Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Lebih dari Seribu Wali Kota Buat Petisi Cegah Perdana Menteri Italia Mundur
18 Juli 2022 16:49 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Wali kota, organisasi bisnis, dan pemimpin serikat pada Minggu (17/7/2022) mendesak Perdana Menteri Italia , Mario Draghi , memikirkan kembali keputusannya untuk mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Italia sedang mengarungi inflasi yang merajalela dan reformasi Uni Eropa. Lebih dari 1.000 wali kota lantas menandatangani petisi untuk mencegah pengunduran diri Draghi.
Para pemimpin kota di negara tersebut merilis surat terbuka. Mereka menyerukan seluruh pihak agar menunjukkan tanggung jawab dalam menanggapi gejolak tersebut.
Asosiasi industri, pertanian, dan perdagangan juga membuat pernyataan serupa. Pihaknya mendesak pemerintah untuk menuntun negara itu melewati ketidakstabilan.
Namun, perpecahan dalam jajaran pemerintah tampaknya menyulitkan upaya tersebut. Prospek pemilihan umum nasional pada September atau Oktober mendatang terlihat semakin mendekat.
"Pemerintah harus berlanjut," tulis petisi yang ditandatangani oleh para wali kota dari Florence ke Roma, dikutip dari AFP, Senin (18/7/2022).
Draghi telah mengajukan pengunduran dirinya pada pekan lalu. Dia membuat keputusan itu usai kehilangan dukungan dari salah satu partai dalam koalisinya, Gerakan Lima Bintang (M5S).
ADVERTISEMENT
Partai tersebut menolak mendukung pemerintah dalam mosi tidak percaya di parlemen. Draghi mengatakan, langkah itu akan menjatuhkan pemerintah.
Draghi lantas menawarkan pengunduran dirinya kepada Presiden Italia, Sergio Mattarella, pada Kamis (14/7/2022). Namun, Mattarella menolak pengunduran diri Draghi.
Matarella meminta Draghi agar mempertimbangkan untuk melanjutkan pemerintahan hingga pemilu pada awal tahun depan.
Matarella turut mendesaknya untuk berpidato di parlemen pada Rabu (20/7/2022). Draghi akan memaparkan rencana, baik untuk bertahan dalam pemerintah atau tetap berpegang pada keputusannya itu.
Matarella mengharapkan, Draghi dapat menemukan konsensus untuk mencegah pemilu. Meski begitu, sumber dari kantor perdana menteri mengungkap, Draghi tidak berniat tunduk pada ultimatum mana pun. Dia tetap bertekad untuk mundur dari jabatannya.
Draghi memenangkan mosi percaya tentang paket tindakan yang bertujuan mengurangi biaya hidup. Tetapi, dia menegaskan, pemerintahannya tidak dapat bertahan tanpa dukungan penuh dari seluruh mitra koalisi.
Kendati demikian, Draghi menghadapi tekanan yang terus meningkat akibat gejolak internasional dan ketegangan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Tanpa pemerintahan yang berfungsi, Italia berisiko kehilangan miliaran euro dalam dana pemulihan pasca-pandemi UE. Situasi itu juga mempersulit perjuangan negara melawan kenaikan biaya energi.
Petisi para wali kota lantas mengecam tindakan M5S. Mantan PM Italia, Silvio Berlusconi, dan pemimpin sayap kanan, Matteo Salvini, mengadopsi pandangan yang sama.
Keduanya memiliki partai dalam koalisi Draghi. Mereka menggambarkan M5S sebagai partai yang tidak dapat diandalkan. Berlusconi dan Salvini mengaku tak bisa memerintah dengan M5S.
"Kota-kota kami tidak mampu menghadapi krisis hari ini yang berarti kelumpuhan dan perpecahan, yang membutuhkan tindakan, kredibilitas, keseriusan," bunyi petisi itu.
"Sekarang, lebih dari sebelumnya, kami membutuhkan stabilitas, kepastian, dan konsistensi untuk melanjutkan transformasi kota-kota kami," sambungnya.
M5S telah terbelah pula oleh pertikaian internal. Partai populis itu tidak akan mengundurkan diri dari koalisi. Namun, M5S meminta Draghi agar memberikan jaminan untuk memberlakukan kebijakan mereka, seperti upah minimum.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak dapat berbagi tanggung jawab pemerintah bila tidak ada kepastian atas masalah yang telah kami tekankan," tegas pemimpin M5S, Giuseppe Conte.