Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Membandingkan Roh Koplo dengan Musik Punk
30 November 2018 17:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Perseteruan Drummer Superman is Dead (SID) I Gede Ari Astina alias Jerinx dengan biduan koplo Via Vallen belum berujung damai. Musababnya, hingga Kamis (29/11) kedua musisi beda genre itu belum duduk bersama.
ADVERTISEMENT
Permasalahan keduanya bermula dari unggahan Jerinx di Instagram, Minggu (11/11). Waktu itu Jerinx meluapkan isi hatinya soal lagu ‘Sunset di Tanah Anarki’ milik SID.
Menurut dia lagu yang dirilis Oktober 2013 itu mengalami degradasi nilai karena dibawakan dengan gaya koplo oleh Via Vallen . Bagi Jerinx, album baru SID, ‘Tiga Perompak Senja’ tak boleh mengalami nasib sial yang sama dengan ‘Sunset di Tanah Anarki’.
“Memperkaya diri memakai karya orang lain sekaligus membunuh roh dari karya tersebut,” kata Jerinx di unggahan Instagramnya.
Jerinx memaparkan, pesan yang disampaikan melalui ‘Sunset di Tanah Anarki’ sangat besar. Pesan itu pun dirangkai melalui lirik dan video klip yang literal atau harfiah.
“Wajar saja, saya merasa mereka dengan sadar merendahkan substansi lagu ini atas nama popularitas semata,” sebut Jerinx.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai roh lagu punk, ternyata punya definisi yang sangat beragam. Setidaknya, bagi musisi punk dari grup band Marjinal, Mike.
Marjinal merupakan band punk rock yang terbentuk sejak 1997. Awal terbentuk, mereka menamakan diri AA (Anti ABRI) dan AM (Anti Military). Namun memasuki sekitar tahun 2001, band punk rock itu mulai mengganti nama menjadi Marjinal dengan formasi awal Romi Jahat (vokal), Mike (gitar), Bob (bass), dan Stevie (drum).
Bagi Mike 'Marjinal', tak ada definisi yang absolut dari aliran punk. Menurutnya, setiap individu punya definisi sendiri saat mengartikan apa yang masyarakat sebut dengan punk.
Dia menambahkan, punk lebih organik mendiami individu. Artinya, orang-orang punk memiliki satu muatan kemerdekaan yang bebas dan terbuka.
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan yang dijunjung, menurut Mike 'Marjinal', sebagai dasar yang bisa digunakan untuk menumbuhkan rasa kepekaan. Kepekaan itulah yang nantinya bisa diekspresikan dalam bentuk karya, termasuk lagu.
"Setiap orang punya caranya sendiri atas rasanya sendiri. Tidak harus dengan musik. Punk hanyalah orang bermain musik, tidak demikian," ujar MIke.
Marjinal sendiri memiliki cara untuk meniupkan roh ke dalam sebuah karya. Ketika Marjinal meniupkan roh ke karyanya, tak ada sedikitpun atas pertimbangan dari permintaan pasar.
"Kalau ngomongin soal roh kan tidak harus sama. Contoh 100 teman yang diidentifikasikan punk ya, maka akan ada 100 perspektif yang berbeda. Tergantung interpretasinya masing-masing," ujar Mike saat ditemui kumparan di basecamp Taring Babi, di Gang Setiabudi, Lenteng Agung, Jumat (30/11).
ADVERTISEMENT
Mike menambahkan, berbicara soal punk berarti berbicara soal eksklusivitas anti kemapanan. Aliran punk bagi Mike 'Marjinal' berarti tidak mau hidup di dalam pakem-pakem sosial. Selain itu, punk juga menolak pembatasan-pembatasan dan kelas.
"Kalau marjinal membuat karya? Ya dengan sejujur-jurunya. Artinya apa yang ada dalam konteks berkarya kita belajar dari rasa kegelisahan, kemudian muncul dalam sebuah bentuk menjadi sebuah musik atau lagu," kata Mike.
Lalu bagaimana dengan koplo itu sendiri?
Istilah koplo baru dikenal awal tahun 2000-an. Menurut peneliti dangdut Sulaiman Harahap, Inul Daratista menjadi salah satu tokoh kunci membuminya koplo.
Awal kemunculan koplo pun mendapat tentangan besar dari si Raja Dangdut Rhoma Irama. Bagi Rhoma dangdut bukanlah koplo, sebab di dalam dangdut tak mengandung unsur erotisme. Meski begitu, tak dapat ditolak bahwa dangdut adalah ibu kandung dari koplo.
ADVERTISEMENT
“Koplo itu satu batang tubuh dangdut dan pencampurannya akan selalu ada,” ujar Sulaiman kepada kumparan.
Rhoma menilai, koplo bukan dangdut karena banyaknya irama campuran dalam koplo. Belum lagi, karakter koplo yang sangat kental dengan erotisme. Hal itu kurang santun jika dilihat dari standar Rhoma.
Sulaiman pun mengamini, koplo sebagai genre yang mampu menyulap aroma lagu dari beragam genre. Baginya, koplo memang lahir di masa peralihan, yakni dari orde baru ke reformasi. Kondisi itulah yang kemudian menjadi faktor penting pembentuk genre koplo.
Dia menyebut, koplo diartikan sebuah genre yang sangat dinamis. Bahkan, koplo dianggap mampu bermimikri untuk menyelinap di antara lagu dari berbagai genre, termasuk punk sekalipun.
“Koplo tidak eksklusif, sangat terbuka dengan unsur baru yang ada di masyarakat. Kalau koplo semacam jenis musik yang bisa masuk ke lagu-lagu orang. Kasarnya semacam parasit yang masuk ke mana-mana,” ucap Sulaiman.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Sulaiman, pengamat musik Bens Leo berpendapat, koplo memang genre turunan dari dangdut. Tetapi, koplo memiliki lebih banyak ketukan. Itu membuat para penikmatnya bisa lebih luwes bergoyang ketimbang mendengarkan dangdut.
“Beat-nya (koplo) itu menjadi lebih rapat menjadi lebih banyak ketukannya, sehingga memungkinkan orang untuk lebih banyak bergerak menari. Kalau dangdut lebih kalem,” ujar Bens kala dihubungi kumparan.
Bagi Bens, musik yang diwarnai alunan gendang rampak itu merupakan genre termiskin jika dibandingkan dengan genre lain.
“Musik dangdut koplo itu paling miskin lagu-lagu baru. Lihat saja indikasinya, banyak pendatang baru yang populer hanya dari satu lagu,” jelas Bens
Dia pun menyandingkan nasib biduan koplo dengan penyanyi pop. Baginya, peluang biduan koplo untuk menjadi terkenal terbuka lebih besar dari penyanyi pop. Sebab, biduan koplo bisa naik daun hanya bermodalkan satu lagu saja.
ADVERTISEMENT
“Kalau penyanyi pop hanya punya satu lagu hanya jadi proyek 'thanks to', terima kasih. Karena kan sudah dikasih panggung. Jadi cuma dikasih teh botol kemudian uang transpor dan bisa disuruh pulang,”’ ujar Bens.
Simak cerita selengkapnya dalam topik Orisinalitas Koplo .