Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mahfud MD: Menuduh Orang Pakai Jilbab sebagai Manusia Gurun Salah Besar
1 Mei 2022 8:57 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Belakangan ini sosok Budi tengah viral. Musababnya, karena tulisan yang ia buat.
Dalam tulisannya di Facebook, Budi menyinggung soal ada 12 mahasiswi calon penerima Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kemenkeu yang dia uji berpikiran terbuka.
Budi Santosa merupakan salah satu penguji calon penerima LPDP tersebut. Dia mengatakan, dari segi berpakaian, tidak ada satu pun mahasiswi tersebut yang menutup kepala ala 'manusia gurun'.
Hal tersebutlah yang kemudian dikomentari oleh Mahfud MD. Menko Polhukam ini mengatakan pernyataanBudi salah besar.
"Pakaian yang Islami itu adalah niat menutup aurat dan sopan: modelnya bisa beragam dan tak harus pakai cadar atau gamis. Model pakaian adalah produk budaya," kata Mahfud MD di Twitter, Minggu (1/5).
ADVERTISEMENT
"Maka itu menuduh orang pakai penutup kepala seperti jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dan lain-lain sebagai manusia gurun adalah salah besar," sambung Mahfud MD.
Statement ini juga disahuti oleh Ketua MUI Cholil Nafis. "Pengalaman saya yang pernah 2 tahun jadi viewer LPDP itu ada panduan wawancaranya. Apakah “prof” ini tidak termasuk pelanggatan etika yang harus ditindak karena dia sedang bekerja untuk pemerintah dan bangsa juga karena keahliannya? Menghapus cuitnya tak cukup karena hanya menghilangkan jejak aja," tulisnya.
Orang Berhijab Pandai dan Toleran
Lebih lanjut, terkait hijab, Mahfud mengatakan, sejak tahun 1990-an banyak sekali profesor-profesor di kampus besar seperti UI, ITB, UGM, IPB, yang tadinya tidak berjilbab menjadi berjilbab. Dia mencontohkan beberapa orang di antaranya.
ADVERTISEMENT
"Ibu Dirut Pertamina dan Kepala Badan POM juga berjilbab. Mereka juga pandai-pandai tapi toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan dalam nasionalisme yang ramah," ucap Mahfud.
Mahfud MD juga mengomentari pernyataan Budi yang memuji mahasiswa peserta LPDP karena saat dites mereka tidak menggunakan kata-kata agamis. Menurut Mahfud hal itu tidak bijaksana.
"Memuji-muji sebagai mahasiswa/mahasiswi hebat hanya karena mereka tidak memakai kata-kata agamis, 'Insyaallah, qadarallah, syiar' sebagaimana ditulis oleh Rektor ITK itu juga tidak bijaksana," kata Mahfud.
"Itu adalah kata-kata yang baik bagi orang beriman, sama dengan ucapan Puji Tuhan, Haleluya, Kersaning Allah, dan lain-lain," sambung Mahfud.
Tulisan Budi itu menjadi polemik di media sosial sejak Jumat (29/4), bahkan trending di Twitter hingga hari ini. Banyak yang mengkritik tulisan Budi Santosa berbau rasial.
ADVERTISEMENT
Politikus Gerindra Fadli Zon yang menilainya "terpapar Islamofobia" dan Ketua MUI Cholil Nafis menilai Budi tak layak menjadi penyeleksi pendaftar LPDP yang anggarannya berasal dari uang rakyat.
Statement ITK
ITK -- PTN yang berdiri pada 2014 -- pun angkat bicara. ITK yang berbasis di Balikpapan ini menegaskan tulisan Budi itu merupakan tulisan pribadi Budi yang tak berkaitan dengan kampus.
"Dengan ini kami informasikan bahwa tulisan Prof. Budi Santosa Purwokartiko tersebut merupakan tulisan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK," bunyi keterangan ITK di akun Twitter yang dikutip Sabtu (30/4).
Karena itu, pihak kampus meminta tanggapan terkait tulisan itu tak dikaitkan dengan ITK.
"Mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik oleh media maupun para netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK, dan awak media atau para netizen dapat langsung berkomunikasi dengan Beliau," bunyi keterangan ITK.
ADVERTISEMENT
Belum ada pernyataan dari Budi mengenai tulisan tersebut. Namun, tulisannya di Facebook sudah tak bisa dibaca masyarakat umum lagi karena telah diprivat.
***
Ikuti program Master Class, 3 hari pelatihan intensif untuk para pelaku UMKM, gratis! Daftar Sekarang DI LINK INI .