Marine Le Pen Minta Semua Masjid Garis Keras di Prancis Ditutup

6 Oktober 2022 18:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marine Le Pen, kandidat partai Rally Nasional berpidato setelah kekalahannya dalam putaran kedua pemilihan presiden Prancis 2022, di Pavillon d'Armenonville, di Paris, Prancis, Minggu (24/4/2022). Foto: Sarah Meyssonnier/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Marine Le Pen, kandidat partai Rally Nasional berpidato setelah kekalahannya dalam putaran kedua pemilihan presiden Prancis 2022, di Pavillon d'Armenonville, di Paris, Prancis, Minggu (24/4/2022). Foto: Sarah Meyssonnier/REUTERS
ADVERTISEMENT
Politikus sayap kanan Prancis Marine Le Pen mendesak pemerintah untuk menutup lebih banyak masjid. Tindakan Le Pen diambil usai 24 masjid ditutup di seluruh Prancis.
ADVERTISEMENT
Penutupan puluhan tempat ibadah umat Islam itu dilakukan Pemerintah Prancis lantaran diduga terkait kelompok ekstremis.
Yang paling teranyar Menteri Dalam Negeri Prancis Gerlad Damanin menutup salah satu masjid di Bas-Rhin. Imam di Masjid tersebut, Obernai, dituduh berdakwah mengenai ekstremisme.
Obernai turut pula menunjukkan sikap permusuhan dengan masyarakat Prancis. Ia bahkan dianggap menodai nilai-nilai republik sekuler yang berlaku di negara tersebut.
Masjid di Prancis Foto: GAIZKA IROZ / AFP
Anadolu Agency melaporkan bahwa Le Pen mengkritisi kebijakan Darmanin yang hanya menutup beberapa masjid. Ia mengatakan seharusnya kementerian dalam negeri menutup semua masjid garis keras yang ada di Prancis.
“Dia (Gerald Darmanin, red) menutup masjid di sana-sini. Dia sesekali memecat penceramah, tapi seharusnya ia menutup semua masjid ekstremis di negara kami,” ujar Le Pen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Le Pen juga beranggapan bahwa tiap orang yang memiliki retorika radikal harus dideportasi dari Prancis.
Prancis sendiri dalam kurun waktu dua tahun terakhir telah menutup 24 masjid garis keras. Kebijakan ini diambil sejalan dengan perintah Presiden Emmanuel Macron yang memerintahkan untuk memerangi separatis Islam.
Pada Agustus 2021, otoritas konstitusional tertinggi Prancis telah menyetujui undang-undang “anti-separatisme” yang kontroversial karena secara spesifik menyasar kelompok Muslim. Penolakan dari anggota parlemen tidak menyurutkan Majelis Nasional mengesahkan rancangan undang-undang tersebut.
Pengesahan RUU “anti-separatisme” ini dilakukan menyusul tiga serangan akhir 2021 oleh para ekstremis termasuk pemenggalan kepala guru Samuel Paty.
Dari penutupan masjid hingga pengerasan RUU “anti-separatisme”, Prancis menuai kritik dari organisasi internasional khususnya yang bergerak dalam isu gak asasi manusia karena dianggap mendiskriminasikan kaum Muslim.
ADVERTISEMENT