Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Bagi tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat dari Yayasan Dharma Bakti Lestari, melawan mitos dan citra negatif yang melekat pada sang Ratu menjadi salah satu tantangan yang cukup rumit untuk diselesaikan. Mereka harus mampu membuktikan bahwa Ratu Kalinyamat eksistensinya benar-benar ada dan patut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional .
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) yang aktif memperjuangkan kepahlawanan Ratu Kalinyamat menjelaskan, banyak masyarakat Jawa yang menggambarkan Ratu Kalinyamat secara negatif. Bahkan, puluhan tahun lalu di sepanjang pesisir Pulau Jawa, terdapat lakon ketoprak dengan judul Kalinyamat Lonte.
Lakon ketoprak merupakan salah satu seni drama tradisional Jawa yang cukup terkenal di wilayah Jawa Mataram. Biasanya, pentas ketoprak terdiri dari seni drama yang diselingi lagu-lagu Jawa serta iringan gamelan.
"Semua hanya mengenal Ratu Kalinyamat dengan Topo Wudo-nya (bertapa telanjang). Lebih sedih lagi bahkan dikaitkan dengan hal-hal yang sebetulnya saya, satu, sebagai perempuan tidak rela dia begitu. Puluhan malah ratusan tahun lalu, ada lakon ketoprak di pantai pesisir Pulau Jawa. Teman-teman dari ketoprak menceritakan ada lakon judulnya Kalinyamat Lonte, jadi itu yang terus menerus, citranya buruk sekali," jelas Rerie kepada kumparan, Kamis (10/11).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Rerie dan tim peneliti Ratu Kalinyamat juga harus berjibaku dengan menemukan pembuktian bahwa sosok Ratu dari Jepara itu ada.
Melawan Citra Negatif Ratu Kalinyamat
Berbagai cara dilakukan tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat untuk meruntuhkan semua tuduhan negatif yang berkembang di masyarakat. Ini menjadi salah satu upaya tim, agar Ratu Kalinyamat dapat diberi gelar tokoh Pahlawan Nasional.
"Tantangan yang pertama itu adalah karena kita tidak punya bukti-bukti arkeologi, makamnya ada tapi makam itu tidak bisa menunjukkan kepahlawanan kan? sebenarnya nilai kepahlawanan itulah yang digali, dianalisa oleh para pakar menjadi laporan yang kemudian menjadi dasar pengajuan," tutur Rerie.
"Bukan pekerjaan yang mudah juga, karena selesai itu ada lagi kita harus bergerak di masyarakat, terima kasih Habib Luthfi untuk mengklarifikasi apa itu Topo Wudo, itu kan mitosnya jelek sekali," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Rerie bersama tim mengeluarkan segala upaya untuk memperbaiki citra negatif yang melekat pada Ratu Kalinyamat. Mereka berusaha meluruskan diskursus yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat soal Topo Wudo.
Berdasarkan Babad Tanah Jawa, Ratu Kalinyamat bertapa telanjang di Gunung Donorojo dan menjadikan rambutnya yang terurai panjang itu sebagai kain penutup tubuhnya. Ia juga bersumpah selama hidupnya tidak mau memakai kain jika Arya Penangsang belum mati.
Sebelumnya, anak buah Arya Penangsang memang dikisahkan pernah mengeroyok suami dari Ratu Kalinyamat, yaitu Pangeran Hadirin hingga tewas. Ratu Kalinyamat pun menyimpan dendam, lantaran perbuatan Arya.
Sementara, menurut Laporan Dinas Pariwisata Daerah Jawa Tengah Ratu Kalinyamat (1974), Drs. Uka Sasmita pernah mengemukakan pendapat bahwa untuk menebus jiwa suami Ratu Kalinyamat yang sangat dicintainya itu, Ratu bertekat melakukan tapa dengan tidak menghiraukan pakaian dan makanan apa pun. Uka juga menambahkan bahwa makna Topo Wudo yang dilakukan Ratu Kalinyamat harus diartikan secara kiasan, bukan secara harfiah.
ADVERTISEMENT
Rerie dan tim punya tugas yang cukup besar saat itu. Mereka harus membuktikan tokoh kepahlawanan Ratu Kalinyamat sebagai sosok yang dihormati dan layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional di tengah gempuran citra negatif. Akhirnya, Rerie meminta bantuan tokoh masyarakat, salah satunya Habib Luthfi untuk meluruskan tuduhan tersebut.
"Peran dari para tokoh masyarakat, Habib Luthfi pun sendiri turun tangan, ia berkenan bicara dan menjelaskan ke sesama para pemuka agama, apa sih maksudnya Topo Wudo. Padahal Ratu Kalinyamat juga salah seorang yang mengembangkan ajaran agama di pantai utara dalam hal ini Jepara dan sekitarnya," jelas Rerie.
"Beliau (Ratu Kalinyamat) juga adalah cucu wali langsung jadi, banyak sekali hal-hal yang yang sebetulnya bisa menjadi sumber yang bisa digunakan untuk melawan isu, tapi mungkin 300 tahun tidak pernah ada yang peduli, ya, kecuali masyarakat Jepara itu sendiri," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Selain Habib Luthfi, ada Sujiwo Tejo yang juga berperan meluruskan lakon ketoprak tradisional. Sujiwo Tejo bersama teman-teman dari ketoprak Balekambang mulai berkeliling dan meluruskan persepsi negatif Ratu Kalinyamat. Ada beberapa ketoprak tradisional yang bahkan dibimbing langsung oleh Sujiwo Tejo.
"Teman-teman saya dibantu banyak sanggar-sanggar juga yang kemudian meluruskan, terutama teman-teman dari Ketoprak Balekambang yang bahkan membuat serial mengenai Kalinyamat. Jadi meluruskan pakemlah dan Mas Sujiwo Tejo ini keliling menjelaskan itu 'pakemmu salah loh', kami juga sempat wayangan di tempatnya Gusti Hiddo waktu itu. Jadi meluruskan lagi, meluruskan pakem," jelas salah satu pendiri NasDem ini.
Menurut Rerie, usaha meluruskan pakem ini sangatlah penting, sebab tak hanya Topo Wudo saja yang diingat bertapa telanjang dengan rambut terurai panjang dan juga sebagai bentuk pembalasan dendam terhadap Arya Penangsang.
ADVERTISEMENT
Sosok Inspiratif Ratu Kalinyamat untuk Masyarakat Indonesia
Usaha bertahun-tahun tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat akhirnya membuahkan hasil. Ratu Kalinyamat telah resmi mendapatkan gelar tokoh Pahlawan Nasional. Gelar kepahlawanan yang dinobatkan kepada perempuan asal Jepara pun bertambah. Sebelumnya, nama-nama seperti R. A. Kartini dan Ratu Shima sudah lebih dulu menjadi Pahlawan Nasional.
"Untuk masyarakat paling tidak menjadi pengingat bahwa Jepara punya perempuan-perempuan hebat. Seharusnya dari Jepara para perempuan-perempuan Jepara dan wilayah-wilayah sekitarnya dan seluruh Indonesia bisa kemudian ada inspirasi, karena sebetulnya sekarang tantangan kita adalah bagaimana membangkitkan isu-isu perempuan," ucap Rerie.
"Isu perempuan banyak sekali kok kita bicara RUU TPKS sampai jadi undang-undang juga setengah mati. Sampai hari ini begitu banyak isu perempuan yang belum," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Rerie sangat berharap bahwa dari pengalaman-pengalaman dan jejak catatan-catatan sejarah, perempuan bisa mengadaptasi dan meneladani sosok inspiratif tokoh Pahlawan Nasional, salah satunya seperti Ratu Kalinyamat.
"Saya melihat bahwa ini sebetulnya menjadi salah satu dot yang bisa melengkapi benang merah di dalam sejarah panjang perjuangan perempuan Indonesia yang bisa dipetik hikmahnya, diambil pelajarannya dan bisa menjadi penyemangat para perempuan Indonesia saat ini untuk mau maju dan terus berjuang," ungkap Rerie.