Massa Tolak PPN 12 Persen Serahkan Petisi yang Diteken 113 Ribu Orang ke Setneg

19 Desember 2024 17:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Perwakilan massa yang menggelar demo penolakan kenaikan pajak pertambahan nilai alias PPN 12 persen mengaku telah bertemu dengan Kementerian Sekretariat Negara. Mereka telah menyerahkan petisi penolakan yang diteken 113 ribu orang.
ADVERTISEMENT
Perwakilan massa, Risyad Azhari, mengatakan dalam petisi berjudul Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN! di laman change.org itu telah diserahkan secara resmi.
“Ya, sebenarnya tadi secara administrasi saja, kita sudah menyerahkan. Ini kan memang cara-cara yang harusnya keluarga sipil bisa lakukan, gitu kan. Memang disediakan oleh negara,” kata Risyad.
Risyad menjelaskan petisi tersebut sudah mendapatkan dukungan signifikan dari masyarakat.
Makanan dan minuman untuk rakyat saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Per Kamis (19/12) ini, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh 100 ribu lebih orang yang juga merasa bahwa peraturan kenaikan Pajak PPN ini tidak tepat.
“Jumlahnya sekarang mungkin 113 ribu, tapi akan terus tambah, ya. Mungkin tadi saya cek, baru 3 jam yang lalu. Kayaknya sudah naik juga hari ini. Dan akan terus tetap tambah, sampai nanti benar-benar dicabut, baru kita tutup petisinya. Seperti itu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dilihat kumparan saat berita ini diunggah, penanda tangan petisi itu sudah naik menjadi 124.982 ribu.
Petisi tolak PPN 12 persen yang digalang oleh Bareng Warga dilihat pada Kamis (19/12/204) sore. Foto: Dok. change.org
Ketika ditanya tentang tanggapan dari Sekretariat Negara, Risyad menyebutkan belum ada respons lebih lanjut.
“Nggak ada ya, kita menunggu saja. Tapi kita akan terus menunggu, kita kawal juga. Kalau memang nggak ada jawaban, ya berarti memang hari ini pemerintah nggak dengerin rakyat ya dong, gitu kan. Itu sih sebenarnya yang bisa disimpulkan,” ujarnya.
Risyad menegaskan bahwa aksi ini akan terus dikawal, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
“Kita tunggu saja. Nanti per hari ini kita hitung gitu ya. Kita kawal bareng-bareng di internet, di sosial media. Nggak ada bahasa-bahasa untuk barang mewah. Nggak ada bahasa-bahasa untuk barang-barang premium. Tolak PPN 12% untuk semuanya. PPN-nya. Nggak ada PPN multitarif. Tolak PPN 12% seperti itu,” tegasnya.
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya aksi lanjutan, Risyad menyebutkan belum ada rencana pasti. Menurutnya aksi ini terbentuk secara organik dan belum ada rencana ke depan untuk aksi-aksi berikutnya.
ADVERTISEMENT
“Belum tahu jujur. Karena kita benar-benar organik. Aliansi ini nggak ada yang gimana-gimana. Saya sendiri cuma jadi wadah teman-teman semua, yang memang mungkin nggak bisa hadir ke Jakarta, yang di daerah. Tapi ini valid,” tandasnya.
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat aksi tolak ppn 12% di Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan

Alasan Membuat Petisi

Petisi Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN! di change.org diinisiasi oleh akun bernama Bareng Warga. Berikut ini latar belakang mereka menggagas petisi:
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (PPN), mulai 1 Januari 2025 Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sebelumnya, atau kira-kira dua tahun lalu Pemerintah sudah pernah menaikkan PPN. Dari yang tadinya 10% naik ke angka 11%.
Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.
ADVERTISEMENT
Di soal pengangguran terbuka misalnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94% bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.
Urusan pendapatan atau upah kita juga masih terdapat masalah. Masih dari data BPS per bulan Agustus, sejak tahun 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Trennya sempat naik di tahun 2022, namun kembali menurun di tahun 2023. Tahun ini selisihnya hanya 154 ribu rupiah.
Masalahnya UMP sebagi acuan pendapatan yang layak pun patut diragukan. Contohnya di Jakarta. Untuk hidup di kota metropolitan tersebut, catatan BPS tahun 2022 menunjukan dibutuhkan uang sekitar 14 juta rupiah setiap bulannya. Sedangkan UMP Jakarta di tahun 2024 saja hanya 5,06 juta rupiah. Apalagi dari fakta yang ada masih banyak pekerja yang diberi upah lebih kecil dari UMP.
ADVERTISEMENT
Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas.
Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana.