Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Sebuah masjid di kota Bayonne, Prancis, menjadi sasaran penembakan seorang pria berusia 84 tahun. Pelaku adalah simpatisan partai sayap-kanan ekstrem anti Islam di Prancis, Front Nasional. Latar belakang pelaku mengingatkan dunia akan bahaya terorisme sayap-kanan.
ADVERTISEMENT
Pelaku penembakan itu adalah Claude Sinke. Dikutip AFP, Senin (28/10). dia pernah menjadi kandidat anggota legislatif Front Nasional (FN) pada 2015. FN dikenal berideologi sayap kanan, menyuarakan de-Islamisasi Eropa, dan menyerukan ditutupnya pintu Prancis untuk pendatang Arab.
Pemimpin FN, Marine Le Pen, pernah diadili karena mengatakan bahwa salat berjemaah Muslim di jalanan sama seperti invasi Nazi.
Anggota partainya memegang teguh prinsip kebencian terhadap Muslim. Pada 3 Oktober lalu, anggota dewan dari partainya meminta seorang ibu melepaskan hijabnya di gedung parlemen. Alasannya, hijab mencerminkan agama, tidak pantas ada di gedung parlemen yang menjunjung sekulerisme.
Padahal ibu itu tengah menemani anaknya yang tengah studi tur ke tempat tersebut. Peristiwa ini memicu perdebatan dan aksi besar di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Retorika kebencian terhadap Muslim ini yang kemudian memantik berbagai serangan terorisme sayap-kanan. Menurut AFP, puluhan masjid di Prancis jadi sasaran pembakaran, pelemparan Molotov, granat, dan tembakan.
Serangan semakin gencar setelah penembakan di kantor Charlie Hebdo pada 2015 lalu yang menewaskan 12 orang. Namun serangan terhadap Muslim terjadi jauh sebelum itu.
Pada 2007, sebanyak 148 batu nisan di pekuburan militer Muslim dekat Arras dirusak dan dicoret dengan kata-kata Islamofobia. Potongan kepala babi dibuang di tempat tersebut. Pada Maret tahun ini, kepala babi dan darah binatang ditemukan di lokasi pembangunan masjid kota Bergerac.
Melihat berbagai kasus serangan kepada Muslim dan tempat ibadah, kepala Dewan Muslim Prancis (CFCM), Abdallah Zekri mengaku tidak terkejut pada penembakan di Bayonne. "Saya tidak terkejut, melihat iklim stigmatisasi Islam dan Muslim," kata dia dikutip AFP.
ADVERTISEMENT
Tidak Hanya di Prancis
Fenomena gerakan sayap kanan ini bukan terjadi di Paris semata, melainkan di negara-negara Eropa dan Barat.
Peristiwa Maret 2015 lalu di Christchurch , Selandia Baru, tidak bisa dilupakan. Brenton Tarrant menembaki masjid-masjid, menewaskan 51 orang. Tarrant mengaku terinspirasi melakukan serangan terhadap Muslim setelah berkunjung ke Prancis pada 2017.
Menurut tulisan di The Economist berjudul "Mengapa Terorisme Nasionalis Kulit Putih Jadi Ancaman Global" serangan kelompok sayap kanan di dunia meningkat. Di Amerika, antara 2010 hingga 2017 ada 92 serangan terorisme sayap kanan. Jumlah serangan ini lebih banyak ketimbang terorisme Islamis, yakni 38, berdasarkan Database Terorisme Global Washington Post.
Di Prancis, ancaman terorisme sayap-kanan sangat nyata. Pada 2018 lalu, polisi Prancis menahan sembilan pria dan satu wanita berusia 32 hingga 69 tahun karena merencanakan serangan terhadap Muslim.
ADVERTISEMENT
Ditemukan senapan, pistol, dan granat tangan dalam penggerebekan di kediaman mereka. Pemimpin kelompok itu, Guy S, adalah simpatisan Front Nasional.
Pemerintah Prancis pimpinan Presiden Emmanuel Macron punya tugas berat mencegah terorisme sayap kanan dan militan Islam. Sampai saat ini, Prancis masih berstatus waspada usai serangan teroris yang menewaskan ratusan orang beberapa tahun terakhir.
Macron menegaskan bahwa pemerintahnya akan melindungi umat Islam dan menghukum semua orang yang menyebarkan kebencian.
"Republik tidak akan menoleransi kebencian. Semuanya akan dilakukan untuk menghukum pelakunya dan melindungi warga Muslim. Saya berkomitmen untuk itu," kata Macron.