Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Tak ada waktu lagi bagi Arthur James Michiels untuk menantikan kepulangan ayahnya ketika derap serdadu itu datang. Hal tersebut mau tak mau harus dia alami. Maklum, ia tinggal di kawasan Kampung Tugu, permukiman Portugis di Jakarta .
ADVERTISEMENT
“Kadang mereka bawa lentera, saya sering ketakutan. Sial, ayah belum pulang waktu itu. Dia sering kerja proyek, maka pulang sangat larut,” kenang Arthur mengingat masa kecilnya.
Menurut Arthur, legenda itu benar adanya. Sepatu lars berderap kerap menghantui permukiman Portugis di Kampung Tugu, Jakarta . Namun, ketika ditengok, tak ada wujudnya. Maklum, kampung tersebut didirikan oleh para budak Belanda yang kebanyakan berasal dari kalangan serdadu Portugis yang kalah di Malaka lawan Belanda pada tahun 1640.
Arthur sudah 50 tahun tinggal di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. Selain derap serdadu, menurutnya ada 2 legenda lagi yang sempat bikin bulu kuduk merinding.
Yang pertama legenda Nyai Ronggeng. Menurut cerita, Nyai Ronggeng adalah seorang penghibur serdadu Mataram yang kala itu sedang merebut Batavia dari tangan Belanda. Si Nyai menari dalam alunan gamelan dengan tarian gemulainya, melipur lara serdadu yang kehilangan rekan. Konon, ketika akhirnya penyerbuan Mataram itu gagal, sang Nyai tetap tinggal di Batavia.
“Ketika menetap, seorang pimpinan serdadu Belanda jatuh hati pada kecantikanya. Istri sang pimpinan marah, ia perintahkan seorang pesuruh untuk membunuh Nyai tersebut. Pertama diperkosa, lalu dari mulut ia ditikam dan sangkur ditarik merobek ke arah telinga,” tambah Arthur menceritakan awal mula legenda Nyai Ronggeng.
ADVERTISEMENT
Konon kabarnya, si Nyai kerap menampakkan diri di kuburan di samping Gereja Tugu.
Legenda kedua juga tak kalah seram. Seorang gadis jelita dengan kudanya juga pernah tampak di sekitar gereja berusia 270 tahun tersebut. Dari jauh, ia adalah gadis jelita bergaun putih khas Eropa dengan mawar putih di tanganya. Semakin dekat, mawar putih itu semakin layu.
“Seiring dengan semakin jelas tampak aslinya, tanpa kepala, pun dengan kudanya,” terang Arthur.
Aprelo Formes, warga sekitar Gereja Tugu sempat menampik kabar tersebut. Ia berujar, 53 tahun ia tinggal di sana, sedikitpun tak pernah merasakan pengalaman mistis tersebut.
“Dia orang gereja, mana bisa dia bilang ada hantu di sekitar gereja,” katanya. Arthur tak mengungkap dari mana kedua penampakan tersebut berasal, yang pasti ia mengiyakan cerita tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, Gereja Tugu dibangun pada tahun 1748. Di samping gereja, terhampar tanah pekuburan warga Kampung Tugu, kebanyakan masih menyandang nama marga Portugis, seperti Michiels, Andries, Quiko, dan Brune. Namun, beberapa makam berada dalam kondisi tak terawat, penuh semak, dan tertutup rumput kering.