Lebih Dekat dengan Khalsa, 'Pasukan Jihad' Agama Sikh yang Sudah Dibaptis

26 Agustus 2022 18:34 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaspal, umat Sikh yang sudah dibaptis. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jaspal, umat Sikh yang sudah dibaptis. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekitar 70 umat Sikh berbondong-bondong melepas alas kaki dan bergegas menuju ke dalam Gurdwara, Tanjung Priok. Mereka datang untuk mendengarkan puji-pujian dari kitab suci Shree Guru Granth Saheb Ji pada Minggu (14/8).
ADVERTISEMENT
Umat Sikh terlihat mengenakan pakaian terbaiknya untuk beribadah. Perempuan memakai balutan pakaian dengan kain bercorak khas India disertai selendang panjang untuk menutupi bagian kepala. Sementara, laki-laki penganut Sikh memakai turban yang lilitannya terlihat besar dan berat. Akan tetapi, ada juga yang hanya mengenakan selampai untuk menutupi bagian atas kepala.
Infografik Serba-serbi Agama Sikh. Foto: kumparan
Jaspal, seorang penganut Sikh yang telah lama tinggal di Tanjung Priok menjelaskan, penggunaan turban hanya wajib ketika berada di Gurdwara dan bagi seorang Khalsa. Khalsa merupakan semacam gelar yang diberikan kepada penganut Sikh dan telah mengikuti prosesi pembaptisan, Amrit Sanskar.
Sistem ini terbilang unik, karena mereka yang telah dibaptis (Khalsa) juga kerap disebut sebagai 'Pasukan Jihad'. Lantas, apa sebenarnya 'Pasukan Jihad' itu?
ADVERTISEMENT

Mengenal Amrit

Sebelum sampai jawaban tersebut. Kita perlu memahami apa itu Amrit. Amrit merupakan upacara inisiasi yang berlaku bagi umat Sikh sebagai tanda bahwa mereka telah dibaptis. Tanggung jawab seorang Sikh yang telah mengikuti pembaptisan terbilang cukup berat. Mereka harus mampu menjalankan beberapa aturan yang perlu diemban untuk menjadi seorang Sikh 'sejati'.
Memang tidak ada minimal usia ketika seseorang ingin mengikuti pembatisan umat Sikh. Yang justru jadi persoalan adalah apakah seseorang itu mampu menjalani kewajiban tersebut atau tidak.
Penganut Sikh sedang membaca Shree Guru Granth Sahib. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
"Tidak ada minimal umur saat melakukan baptis di Sikh, umur 17 tahun pun boleh. Yang penting mereka bisa jalanin atau tidak. Tanggung jawabnya memang besar. Misalnya, untuk perempuan hawa nafsunya bisa ditahan atu tidak. Bisa jujur tidak, tahan untuk tidak berbuat bohong? bisa sembahyang 3 kali sehari tidak. Misalnya anda mau jadi 'pasukan jihad', pakai kayak ginian (senjata), tapi tidak bisa sembahyang, mau gimana caranya mengajarkan orang. Kita harus bisa kontrol diri sendiri," jelas Jaspal.
ADVERTISEMENT
Jadi bagi orang Sikh yang merasa sudah cukup memahami dan mampu berkomitmen secara mendalam terhadap agamanya, mereka bisa mengikuti proses inisiasi Amrit.
Prosesi upacara pembaptisan berlangsung di Gurdwara. Penganut Sikh yang menjadi peserta harus berada di dalam Gurdwara sebelum kitab suci Guru Granth Saheb Ji ditempatkan di sebuah altar yang berbentuk kubah.
Prosesi dilaksanakan oleh 5 orang Sikh yang sudah mengikuti pembaptisan sebelumnya atau disebut sebagai Khalsa. Kelima orang ini merepresentasikan nilai Panj Piyaras atau bentuk tanggung jawab yang harus dijalani umat Sikh yang mengikuti Amrit. Isi dari nilai Panj Piyaras, yaitu:
Menghormati Shree Guru Granth Saheb Ji (kitab suci). Foto: Rinjani Meisa/kumparan
Setelah itu, umat Sikh yang dibaptis akan berada di depan sebuah mangkuk besar berisikan air dan gula kristal. Kelima Khalsa nantinya akan membimbing prosesi inisiasi sambil memegang mangkuk dan menggenggam pedang baja atau Kirpan dengan membaca doa-doa kitab Shree Guru Granth Saheb Ji.
ADVERTISEMENT
Ketika prosesi tersebut telah selesai, Khalsa akan menyipratkan air yang berada di mangkuk tersebut ke bagian mata dan peserta yang tengah mengikuti pembaptisan. Lalu, meminta inisian meminum air tersebut. Selama prosesi berlangsung, baik peserta maupun Khalsa akan terhanyut dalam lantunan doa-doa berisi pujian dan dilarang berisik, bahkan mengobrol.
"Tidak boleh ada foto-foto atau suara-suara berisik, seperti mengobrol karena selama proses pembaptisan berlangsung semua khusyu dalam proses ritual, hening, sambil mendengarkan puji-pujian yang berada di Shree Guru Granth Saheb Ji," kata Jaspal.
Guru Gobind Singh atau Guru ke-10 umat Sikh-lah yang memperkenalkan ritus pembaptisan ini. Penemuan Amrit terjadi pada tahun 1699 ketika Guru Gobind Singh awalnya menemui seorang Khalsa.
ADVERTISEMENT

Khalsa dan 'Pasukan Jihad'

Khalsa merupakan sebutan bagi penganut Sikh yang telah mengikuti Amrit Sanskar. Jaspal menggambarkan 'Khalsa' seperti gelar 'Haji' yang disematkan pada orang Islam. Khalsa juga dianggap sebagai 'Pasukan Jihad' oleh orang-orang Sikh.
"Orang-orang kita ini disebut, orang-orang Khalsa. Khalsa itu pasukan jihad. Kalau di Islam, ke makah misalnya itu kan naik haji, kemudian dipanggil haji. Nah, kalau orang Sikh itu dibaptis, sebutannya jadi Khalsa," kata Jaspal.
Umat Sikh yang telah melakukan Amrit nantinya akan memiliki semacam nama keluarga 'baru' sebagai tanda bahwa dirinya merupakan seorang Khalsa. Bagi Khalsa perempuan, mereka mengambil nama keluarga Kaur yang menandakan status seorang pangeran. Sementara, untuk laki-laki nama yang tersematkan adalah Singh yang menandakan keberanian raja singa.
ADVERTISEMENT
Infografik Filosofi '5 Ks' dalam Agama Sikh. Foto: kumparan
Hal esensial lain yang didapatkan seorang Khalsa adalah pemberian 5 Ks. Mereka yang telah melakukan Amrit diberikan 5 Ks dan Khalsa bertanggung jawab penuh menjalankan kelimanya. Simbol 5 Ks juga mengartikan bahwa antar-Khalsa memiliki keterikatan yang kuat bersama-sama dan mengabdi sepenuhnya kepada Guru.
Salah satu Ks menggambarkan bahwa umat dilarang menggunting rambut, jenggot pada laki-laki, dan alis pada perempuan. Tumbuhnya rambut diasosiasikan dengan simbol terkait kesucian dan kekuatan. Rambut menjadi eksistensi dari ciptaan Tuhan sebagai 'hadiah' dari-Nya yang harus diterima.
Selain itu, terdapat Kara atau penggunaan gelang baja. Jaspal menggunakan gelang baja dalam beberapa bentuk. Salah satu yang menarik adalah gelang baja yang beratnya hingga 1 kg. Ia juga memakai gelang dengan bentuk bergerigi sebagai simbol borgol bagi hawa nafsunya dan pengingat untuk selalu berbuat baik.
Kara, gelang baja yang dipakai seorang Khalsa. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
"Kita ada 5 Ks, pertama ada rambut. Kita dari lahir sampai sekarang rambut tidak boleh potong. Kedua ada sisir (di dalam turban), jadi dalam medan perang apa pun, kita tidak perlu membeli sisir, karena sudah ada sisir sendiri yang bahannya dari kayu bukan dari plastik. Ketiga, ada Kara, ini gelang dari baja. Ini seperti borgol bagi kita kalau mau berbuat jahat. Jadi ini sebagai peringatan. Lalu, ada gelang ini juga untuk pertahanan diri, beratnya 1 Kg," jelas Jaspal.
ADVERTISEMENT
Kara menjadi simbol yang memiliki pemaknaan kesopanan. Selain menjadi pengingat untuk tidak berperilaku buruk, gelang ini juga menunjukkan keterikatan seorang Sikh dengan Guru.
Kemudian, ada Kanga atau sisir kayu. Sisir ini selalu terselipkan di bagian dalam turban yang terlilit di atas kepala. Hal ini merepresentasikan soal pikiran dan badan yang bersih. Selain itu, sisir kayu juga menjadi pengingat bahwa mereka harus merawat tubuh yang telah diciptakan oleh Tuhan.
Selain itu, ada pula Kaccha atau penggunaan celana dalam khusus dengan panjang selutut. Pakaian ini dahulu memang diperuntukkan bagi prajurit Sikh pada abad ke-18 dan 19. Makna dari simbol ini adalah tentang kesucian. Bagi Jaspal, celana dalam khusus tersebut juga sebagai pengingat untuk tidak berzina atau menduakan istrinya, karena hukumnya haram.
ADVERTISEMENT
Terakhir, terdapat Kirpan yang berarti pedang. Senjata ini diperuntukkan bagi kelompok Khalsa. Untuk ukuran dan bentuk, tidak ada ketentuan pasti. Namun, Jaspal memiliki 2 ukuran, besar dan kecil. Ketika ia sedang keluar rumah, Jaspal hanya mengantongi Kirpan dengan ukuran kecil saja. Ia khawatir apabila membawa yang besar, pihak otoritas keamanan akan mempertanyakan maksud tujuan memakai senjata tersebut.
Kirpan ukuran besar yang ada di Gurdwara. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
Kirpan kecil milik Jaspal. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
Kirpan sendiri melambangkan persoalan spiritual, prajurit dari 'Pasukan Jihad', membela yang baik dan lemah, memperjuangkan keadilan, dan metafor dari Tuhan.
Bagi Jaspal yang merupakan seorang Khalsa, ia memiliki tanggung jawab begitu besar untuk memperjuangkan kebaikan. Sebutan 'Pasukan Jihad' jika diselaraskan dengan era kontemporer saat ini, Jaspal menyebut membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dan tertindas menjadi arena mereka untuk berjihad.
ADVERTISEMENT
"Siapa saja yang mau jadi Khalsa silakan. tetapi ada pantangan-pantangan yang harus dijalani. Pertama, kita harus melihat perempuan sebagai kakak atau adik kita sendiri. Kedua, kalau ada orang susah atau orang tertekan, saya wajib bantu itu orang. Wajib jalankan ibadah sehari 3 kali, dengan membaca intisari dari kitab yang ada di Gurdwara," jelas Jaspal.

Cerita Jaspal soal Berjihad

Jaspal selalu menyebut-nyebut Khalsa sebagai 'Pasukan Jihad'. Selain karena Sikh sendiri lahir dari sebuah pasukan, tetapi jika diproyeksikan untuk era saat ini, kata 'Jihad' menjadi prinsip bagi Jaspal untuk menolong orang yang sedang mengalami penindasan.
Salah satu aksi yang pernah dilakukan Jaspal dan Khalsa lainnya adalah ketika mereka menolong pelacur yang sedang dipersekusi oleh warga sekitar. Saat itu, Jaspal dan teman-temannya sedang berkumpul bersama di sebuah warung. Jaspal juga tak menampik bahwa kawasan tempat tinggalnya di Tanjung Priok memang banyak Pekerja Seks Komersial (PSK).
Jaspal, penganut Sikh asal Tanjung Priok. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
Akhirnya Jaspal bersama teman-temannya menghampiri PSK yang dibubarkan oleh warga. Menurut Jaspal, perempuan tersebut jelas tengah mengalami penindasan. Ia merasakan 'Pasukan Jihad' yang diajarkan dalam Sikh, salah satuya dapat ia terapkan dengan membela perempuan.
ADVERTISEMENT
"Misalnya kalau ada perempuan keluar malam ya kita gak bisa ngelarang-ngelarang mereka, kecuali kalau misalkan dia ngasih kerjaan lain. Lagian kasian mereka ada keluarga yang harus dibiayai, boleh saja kita stop asalkan kita bisa kasih kerjaan. Saya pernah menolong PSK yang mau digrebek, buat saya itu mati jihad, karena saya bantu perempuan. Setelah itu kita antar ke rumahnya mereka masing- masing. Agama saya mengatakan kalau kamu mau ngelarang-larang orang, kamu harus bisa tanggung jawab. Kasih dia nafkah, baru boleh. Kita tidak berhak melarang orang yang sedang mencari makan," tegas Jaspal.
Bagaimana Jaspal sangat menghargai perempuan, tercermin dari prinsipnya untuk tidak pernah menduakan istri sendiri. Terlebih lagi, Sikh juga melarang pelaksanaan pernikahan lebih dari satu kali. Jaspal pun sangat mengupayakan untuk menikah sekali seumur hidup.
ADVERTISEMENT
"Kami haram menikah dua kali. Enggak punya anak, makanya ingin nikah lagi, itu bullsh*t. Dokter ada, minta sama Tuhan bisa, Tuhan pasti kasih. Itu mah alasan saja pengin nikah lagi. Pokoknya menikah untuk seumur hidup. Selain, misalnya istri meninggal, itu lain cerita," jelas Jaspal.
"Kalau dia pakai kaya gini (turban), kita tidak boleh menikah lebih dari 2 kali. Kalau kita punya hati nurani, istri juga punya. Rumah tangga hancur kenapa? karena gak sejajar, satu sama lain enggak bisa meredam ego masing-masing. Nikah cuma sekali. Di agama kami, tidak dianjurkan untuk cerai," tambahnya.