Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Membandingkan Pola Serangan Bom Surabaya dan Kampung Melayu
14 Mei 2018 9:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Serangkaian serangan bom bunuh diri di 3 gereja di Kota Surabaya menambah daftar aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Pelaku aksi terorisme tersebut merupakan satu keluarga yang diduga merupakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
ADVERTISEMENT
Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian , pola serangan yang dilakukan pelaku terindikasi kelompok JAD , yakni dengan melakukan bom bunuh diri yang menyasar pada korban dari sipil. Ia menegaskan bahwa kelompok teror tersebut merupakan pendukung ISIS .
"JAD yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia saat ini didirikan dan dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang sekarang (ditahan) di Mako Brimob, Depok," kata Tito di di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).
Bom bunuh diri tersebut terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur. Ledakan bom yang terjadi di tiga tempat ibadah itu terjadi pada Minggu (13/5) pagi.
ADVERTISEMENT
Pelaku merupakan satu keluarga yang terdiri dari seorang ayah bernama Dita Oepriarto, istri bernama Puji Kuswati, dan keempat anaknya, Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadila Sari (12) dan Famela Riskita (9). Akibat kejadian tersebut 13 orang meninggal dunia dan 43 orang mengalami luka-luka.
Jika diperhatikan serangan bom bunuh diri ini terjadi menjelang bulan Ramadhan. Tentu hal ini mengingatkan pada bom di Kampung Melayu , Jakarta Timur, pada 24 Mei 2017 lalu, beberapa hari menjelang puasa.
Menilik pola serangan bom Kampung Melayu tak jauh berbeda dengan bom bunuh diri di Surabaya. Bom Kampung Melayu juga terafiliasi oleh kelompok JAD. Cara serangannya adalah bom bunuh diri yang menyasar korban dari kalangan sipil dan polisi.
ADVERTISEMENT
Pelaku adalah Ahmad Sukri (32) dan Ichwan Nurul Salam (32). Keduanya merupakan teroris kelompok JAD Bandung Barat. Teror tersebut menewaskan tiga orang anggota kepolisian dan 11 warga sipil lainnya terluka.
Namun, jika menilik pada jenis bom, bom di 3 gereja di Surabaya berjenis bom pipa. Sementara bom di Kampung Melayu berjenis bom panci berisi paku. Menurut salah satu mantan pengikut JAD, Kurnia Widodo, bom yang dipakai di Surabaya memiliki daya ledak lebih besar ketimbang di Kampung Melayu.
Widodo menyimpulkan, kelompok JAD kini mulai mahir dalam merakit dan membuat bom. Pihak Polrestabes Surabaya juga berhasil mengidentifikasi bahwa bom yang dipakai di Surabaya memiliki daya ledak yang cukup besar.
Hal ini berdasarkan temuan barang bukti di rumah pelaku bom Surabaya. Polisi berhasil menemukan styrofoam yang digunakan untuk memperbesar pembakaran saat bom diledakkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, polisi juga berhasil menemukan zat kimia dan bahan berbahaya lainnya yang dapat meningkatkan daya ledakan, seperti aseton, belerang, H20, HCL, aquades, blackpowder, dan korek kayu.
Nama kelompok JAD juga sempat mencuat pada insiden kerusuhan dan penyanderaan di Mako Brimob , Kelapa Dua, Depok, sejak 8 Mei 2018.
Beberapa pelaku kerusuhan di Rutan Mako Brimob yang menewaskan lima polisi sejak Selasa (8/5) hingga Kamis pagi (10/5) adalah anggota JAD yang tertangkap dalam berbagai operasi pemberantasan terorisme di tanah air.
Dalam laporan International Centre for Political Violence and Terrorism Research pada 2016 dikatakan bahwa JAD merupakan jaringan yang terbentuk pada tahun 2015.
Laporan yang dipublikasikan pada 3 Januari itu menguak kelompok mana saja yang menjadi jaringan JAD. Mulai dari kelompok Tim Hisbah, Jemaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dan Mujahidin Indonesia Barat (MIB), dengan pentolannya yaitu Aman Abdurrahman.
ADVERTISEMENT
JAD yang mulanya bernama Jamaah Anshar Daulah Khalifah Nusantara (JAKDN) ini pun disebut menjadi kelompok yang mengirimkan 'para pejuang' bergabung ke organisasi teroris ISIS di Suriah dan Irak.