Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Otoritas Lebanon telah memperingatkan ancaman penyebaran yang cepat dari wabah kolera pada Rabu (19/10). Peringatan disampaikan menyusul menyebarnya wabah serupa di negara tetangga, Suriah.
ADVERTISEMENT
Infrastruktur sanitasi yang buruk dinilai akan meningkatkan risiko penyebaran kolera di Lebanon.
Reuters melaporkan Kementerian Kesehatan telah mencatat 169 kasus kolera terhitung sejak 6 Oktober. Sedangkan jumlah kematian akibat kolera hingga saat ini telah mencapai lima orang. Temuan jumlah kematian ini menjadi yang pertama kali sejak 1993.
Pelaksana tugas Menteri Kesehatan Masyarakat Firass Abiad mengatakan bahwa krisis keuangan, politik, dan kesehatan di Lebanon telah meningkatkan risiko penyebaran wabah di samping infrastruktur sanitasi yang buruk.
Lebih lanjut, Abiad menjelaskan penyebaran kolera ini juga menjadi bukti lemahnya perbatasan antara Lebanon dan Suriah. Abiad mengatakan kasus kolera pertama di Lebanon berasal dari seorang warga negara Suriah yang tinggal di kota di sebelah utara, Akkar.
ADVERTISEMENT
"Sebagian besar kasus kolera ditemukan pada warga negara Suriah. Namun kini mulai ada peningkatan kasus di antara orang Lebanon,” jelas Abiad.
Faktanya, saat ini Lebanon menampung lebih dari satu juta pengungsi Suriah yang mengungsi akibat perang. Warga negara Suriah yang dilanda kemiskinan itu tinggal di kamp pengungsi dengan sanitasi yang buruk. Mereka juga kekurangan air bersih dan sistem pembuangan limbah yang memadai.
“Kurangnya sanitasi membuat kamp yang ramai menjadi area berisiko tinggi,” kata jurnalis Al Kazeera Zeina Khodr dalam pengamatannya di Akkar, Lebanon, Rabu (19/10).
“Kasus tidak lagi terbatas pada kamp-kamp yang berbatasan dengan Suriah, tetapi sejak itu menyebar ke daerah-daerah miskin yang air minum sangat tercemar dan kadang-kadang bercampur dengan air limbah.” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Abiad menjelaskan air yang terkontaminasi digunakan untuk pertanian, menyebarkan penyakit ke buah dan sayuran yang dikonsumsi masyarakat. Sedangkan di satu sisi, infrastruktur air dan sistem perawatan kesehatan terbengkalai akibat krisis keuangan dan ledakan pelabuhan Beirut pada 2020.
“Air yang terkontaminasi di banyak daerah adalah elemen utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus, selain kontaminasi sayuran dari air irigasi. Melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi juga merupakan faktor yang berkontribusi,” kata Abiad.
Faktor risiko lainnya yang mengancam peningkatan penyebaran kolera adalah aliran Sungai Efrat. Sungai ini diyakini sebagai faktor penyebab penyebaran kolera melalui air di Suriah sejak 2009.
Menurut pantauan PBB, hampir dua pertiga dari instalasi pengolahan air di Suriah telah rusak. Sejak saat itulah, mereka memanfaatkan Sungai Efrat sebagai sumber air.
ADVERTISEMENT
Wabah kolera umumnya tertular dari makanan atau air yang terkontaminasi. Mereka yang terinfeksi kolera akan mengalami diare dan muntah. Menurut WHO, kolera dapat membunuh hanya dalam hitungan jam jika tidak diobati. Tetapi banyak dari mereka yang terinfeksi tidak memiliki gejala atau hanya berupa gejala ringan.
Biasanya kolera dapat diobati dengan larutan rehidrasi oral, tetapi kasus yang lebih parah mungkin memerlukan cairan infus dan antibiotik. Di seluruh dunia, penyakit ini mempengaruhi antara 1,3 juta dan 4 juta orang setiap tahun. Kolera juga menyebabkan kematian 21.000 hingga 143.000 kasus per tahun.
Penulis: Thalitha Yuristiana.