Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lokomotif di Balik Gerakan #2019GantiPresiden
3 September 2018 9:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Raut wajah Mardani Ali Sera berseri-seri. Ia baru saja menemui rekan-rekannya sesama pegiat #2019GantiPresiden yang mendatangi gedung parlemen, Selasa (28/8), untuk mengadu kepada pimpinan DPR soal persekusi terhadap pentolan gerakan mereka.
ADVERTISEMENT
Persekusi itu tak dinyana berbuah popularitas. Semacam blessing in disguise, gerakan #2019GantiPresiden justru kian bergaung.
“Di lapangan, kami merasakan semangat perlawanan teman-teman meningkat. Ini belum tentu positif. Yang positif bila ada kanal untuk menyampaikan tujuan kami pada acara deklarasi,” ujar Mardani kepada kumparan. Namun, tiap deklarasi #2019GantiPresiden hendak digelar, insiden hampir pasti terjadi, termasuk persekusi dan pembatalan acara.
Demi terselenggaranya deklarasi #2019GantiPresiden, Mardani bahkan tak keberatan diintai intelijen. “Ada seribu intel juga boleh. Catat saja kalau Mardani salah omong (saat orasi). Memang tugas intel mencatat, lalu melaporkan. Sederhana.”
Meski kesal dengan persekusi terhadap rekan-rekannya, Mardani tetap berbangga hati. Menurutnya, #2019GantiPresiden berhasil membuat kubu Jokowi khawatir. Bila tidak, untuk apa tokoh-tokoh gerakan yang ia inisiasi itu dipersekusi?
ADVERTISEMENT
Selisih satu hari saja, dua tokoh #2019GantiPresiden diadang. Neno Warisman dikepung di Pekanbaru, Riau, pada Sabtu (25/8), sedangkan Ahmad Dhani dicegat di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/8). Keduanya ketika itu hendak menggelar deklarasi #2019GantiPresiden.
Mardani jauh lebih beruntung. Ketua DPP PKS yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu tak pernah diusir seperti Neno dan Dhani walau ia penggagas gerakan #2019GantiPresiden.
Kala bertandang ke Kubu Raya, Kalimantan Barat--pada hari yang sama dengan pengadangan Dhani di Surabaya, untuk menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden, Mardani tak sampai dihalangi. Namun ia dikawal ketat polisi hingga tak berkutik, dan acara selesai lebih dulu dari yang dijadwalkan atas permintaan aparat.
“Saya bertanggung jawab sebagai inisiator (gerakan #2019GantiPresiden), tapi belakangan dia sudah menjadi social movement,” kata Mardani, jemawa.
ADVERTISEMENT
Gagasan #2019GantiPresiden terbesit saat Pilkada DKI Jakarta 2017 memanas. Ketika itu, #2019GantiPresiden di Twitter beroleh respons cepat netizen. Tagar itu disambar dengan like dan retweet bertubi.
Trending #2019GantiPresiden di Twitter kemudian dibahas oleh Indonesia Lawyers Club pada 27 Februari 2018. Pada talkshow bertajuk Jokowi Semakin Kuat? itu, Mardani tak pernah alpa mengucapkan #2019GantiPresiden.
Ia juga mengenakan gelang karet bertuliskan #2019GantiPresiden bersama Wasekjen Gerindra Fadli Zon dan Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo.
“Penggunaan gelang karet tidak lain untuk mengampanyekan #2019GantiPresiden. Ini sebagai sarana komunikasi dengan generasi milenial,” tulis Mardani dalam bukunya yang berjudul sama seperti gerakan yang ia pelopori, #2019GantiPresiden.
Gayung bersambut. Para simpatisan ikut kreatif membuat aksesoris dan mencetak kaus bertuliskan #2019GantiPresiden. Gerakan itu kian riuh.
Telinga Jokowi sempat gatal mendengar #2019GantiPresiden. Saat mengumpulkan seribu relawan pada acara Konvensi Nasional Galang Kemajuan di Puri Begawan, Bogor, Sabtu (7/4), ia berkelakar, “Masa kaos bisa sampai ganti presiden.”
ADVERTISEMENT
Tiga pekan kemudian, Minggu (29/4), terjadi insiden terhadap Susi Ferawati, simpatisan Jokowi yang mengenakan kaos bertuliskan #DiaSibukKerja di Car Free Day Bundaran HI, Jakarta. Ia diintimidasi ketika melintas di tengah kerumunan orang yang memakai kaus #2019GantiPresiden.
Tak pelak, #2019GantiPresiden menuai cemooh. Namun kemudian, intimidasi juga menimpa para aktivis #2019GantiPresiden, membuat gerakan itu kembali naik daun.
Rekan Mardani, Eggi Sudjana, berdecak kagum dengan perkembangan gerakan #2019GantiPresiden. Ia ingat Mardani pertama kali mengucapkan kata #2019GantiPresiden pada acara ulang tahun Radio Dakta di Bekasi, dan membagi-bagikan kaus #2019GantiPresiden kepada peserta diskusi.
Menurut Eggi, #2019GantiPresiden ialah ide orisinal Mardani, dan ultah Radio Dakta dijadikan momen koordinasi gerakan tersebut untuk kali ketiga.
“Waktu awal gerakan, belum ada Neno Warisman. Yang ada Mardani Ali bagi-bagi kaos #2019GantiPresiden. (Gerakan) sudah terbentuk, sudah action,” kata Eggi--yang kini maju caleg dari Partai Amanat Nasional--saat berbincang dengan kumparan di kantornya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Sementara Titi Widoretno Warisman yang kondang dengan nama Neno Warisman, mengatakan ia dan Abu Jibril Fuad sesungguhnya juga inisiator #2019GantiPresiden. Namun tak seperti Mardani yang kerap tampil di luar, Neno dan Jibril Fuad semula sibuk di belakang panggung.
Neno dan Jibril Fuad baru muncul ke permukaan setelah #2019GantiPresiden menggelar deklarasi di tingkat pusat dan daerah. Keduanya, bersama Mardani, berbagi tugas untuk memenuhi undangan deklarasi di berbagai daerah.
Tokoh lain seperti Ahmad Dhani selanjutnya dirangkul karena memang memiliki kedekatan. Neno-lah yang mengajak Dhani menghadiri undangan deklarasi di Surabaya--yang berakhir dengan pengadangan--pada 26 Agustus.
“Kami kan berteman. Waktu itu saya nggak bisa datang ke Surabaya, lalu orang Surabaya-nya minta Dhani yang wong Suroboyo, wong Jawa Timur. Terus saya hubungi Dhani, ‘Nih Dhan, dulurmu njaluk (saudaramu minta).’ Dhani nggak bicara sebagai orang Gerindra, tapi individu,” tutur Neno kepada kumparan, Kamis (30/8).
ADVERTISEMENT
Menurut Neno, #2019GantiPresiden murni gerakan sosial yang tak berafiliasi dengan partai politik pendukung calon presiden. Neno sendiri mengaku tak memiliki ikatan apa pun dengan parpol mana pun.
Senada, Mardani menyatakan #2019GantiPresiden belum berkiblat pada salah satu capres-cawapres, meski jelas-jelas capres nonpetahana hanya Prabowo.
Di sisi lain, gerakan #2019GantiPresiden tak dapat ditampik terlihat cukup rekat dengan koalisi pendukung Prabowo-Sandi. Jibril Fuad misalnya, menurut politisi PKS Mahfuz Sidiq, sejak dulu merupakan pendukung Prabowo.
Dalam gerakan itu, ada pula Syamsul Balda, mantan wakil presiden Partai Keadilan--yang keluar dari partai itu semenjak PK berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera.
Syamsul Balda masuk dalam rombongan Neno ketika deklarasi #2019GantiPresiden hendak digelar di Pekanbaru. “Karena dia doktor di bidang ekonomi, mungkin banyak memberi masukan terkait isu ekonomi,” kata Mahfuz. Balda sendiri tak merespons ketika dihubungi kumparan.
Kedekatan dengan parpol juga terlihat pada rencana deklarasi #2019GantiPresiden di Aceh yang kini ditunda. Partai Keadilan Sejahtera mengirim undangan resmi kepada kadernya, termasuk Nasir Djamil--anggota Fraksi PKS DPR RI asal daerah pemilihan Aceh, untuk menghadiri acara tersebut.
ADVERTISEMENT
Sedianya dalam deklarasi itu Nasir diundang untuk memberikan orasi. Namun ia justru heran ketika melihat stempel DPP PKS di kop surat undangan. Menurut Nasir, selama ini DPP PKS tak pernah mengarahkan atau memobilisasi anggotanya untuk ikut dalam barisan #2019GantiPresiden meski pencetus gerakan itu, Mardani, notabene kader PKS.
“Semua diserahkan kepada inisiatif individu. Saya enggak tahu apakah ada perubahan soal itu,” kata Nasir kepada kumparan.
Ahmad Dhani yang maju sebagai caleg Gerindra dari dapil Jawa Timur, ingin memanfaatkan #2019GantiPresiden untuk menggaet dukungan bagi Prabowo. Meski Gerindra belum memaklumatkan apapun, Dhani berniat membentuk kelompok sendiri dengan menggunakan gerakan tersebut.
“Saya kan termasuk juru kampanye nasional. Kampanye saya ya Ganti Presiden,” ucap Dhani sewaktu berbincang dengan kumparan di kediamannya, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (29/8).
ADVERTISEMENT
Apa pun skenario dan kepentingan politik pegiat #2019GantiPresiden, gerakan tersebut terus menggelinding, menyatukan kelompok-kelompok anti-Jokowi di berbagai daerah.
Juru Bicara Deklarasi #2019GantiPresiden Surabaya Tjetjep Mohammad Yasien, misalnya, semula bergabung dengan gerakan Asal Bukan Jokowi. Selanjutnya ketika #2019GantiPresiden bergulir, ia turut serta menggelar deklarasi di Surabaya.
Tjetjep bergabung dengan #2019GantiPresiden sejak deklarasi nasional gerakan itu di Jakarta. Ia mengaku punya visi serupa dengan para pegiat gerakan itu. Tjetjep juga berdiri satu barisan dengan mereka sejak Aksi 212 yang menuntut pemidanaan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Padahal, pada 2014 Tjetjep bersama kubu Jokowi. Nama Tjetjep waktu itu dicatat KPU sebagai salah satu caleg Hanura untuk DPRD Jawa Timur. Namun ia gagal dan kembali pada rutinitasnya sebagai pengacara.
ADVERTISEMENT
“Saya dulu inginnya Pak Gatot Nurmantyo. Tapi kan enggak jadi, akhirnya saya bergabung dengan (kelompok) Asal Bukan Jokowi. Sebagian teman-teman ada yang ingin ke Yusril Ihza Mahendra,” jelasnya.
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai #2019GantiPresiden sengaja membangun solidaritas untuk membangkitkan militansi oposisi. Mereka meraup segala kelompok yang berdiri di seberang pemerintah.
“Yang mereka kejar bukan meraih pendukung Jokowi, tapi menambah militansi anti-Jokowi,” ujar Yunarto.
Meski begitu, ia tak yakin gerakan tersebut akan menggerus suara Jokowi. Menurutnya, militansi pendukung Prabowo dan Jokowi hampir sama seperti pada Pemilu 2014.
Pendapat serupa datang dari Direktur Eksekutif PoliticaWave, Yose Rizal. Berdasarkan analisis lembaganya yang memantau secara sistematis percakapan di media sosial, terlihat bahwa lingkaran pengguna #2019GantiPresiden konstan saja.
ADVERTISEMENT
“Dari dulu circle atau universe social media kubu non-Jokowi ya seperti itu. Tidak membesar, tidak menguat. Kelebihan tagar 2019GantiPresiden ialah konsisten dipakai untuk membicarakan hal-hal yang bisa memberi sentimen negatif kepada Jokowi,” kata Yose.
#2019GantiPresiden yang relatif tak mengancam Jokowi, justru membesar kala para pegiatnya menerima perlakuan buruk, seperti pengepungan terhadap Neno Warisman dan Ahmad Dhani akhir Agustus.
“Mereka (gerakan #2019GantiPresiden di medsos) kecil-kecil saja kalau dibiarkan. Mau deklarasi, biarkan. Dijaga saja sama aparat. Tapi sekali terjadi insiden seperti Neno tertahan di mobil, impact-nya di medsos langsung besar seperti sekarang karena ia dapat simpati,” ujar Ismail Fahmi, pendiri Media Kernels Indonesia yang memonitor dan menganalisis medsos dan media berplatform online.
ADVERTISEMENT
Ismail Yusanto, eks Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia yang juga mendukung #2019GantiPresiden, mengingatkan gerakan terus menguat bila aparat semena-mena.
“Fungsi polisi untuk melindungi kegiatan masyarakat. Masa mau menyelenggarakan kegiatan, lalu yang diminta pergi adalah orang yang menggelar kegiatan, bukan orang yang mau mengganggu. Mestinya kan yang disuruh pergi itu yang mau mengganggu,” kata dia.
------------------------
Simak selengkapnya Di Balik #2019GantiPresiden di Liputan Khusus kumparan.