KPK Sedih Sudah 5 Kali OTT di Riau: Belum Ada Obat Korupsi yang Jos

4 Desember 2024 2:42 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditemui wartawan usai sidang putusan etik di Kantor Dewas KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditemui wartawan usai sidang putusan etik di Kantor Dewas KPK, Jumat (6/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengaku sedih dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pihaknya di Pekanbaru, Riau, pada Senin (2/12) kemarin. Karena, menurutnya, KPK sudah lima kali menjalankan operasi senyap di Provinsi Riau.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi KPK sangat ironi, bersedih. Karena di Provinsi Riau ini mungkin sudah yang kelima," kata Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (4/12) dini hari.
Ghufron mengungkapkan, OTT berulang pada suatu wilayah pun juga terjadi di Bengkulu. Di sana, setidaknya sudah sekitar tiga kali KPK menggelar OTT.
"Jadi hampir berulang-berulang tetapi kita masih belum menemukan obat yang jos untuk memberantas korupsi," ungkap Ghufron.
Oleh karenanya, Ghufron berharap OTT di Pekanbaru ini menjadi yang terakhir kali di wilayah Riau. Ia berharap, ke depan tidak ada lagi korupsi di sana.
"Karena sesungguhnya KPK berharap Indonesia tidak ada korupsi. Dengan cara-cara yang dilakukan dengan pendidikan, dengan cegah maupun pendidikan, itu semua adalah strategi-strategi kita semua untuk memberantas korupsi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Jumpa pers penahanan tersangka OTT di Pekanbaru. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Dalam OTT di Pekanbaru kemarin, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dalam kasusnya, diduga telah terjadi pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru sejak bulan Juli 2024. Pemotongan itu dilakukan untuk kebutuhan Risnandar dan Indra Pomi.
Novin Karmila yang dibantu oleh staf di Bagian Umum Setda diduga mencatat uang keluar maupun masuk terkait pemotongan anggaran Ganti Uang tersebut. Dia juga merupakan pihak yang menyetor pemotongan uang itu kepada Risnandar dan Indra Pomi.
KPK membeberkan salah satu contoh pemotongan anggaran tersebut. Pada November 2024, terdapat penambahan anggaran Setda di antaranya untuk anggaran Makan Minum (APBDP 2024). Dari penambahan ini diduga Risnandar menerima jatah uang sebesar Rp 2,5 miliar.
ADVERTISEMENT
KPK masih mendalami dugaan penerimaan lainnya. Adapun dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang senilai lebih dari Rp 6 miliar.
Atas perbuatannya, para Tersangka dijerat pasal 12 f dan pasal 12 B pada UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.