Mengenal Kristen Ortodoks: Pakai Kerudung, Salat, dan Berpuasa

11 Juli 2022 19:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat wanita sedang mengikuti Liturgi Ilahi di Gereja Ortodoks St Thomas, Jakarta. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Umat wanita sedang mengikuti Liturgi Ilahi di Gereja Ortodoks St Thomas, Jakarta. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
ADVERTISEMENT
Dua kotak bening bertuliskan ‘Kerudung’ dan ‘Kain’ yang sudah terisi rapi, tersedia di atas meja dekat pintu masuk Gereja Ortodoks Rusia St Thomas, Jakarta Selatan. Di bawahnya, terdapat kotak kosong untuk menaruh kain dan kerudung bekas pakai. Kerudung-kerudung dan kain itu diperuntukkan bagi umat Kristen Ortodoks wanita yang akan beribadah.
ADVERTISEMENT
Seluruh umat wanita yang hadir pada Liturgi Ilahi, ibadah hari Minggu (3/7/2022), tampak mengenakan kerudung. Saat ibadah dimulai, mereka berada di barisan kiri.
Kotak kerudung dan kain yang bisa dikenakan umat wanita. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
Sementara laki-laki melakukan ibadah di baris kanan. Di beberapa bagian doa, mereka semua mengangkat tangan ke atas dan juga melakukan gerakan berlutut seperti sujud.
Sekilas, pemandangan ini mirip dengan cara umat Islam melakukan ibadah. Namun, ini bukan soal ‘meniru’, melainkan tradisi gereja mula-mula yang masih dipertahankan umat Ortodoks.
“Dari zaman dahulu itu, agama semitik, antara Kristen Ortodoks, Yahudi, dan Islam, mereka mempunyai kemiripan-kemiripan dalam ibadah. Jadi yang memakai kerudung, yang memakai cadar itu pun sebenarnya bukan Islam saja,” kata Kepala Paroki Gereja Ortodoks Rusia St Thomas, Romo Boris Setiawan kepada kumparan, Minggu (3/7).
ADVERTISEMENT
Tiga agama tersebut merupakan agama yang ajarannya bersumber dari Nabi Ibrahim. Ajaran Yahudi dan Kristen mengacu kepada Ishaq, putra Ibrahim dengan Sarah yang menurunkan Ya’kub.
Sementara Islam lebih mengacu kepada Ismail, putra dari Ibrahim dan Hajar, yang menurunkan bangsa Arab. Karena masih satu rumpun, tak heran tradisi tiga agama itu memiliki kesamaan.
Selain soal kerudung, Romo menjelaskan, mengangkat tangan dan berlutut merupakan cara berdoa yang dicontohkan Yesus Kristus. Begitu pun dengan gerakan sujud.
Suasana ibadah di Gereja Ortodoks St Thomas, Jakarta. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
Menurut pantauan kumparan, umat Ortodoks di Gereja St Thomas melaksanakan liturgi selama sekitar 2,5 jam dengan mayoritas doa dilakukan berdiri. Tak banyak kursi yang disediakan, hanya cukup untuk segelintir anggota saja. Hal ini membuat gereja tampak seperti lantai masjid dengan hamparan karpet.
ADVERTISEMENT
Namun penampakan sedikit berbeda terlihat di Gereja Ortodoks Epifani Suci, Kalimalang, Jakarta Timur. Meskipun ibadah juga kebanyakan dilakukan berdiri, namun tersedia kursi panjang seperti gereja mayoritas.
Romo Prochoros Rinus Manukallo dari Gereja Ortodoks Konstantinopel Epifani Suci, Jakarta Timur menjelaskan, tradisi gereja mula-mula memang tak menggunakan kursi. Seiring perkembangan zaman, penggunaan kursi mulai diperbolehkan.
Suasana Gereja Ortodoks Epifani Suci, Jakarta. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
“Biasanya begini, di beberapa gereja, kursi itu menempel di dinding, biasanya untuk yang sudah tua atau anak-anak. Tapi aslinya memang tidak. Di mana pun (tidak pakai kursi),” kata Romo Prochoros saat ditemui pada Minggu (3/7).
Tak hanya soal berkerudung, umat Ortodoks juga mempunyai ibadah salat (sembahyang) dan puasa. Sebagai agama yang lebih dulu muncul dan menggunakan ajaran mula-mula, Kristen Ortodoks telah menjalankan praktik salat (sembahyang) lebih awal.
ADVERTISEMENT
Dalam Alkitab disebutkan bahwa salat menurut Nabi Daniel dilakukan sehari tiga kali. Sedangkan salat menurut Nabi Daud dilakukan sebanyak 7 kali.
Umat Ortodoks mempunyai banyak hari untuk berpuasa. Seorang Reader atau Pembaca Doa di Gereja St Thomas, Gregory, mengatakan bahwa jumlah hari puasa kurang lebih ada 6 bulan dalam setahun. Puasa ini pun dilakukan dengan berbagai pantangan.
Reader Gregory (kanan) tengah bersiap-siap untuk ibadah Minggu (3/7) di Gereja Ortodoks St Thomas, Jakarta. Foto: Nabila Ulfa/kumparan
“Jadi ada hal-hal yang kita berpantang, khususnya pada saat kita berpuasa akbar. Seperti daging dan turunannya dan itu memang ada panduan-panduan di dalam kalender Ortodoks,” jelas Gregory.
Ia menambahkan, puasa itu wajib dilakukan sesuai dengan ajaran terdahulu. Selain pantangan daging, ada hari-hari tertentu yang hanya memperbolehkan makan sayur dan buah saja. Ada pula hari-hari khusus yang dilarang menggunakan minyak.
ADVERTISEMENT
Puasa ini dilakukan dari jam enam sore hingga jam 3 sore keesokan harinya. Beberapa contoh hari puasa misalnya 40 hari jelang Natal, puasa sekitar 3 minggu untuk mengenang Bunda Maria, dan puasa Rasul Peter dan Paul selama 3 minggu. Umat Ortodoks juga punya puasa rutin layaknya Senin-Kamis dalam Islam, yakni setiap hari Rabu-Jumat.
Romo Boris Setiawan mengatakan, puasa ini bertujuan bukan hanya menahan lapar saja, melainkan juga menahan hawa nafsu.
“Di Ortodoks itu tujuan puasa itu adalah untuk kita mendekatkan diri atau menyatu dengan Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu mencapai yang namanya Theosis. Yang dimaksud dengan Theosis itu, menyatu dengan keilahian dari Yesus Kristus,” jelasnya.
Infografik Serba-serbi Kristen Ortodoks. Foto: kumparan