Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Jadi salahnya doa ini apa, sih? Orang disuruh doa, kok, ribut? Salahnya doa ini apa? Ini pertanyaan saya, saya boleh, dong, nanya. Salah doanya apa? Kan enggak ada salahnya," kata Gus Yaqut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/4).
Ia pun menceritakan situasi saat memberikan pernyataan itu. Dalam rakernas Kemenag yang dihadiri semua pegawai eselon 2 dan eselon 1 di seluruh Indonesia, yang dibahas adalah program kerja yang sudah dan akan dilakukan tahun depan.
"Saya memiliki asumsi begini. Orang ini kalau dekat dengan Tuhannya, maka dia akan jauh dari perilaku koruptif dan perilaku-perilaku lainnya. Pada waktu itu saya hadir di pembukaan dan doa yang dibacakan hanya doa dalam Islam," jelasnya.
Karena doa yang disampaikan dengan cara Islam, ia pun ingin agar pegawai yang Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu juga berdoa dengan caranya masing-masing agar ingat dengan Tuhan dan menjauhi perilaku korupsi.
ADVERTISEMENT
"Ketika mereka ingat Tuhannya, maka perilaku-perilaku koruptif, perilaku kurang baik itu otomatis akan jauh dari perilaku pelayanan mereka terhadap masyarakat. Itu asumsinya," tuturnya.
Menurutnya, berdoa dengan kepercayaan masing-masing dapat menjauhkan pegawainya dari perilaku yang tidak baik. Gus Yaqut juga menegaskan tidak pernah mencoba mengubah praktik doa di acara kenegaraan.
"Itu hanya berlaku di Kementerian Agama, pas rakernas di mana semua pegawai ikut, dan saya tidak pernah mencoba mengubah misalnya praktik doa di acara kenegaraan, tidak," pungkasnya.