Lin Che Wei Divonis 1 Tahun Penjara, Terbukti Korupsi CPO

4 Januari 2023 16:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 24 Juli 2023 9:12 WIB
Anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kiri) bersiap menjalani sidang dakwaan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kiri) bersiap menjalani sidang dakwaan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei divonis 1 tahun penjara. Majelis hakim menilai Lin terbukti melakukan korupsi dalam Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan.
ADVERTISEMENT
"(Menjatuhkan hukuman) selama 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan,” kata hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/1).
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim ialah:
Hal Memberatkan
Hal Meringankan
Lin dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider, pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan primer tak terbukti.
ADVERTISEMENT
Dalam vonisnya tersebut, hakim menilai Lin terbukti memperkaya sejumlah korporasi yakni:
Pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp 1.693.219.882.064.
Kedua, perusahan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp 626.630.516.604.
Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh Lin bersama-sama dengan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
ADVERTISEMENT
Caranya, dilakukan secara melawan hukum. Diduga dia bersama para terdakwa lainnya mengkondisikan perusahaan agar dapat izin PE CPO.
Setelah mendapatkan izin PE CPO, para perusahaan tersebut tak menjalankan kewajibannya untuk memasok kebutuhan dalam negeri DMO sejumlah 20 persen dari total ekspor CPO atau RDB Palm Olein.
Sehingga terjadi kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar (Rp 1.658.195.109.817,11), Grup Permata Hijau (Rp 186.430.960.865,26) dan Grup Musim Mas (Rp 1.107.900.841.612,08).
Hakim menilai kerugian negara ini hanya sebatas Rp 2.952.526.912.294,45 saja. Tidak sampai Rp 6 triliun sebagaimana dakwaan jaksa.
Masih dalam dakwaan, Lin didakwa menyebabkan kerugian perekonomian negara karena perbuatannya memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan, berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya sebesar Rp 10.960.141.557.673.
Namun, hakim menilai hal tersebut tak bisa dijadikan dasar atas dakwaan. Sebab hanya merupakan asumsi, bukan riil terjadi. Sehingga tak bisa dibuktikan.
Dalam vonisnya, ada satu hakim yang memiliki pandangan berbeda dari hakim lainnya atau dissenting opinion. Hakim Agus Salim menilai Lin tak terbukti korupsi.
Berikut beberapa alasannya, di antaranya:
ADVERTISEMENT