Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Menelusuri Keberadaan Kampung Pernikahan Dini di Kabupaten Bekasi
18 Mei 2018 14:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Belum lama ini kasus pernikahan dini kembali mencuat setelah sepasang pelajar SMP di Bantaeng, Sulawesi Selatan, berinisial SY dan FA mengajukan permohonan nikah. Pengajuan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama setempat dan kini keduanya telah menikah.
ADVERTISEMENT
Ternyata kasus pernikahan dini masih marak di sejumlah daerah. Di Gunungkidul, rata-rata angka pernikahan dini mencapai 100-110 kasus setiap tahunnya. Bahkan tak jauh dari Ibu Kota, yakni di Kabupaten Bekasi, angka pernikahan dini juga masih tinggi.
Komisioner KPAI Daerah Kabupaten Bekasi, Muhammad Rojak, mengungkapkan data pernikahan dini di Kabupaten Bekasi paling banyak terjadi di Kecamatan Sukatani.
"Sekitar 60 persen anak-anak yang menikah muda dipaksa menikah muda oleh orang tuanya. Ada yang masih SMP bahkan ada juga yang masih SD sudah dipaksa menikah," ujar Rojak kepada kumparan.
Saya kemudian menelusuri temuan KPAID Kabupaten Bekasi ke Sukatani. Dua lokasi pertama yang saya tuju adalah kantor Kecamatan dan KUA Sukatani.
Pegawai kantor kecamatan bernama Iman menjelaskan, pihaknya tidak memiliki data tentang pernikahan dini. Karena kantor Kecamatan Sukatani memang tidak mencatat pernikahan yang dilakukan anak yang belum memiliki KTP alias di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga terjadi di KUA Sukatani.
Kepala KUA Sukatani, Abdul Haris, menjelaskan semua warga yang mendaftar menikah di KUA harus memenuhi ketentuan pemerintah. Untuk perempuan dengan rentang usia 16-21 tahun harus menyertakan surat izin menikah dari orang tua. Syarat yang sama diberlakukan untuk laki-laki dengan rentang usia 19-21 tahun.
Namun, apabila usia perempuan dan laki-laki di atas 25 tahun, calon mempelai harus menyertakan surat keterangan belum pernah menikah, demi tidak adanya pihak yang merasa dibohongi.
Abdul juga memperlihatkan data warga Sukatani yang menikah dalam kurun waktu sekitar 5 hingga 6 bulan lalu. Dalam data tersebut terlihat warga Sukatani yang menikah rata-rata usia di atas 20 tahun. Usia termuda yang saya temukan yakni perempuan 17 tahun. Perempuan yang menikah dalam usia 17 tahun memang tidak melanggar Undang-undang Perkawinan.
ADVERTISEMENT
Dia menduga jika kabar mengenai tingginya angka pernikahan di wilayahnya memang benar, maka mereka menikah tanpa mendaftar ke KUA.
Tak sampai di sana saja, saya juga mendatangi kantor desa yang berada di Kecamatan Sukatani, yakni kantor Desa Sukamanah.
Sekretaris Kantor Desa Sukamanah, Tommy Saputra, menyebutkan tidak ada data pernikahan dini yang terjadi di desa tersebut. Sebab para warga yang menikah harus lapor ke kantor desa, dan sejauh ini data yang dimaksud tidak ada.
Penjelasan yang berbeda dituturkan oleh warga Desa Sukamulya, menurutnya ada beberapa warga desa yang menikah di usia dini, namun tanpa mendaftarkan ke KUA.
"Ada beberapa di sini tapi kita juga tidak bisa ngasih tahu. Faktornya ya tekdung (hamil di luar nikah), sekalinya ada, masih sekolah," ujar Regras, warga Desa Sukamulya.
ADVERTISEMENT
Komisioner KPAI Daerah Bekasi Muhammad Rojak yang mengungkap temuan ini menyebutkan, berdasar hasil observasinya bersama tim, kasus pernikahan dini di Kabupaten Bekasi banyak terjadi di wilayah pelosok dan jauh dari perkotaan. Faktor utamanya adalah pendidikan dan kemiskinan, dan juga disebabkan pergaulan bebas.
Sayangnya pihak KPAID belum bisa memberikan rincian hasil observasi mereka tentang maraknya kasus pernikahan dini tersebut.
Rojak kemudian mengajak saya menemui salah seorang warga di Griya Desa Asri, Kecamatan Sukatani, yang menikah di usia dini karena faktor pergaulan bebas. Kami bertemu dengan Ninis (bukan nama sebenarnya) di tempat orang tua Ninis berjualan.
----------------------------
Ikuti cerita lain penelusuran kumparan terkait kampung pernikahan dini di sini.