Menkum soal Denda Damai: Tidak Serta Merta untuk Bebaskan Koruptor

27 Desember 2024 16:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (19/11/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (19/11/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, meluruskan soal isu pemberian amnesti yang sedang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini. Dia mengatakan pemerintah Indonesia tidak ada maksud untuk serta merta membebaskan pelaku tindak pidana, termasuk koruptor.
ADVERTISEMENT
“Yang harus dimengerti oleh kita semua adalah pemerintah tidak bermaksud menggunakan amnesti, grasi, abolisi, untuk sekadar membebaskan para pelaku tindak pidana. Sama sekali tidak,” kata Supratman di gedung Kementerian Hukum (Kemenkum), Jumat (27/12).
Supratman menyebut sistem hukum Indonesia memungkinkan adanya mekanisme pengampunan terhadap pelaku tindak pidana apa pun. Namun, tidak berarti pemerintah pasti memberikan pengampunan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Contoh lainnya adalah dalam Pasal 53k Undang-undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.
“Sebagai perbandingan, kami memberikan contoh bahwa memang Undang-undang yang ada di Indonesia mengatur pemberian pengampunan," kata dia.
ADVERTISEMENT
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
Terkait dengan hal yang sedang ramai saat ini, pemerintah pernah menggunakan mekanisme pengampunan atas tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian atau keuangan negara, yaitu dalam bentuk tax amnesty atau pengampunan pajak yang telah dilakukan sebanyak dua kali.
Supratman mengatakan saat ini pemerintah sedang menyiapkan aturan tentang mekanisme pengampunan kepada pelaku tindak pidana. Kabinet kerja masih menunggu arahan selanjutnya dari Presiden Prabowo.
“Kita butuh regulasi terkait amnesti, grasi, dan abolisi untuk mengatur mekanisme pemberian pengampunan. Kita masih menunggu arahan Bapak Presiden,” ujar dia.
Menteri Hukum juga menjelaskan bahwa Presiden dalam menjalankan kewenangan yang diatur konstitusi tentu saja tidak melanggar pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Karena Presiden, kata dia, pasti memberikan amnesti, grasi, abolisi, atau metode pengampunan apa pun akan mengikuti aturan teknis yang berlaku.
ADVERTISEMENT