KPK Puas Vonis 4 Tahun Penjara untuk Eks Bos Lippo Eddy Sindoro

13 Maret 2019 13:59 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
erdakwa kasus dugaan pemberian suap kepada panitera PN Jakarta Pusat Eddy Sindoro menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
erdakwa kasus dugaan pemberian suap kepada panitera PN Jakarta Pusat Eddy Sindoro menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
KPK memutuskan untuk menerima putusan majelis hakim terhadap perkara bekas Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro. Vonis hakim dinilai telah proporsional sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum, sehingga KPK tidak akan mengajukan banding.
ADVERTISEMENT
"KPK telah memutuskan untuk menerima putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis bersalah terhadap Eddy Sindoro," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Rabu (13/3).
"Hal ini karena kami memandang putusan hakim telah proporsional dengan tuntutan yang diajukan KPK sebelumnya," sambungnya.
KPK menilai keputusan majelis hakim telah tepat untuk mempertimbangkan seluruh fakta dan analisis yang muncul di persidangan.
"Selain itu fakta-fakta di persidangan dan analisis JPU juga sudah diterima majelis hakim hingga diputuskan bahwa Eddy Sindoro bersalah melakukan korupsi sebagaimana yang didakwakan," kata Febri.
Eddy Sindoro divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Ia dinilai terbukti menyuap mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, sebesar Rp 877 juta.
ADVERTISEMENT
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Eddy 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.
Menurut hakim, Eddy telah terbukti menyuap Eddy Nasution sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu atau sekitar Rp 727,239,990 (kurs Rp 14.544). Maka total suap adalah sebesar Rp 877.239.90.
Suap diberikan terkait pengurusan dua perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Suap pertama terkait pengurusan perkara PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco) di PN Jakarta Pusat.
Dalam perkara PT MTP, perusahaan tersebut diwajibkan membayar ganti rugi USD 11,1 juta kepada Kymco berdasarkan putusan Singapore International Abitration Centre (SIAC) terkait wanprestasi. Namun, PT MTP tak kunjung membayar hingga akhirnya Kymco mendaftarkan gugatan aanmaning di PN Jakpus.
ADVERTISEMENT
PT MTP tak hadir dalam setiap persidangan, hingga akhirnya perusahaan itu meminta agar sidang aanmaning ditunda. Untuk menunda sidang tersebut, Eddy Sindoro menyuap Eddy Nasution. Uang suap diberikan melalui Dody Aryanto Rp 100 juta.
Suap kedua diberikan agar PN Jakarta Pusat mau menerima pendaftaran upaya peninjauan kembali (PK) perkara niaga yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL) pada 15 Februari 2016.
Padahal, batas waktu pengajuan PK sesuai Pasal 295 ayat (2) UU Kepailitan sudah terlewati. Yakni selama 180 hari sejak putusan kasasi diterima PT AAL pada 7 Agustus 2015. Untuk itu, Eddy Sindoro melalui Dody Aryanto kembali menyuap Edy Nasution sebesar Rp 50 juta dan USD 50 ribu.
Eddy menjalankan aksi suapnya disebut bersama-sama dengan Doddy, pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati. Ervan Adi Nugroho selaku Presiden Direktur PT Paramount Enterprise dan Hery Soegiarto.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Eddy dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.