Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Masjid Al-Aqsa, Simbol Spiritual dan Pusat Pertikaian Sejarah
15 Agustus 2024 12:40 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Masjid Al-Aqsa merupakan salah satu situs suci paling bersejarah di dunia. Terletak di jantung Kota Tua Yerusalem, bangunan ini kerap diasosiasikan sebagai lambang ketegangan yang melanda wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dikenal dengan sebutan Baitul Maqdis atau al-Haram al-Sharif oleh umat Muslim dan Temple Mount oleh umat Yahudi, kompleks ini menjadi tempat yang menyimpan banyak kisah sejarah dan spiritual bagi tiga agama Abrahamik: Islam, Kristen, dan Yahudi.
Dikutip dari sejumlah sumber, ini profil Masjid Al-Aqsa yang lekat dengan identitas Palestina.
Keagungan Arsitektur
Kompleks Masjid Al-Aqsa mencakup area seluas 141 ribu meter persegi yang dihiasi bangunan bersejarah dan elemen arsitektur yang menakjubkan. Di tengah kompleks ini berdiri megah Kubah Batu, sebuah struktur berbentuk delapan yang dilapisi keramik biru dan hijau serta kubah emas yang berkilau.
Sebagian kalangan meyakini, di lokasi tempat Kubah Batu dibangun itulah Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan malamnya (Isra dan Mikraj).
ADVERTISEMENT
Mengutip situs Kemenag, peristiwa Isra Mikraj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram di Makkah hingga Masjid Al-Aqsa di Palestina. Lalu dalam Mikraj, Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Nabi mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Masjid Al-Aqsa menjadi tempat suci ketiga dalam Islam setelah Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Bagi umat Yahudi, tempat ini memiliki makna mendalam sebagai lokasi berdirinya dua kuil suci mereka di masa lalu. Meski demikian, hukum Yahudi melarang umatnya memasuki kompleks ini karena dianggap terlalu suci.
ADVERTISEMENT
Ruang terbuka yang mengelilingi Masjid Al-Aqsa juga menyimpan Tembok Barat, atau Kotel, yang merupakan puing terakhir dari Kuil Kedua dan tempat doa paling suci bagi umat Yahudi.
Sejarah yang Kontroversial
Sejak awal abad ke-20, Masjid Al-Aqsa telah menjadi pusat ketegangan dalam konflik antara Palestina dan Israel.
Pada 1947, PBB mencetuskan rencana pembagian Palestina, namun ketegangan meningkat setelah Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1948, penyebab terjadinya perang Arab-Israel pertama.
Sejak itu, Yerusalem Timur, termasuk kompleks Masjid Al-Aqsa, berada di bawah kendali Israel setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Meskipun Israel mengeklaim kota tersebut sebagai ibu kota "yang bersatu," banyak negara dan organisasi internasional tidak mengakui klaimnya, mengingat status Yerusalem yang seharusnya dibahas dalam negosiasi perdamaian.
ADVERTISEMENT
Status Quo yang Dipertahankan
Setelah pendudukan, sebuah perjanjian Status Quo diberlakukan untuk mengatur pengelolaan tempat suci ini. Yordania dan Israel sepakat bahwa Departemen Wakaf Yordania akan mengatur urusan di dalam kompleks Al-Aqsa, sementara Israel mengontrol keamanan luar.
Non-Muslim diperbolehkan mengunjungi kompleks ini, tetapi tidak diperbolehkan untuk beribadah di sana.
Namun, meskipun peraturan ini dimaksudkan untuk menjaga ketenangan, pelanggaran dan ketegangan sering kali meletus, terutama ketika kelompok-kelompok pemukim Yahudi berusaha untuk berdoa di dalam kompleks. Hal ini menjadi titik fokus konflik yang lebih luas dan sering kali memicu protes dari masyarakat Palestina.
Situasi Terkini di Al-Aqsa
Dalam beberapa hari terakhir, situasi di Masjid Al-Aqsa kembali memanas. Pada Selasa (13/8), Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, memimpin ribuan pengikut dalam ritual keagamaan di kompleks tersebut, meskipun tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap Status Quo yang telah ada.
ADVERTISEMENT
Itamar Ben-Gvir dikenal provokatif, bahkan media Israel, Haaretz, menjulukinya "provokator yang tak bertanggung jawab".
Polisi Israel memberikan perlindungan kepada pemukim yang terlibat dalam kekerasan di Tepi Barat, yang semakin memperburuk ketegangan antara warga Palestina dan Israel.
Kecaman datang dari berbagai pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menyebut tindakan tersebut "sangat provokatif."
Perubahan dalam status quo di Al-Aqsa dikhawatirkan dapat memicu kekerasan lebih lanjut, mengingat sejarah panjang konflik yang telah melanda wilayah ini.
Di tengah kekacauan yang terjadi, Masjid Al-Aqsa tetap menjadi simbol harapan dan perjuangan bagi umat Muslim maupun Kristen yang berjuang mempertahankan identitas dan hak mereka.