Membedah Permendikbudristek Profesor Kehormatan yang Jadi Polemik

16 Februari 2023 18:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemberian honorary professor atau guru besar kehormatan kepada individu yang berasal dari sektor nonakademik seperti pejabat publik tengah menjadi sorotan.
ADVERTISEMENT
Hal itu merupakan imbas surat penolakan ratusan dosen UGM bertanggal Desember 2022 yang viral pekan ini.
Lalu bagaimana regulasi pemberian gelar profesor kehormatan itu?
Jabatan profesor dapat dicapai melalui dua cara. Pertama, melalui jalur akademik bagi dosen. Hal tersebut diatur dalam Permendikbud No 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen.
Sementara untuk kalangan nonakademik, pemberian profesor kehormatan diatur dalam Peraturan Mendikbud Ristek No 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.
Pemberian gelar profesor bagi pejabat publik sebelumnya mendasarkan pada Peraturan Mendikbud Nomor 88 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap dalam Jabatan Akademik pada Perguruan Tinggi Negeri.
Apa Syarat Jabatan Profesor Kehormatan?
ADVERTISEMENT
Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Mendikbud Ristek No 38 Tahun 2021 dijelaskan, setiap orang yang memiliki kompetensi dan/atau prestasi luar biasa dapat diangkat oleh menteri sebagai profesor kehormatan pada perguruan tinggi atas usulan pemimpin perguruan tinggi.
Pada ayat 2 pasal 2 dijelaskan pengangkatan oleh menteri yang dimaksud dilaksanakan oleh pemimpin perguruan tinggi.
Lalu ayat 3 menjelaskan perguruan tinggi yang bisa memberi gelar kehormatan harus memiliki peringkat akreditasi A atau unggul, dan menyelenggarakan program studi program doktor atau doktor terapan sesuai dengan bidang kepakaran calon profesor kehormatan dengan peringkat akreditasi A atau unggul.
Sementara, syarat seseorang untuk menjadi profesor kehormatan diatur di Pasal 3. Kriterianya meliputi:
ADVERTISEMENT
Pengangkatan profesor kehormatan harus melalui penilaian berdasarkan kriteria di atas. Lalu, pertimbangan senat kemudian penetapan profesor kehormatan dengan keputusan pimpinan perguruan tinggi. Penilaian dilakukan oleh tim ahli yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi.
Berapa Lama Jabatan Profesor?
Pada Pasal 6 Permendikbudristek itu dijelaskan masa jabatan profesor kehormatan paling singkat 3 tahun dan paling lama 5 tahun.
Masa jabatan ini dapat diperpanjang sesuai dengan pertimbangan kinerja dan kontribusi dalam melaksanakan Tridharma pendidikan. Batas usia maksimal 70 tahun.
Di Pasal 8 juga dijelaskan bahwa menteri mengevaluasi pengangkatan profesor kehormatan secara berkala.
Profesor Kehormatan Dapat Diberhentikan
Pemberhentian profesor kehormatan dilakukan karena beberapa alasan:
ADVERTISEMENT
Jadi Polemik
Pengangkatan jabatan profesor kehormatan jadi polemik setelah muncul surat penolakan dari ratusan dosen UGM.
Mereka merasa pemberian gelar profesor kehormatan kepada seseorang yang memiliki pekerjaan atau posisi di sektor non-akademik seperti pejabat publik dapat merendahkan marwah kampus.
"Jabatan Profesor Kehormatan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas dan reputasi UGM. Justru sebaliknya, pemberian Profesor Kehormatan akan merendahkan marwah keilmuan UGM," tulis poin ketiga surat penolakan tersebut.
Dalam surat itu juga dijelaskan, profesor merupakan jabatan akademik. Sehingga orang seorang profesor harus melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik.
"Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor non-akademik," tulisnya.
Menurutnya, jabatan profesor atau guru besar bagi dosen atau akademisi merupakan cita-cita. Motivasi penyemangat bertugas dan menjalani profesi.
ADVERTISEMENT
Posisi guru besar merupakan penanda puncak karier dan dedikasinya sebagai seorang dosen. Jalan panjang dan berliku harus dilalui untuk sampai pada posisi sebagai guru besar.
Syarat menjabat profesor bagi seorang dosen adalah dengan menempuh pendidikan doktor atau S3. Butuh waktu puluhan tahun untuk bisa menduduki jabatan profesor. Mereka juga harus menghasilkan karya akademik Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Sehingga pemberian gelar profesor kehormatan tanpa harus melalui jalan panjang akademik itu dianggap diskriminatif.
Klarifikasi Rektorat UGM
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito menjelaskan, belum ada satu pun nama yang diajukan untuk diberikan gelar profesor kehormatan atau guru besar kehormatan oleh UGM.
ADVERTISEMENT
"Jadi sampai sekarang belum ada resmi pengajuan (sosok untuk gelar profesor kehormatan) itu belum ada," kata Arie Sujito melalui sambungan telepon, Rabu (15/2) malam.
"Tidak ada nama satu pun yang sedang diproses apa pun, ndak ada," katanya.
Justru, menurut Arie saat ini UGM tengah membentuk tim untuk mengkritisi Peraturan Mendikbud Ristek No 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi jalur non akademik.
"Jadi UGM itu membentuk tim untuk mengkritisi peraturan menteri tentang pemberian gelar kehormatan itu," katanya.