Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Luhut: 50% Mangrove Indonesia Rusak, Padahal Bantu Serap Banyak Karbon
12 Desember 2018 3:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Keberadaan hutan bakau atau mangrove dianggap dapat mengurangi banyak emisi karbon dari sektor kelautan. Namun, menurut Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, 50 persen mangrove Indonesia rusak akibat abrasi.
ADVERTISEMENT
“Mangrove seluruh dunia itu hampir 32 persen di Indonesia. Sekarang dari 32 persen hampir 50 persennya rusak, padahal mangrove itu salah satu yang menyerap banyak karbon. Nah itu kita replanting lagi,” jelas Luhut di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP ke-24 di Katowice, Polandia, Selasa (11/12).
Luhut pun menyoroti minimnya perhatian masyarakat terhadap masalah kerusakan mangrove Indonesia. Sebab menurutnya, selama ini masalah lingkungan hanya dikaitkan dengan hutan dan deforestasi saja.
“Makanya banyak orang ngomongin deforestasi, itu saja yang diomongin, padahal deforestasi kita sudah moratorium. Kan mangrove juga penting,” kata Luhut.
Luhut menyoroti masalah ini tanpa sebab. Dalam strategi implementasi kontribusi pengurangan emisi karbon yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC), sektor kelautan tak masuk dalam strategi tersebut.
ADVERTISEMENT
Target penurunan emisi karbon hanya datang dari lima sektor. Yakni kehutanan sebesar 17,2 persen, energi sebesar 11 persen, limbah sebesar 0,38 persen, pertanian sebesar 0,32 persen, dan industri sebesar 0,1 persen.
Dalam NDC itu, Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon hingga 29 persen atau 2,8 giga ton, pada 2030. Target tersebut bisa meningkat hingga 41 persen jika mendapatkan bantuan internasional.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nubaya Bakar, Indonesia telah berhasil mengurangi emisi karbon hingga 820 juta ton pada 2016.
Kemudian Indonesia menargetkan penurunan emisi hingga 0,8 giga ton, pada 2018. Komitmen ini berdasarkan Perjanjian Perubahan Iklim Paris atau Paris Agreement terbit saat COP ke-21 pada 2015 di Kota Paris. Perjanjian Paris itu berisi tentang kesepakatan mengawal pengurangan emisi gas karbon atau gas rumah kaca yang berlaku sejak 2020.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Paris dibuat sebagai komitmen dunia untuk membatasi laju pemanasan global hingga di bawah 1,5-2 derajat celcius, selambat-lambatnya pada 2030.