduga pengembangan perkara dugaan korupsi pengadaan tanah di wilayah Munjul, Jakarta Timur, yang sedang ditangani KPK. Pengadaan tersebut juga dilakukan oleh Sarana Jaya. Para tersangkanya pun diduga masih pihak yang sama.
Namun demikian, Ali belum membeberkan soal identitas tersangka ini. Menurutnya, jika alat bukti sudah cukup, secepatnya KPK akan mengumumkannya ke publik, termasuk juga konstruksi perkaranya.
"Kami belum dapat menyampaikan pihak-pihak siapa saja yang di tetapkan sebagai Tersangka dan uraian dugaan tindak pidana yang terjadi," kata Ali.
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Adapun dalam kasus tanah di Munjul, terjadi pada periode 2018-2020 saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencari tanah untuk hunian terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program "Hunian DP 0 Rupiah".
ADVERTISEMENT
Untuk merealisasikan program tersebut, pada 2018 Yoory Corneles selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang merupakan BUMD Pemprov DKI Jakarta mengajukan usulan Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada Gubernur DKI Jakarta untuk APBD TA 2019 sebesar Rp 1,803 triliun.
Pada Februari 2019, Manajer Operasional PT Adonara Anton Adisaputro menemukan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung Jakarta Timur seluas 41.921 meter persegi milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).
"Beneficial owner" PT Adonara yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar, sehingga disepakati Anja mendekati pihak Kongregasi Suster CB dan disepakati menjual tanah di Pondok Ranggon seluas 41.921 meter persegi dengan harga Rp 2,5 juta/meter persegi.
Saat dilakukan survei lokasi, tidak dapat diketahui batas-batas tanah, karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan dan diketahui lokasi tanah berada di jalan kecil (row jalan tidak sampai 12 meter), namun Yoory tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian.
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan (tengah) mengenakan rompi tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/5/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Sarana Jaya lalu membayar termin I sejumlah 50 persen kepada Adonara Propertindo atau sebesar Rp 108,967 miliar pada 8 April 2019, meski saat itu status tanah Munjul belum beralih dari Kongregasi CB ke Anja.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Yoory juga setuju membayar sisa pelunasan yaitu Rp 43,596 miliar pada 18 dan 19 Desember 2019, meski tahu tanah Munjul tidak bisa digunakan untuk proyek "Hunian DP 0 Rupiah".
Total uang yang diterima di rekening Anja Runtuwene adalah berjumlah Rp 152.565.440.000 dan telah dipergunakan Anja dan Rudy Hartono, antara lain untuk keperluan operasional perusahaan PT Adonara Propertindo, ditransfer ke PT RHYS Auto Gallery yang masih satu grup dengan PT Adonara maupun keperluan pribadi Anja dan Rudy seperti pembelian mobil, apartemen dan kartu kredit.
Pembelian yang dilakukan oleh Sarana Jaya ini dinilai terlalu mahal dan merugikan keuangan negara.
Yoory sudah dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan pengadaan tanah di Munjul yang tidak sesuai dengan harga seharusnya dan menyebabkan kerugian negara. Dia dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Sementara ketiga swasta yakni tiga bos PT Adonara Propertindo yakni Tommy Ardian selaku Direktur, dan dua pemilik yakni Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar, tingkat banding divonis dengan hukuman 5 sampai 6 tahun penjara.