Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Meski Sudah Bebas, Emir Moeis Ajukan PK soal Kasus Suap PLTU Tarahan di KPK
28 September 2021 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Informasi yang kami terima hari ini dijadwalkan sidang perdana PK yang diajukan Izedrick Emir Moeis di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan permohonan PK," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.
KPK siap menghadapi permohonan PK tersebut. Ali menjelaskan, dari permohonan yang KPK terima, dalil PK yang diajukan Emir tidak ada yang baru dan hanya pengulangan dari surat pembelaan saat sidang perdana di PN Jakarta Pusat.
"Untuk itu, kami berharap majelis hakim PK di MA menolak permohonan tersebut," kata Ali.
Emir Moeis divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara. Ia terbukti terlibat kasus suap lelang proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Emir, yang kala itu menjabat Anggota Komisi VIII DPR, terbukti menerima USD 357 ribu dari Konsorsium Alstom Power Inc yang mendaftar jadi salah satu peserta lelang. Panitia lelang PLTU menyatakan Konsorsium Alstom Power Inc memenuhi persyaratan.
Petinggi Alstom Power Inc, David Gerald Rothschild, melalui Development Director Alstom Power ESI, Eko Sulianto, kemudian menemui Emir untuk meminta bantuan agar Konsorsium Alstom Power Inc yang memenangi lelang proyek tersebut.
Emir Moeis ditahan oleh KPK pada 11 Juli 2013. Dia bebas pada Maret 2016.
Polemik Pengangkatan Sebagai Komisaris
Saat ini Emir Moeis ditunjuk sebagai Komisaris anak usaha BUMN, PT Pupuk Iskandar Muda. Penunjukkan ini sempat menuai polemik sebab rekam jejak politikus PDIP itu sebagai koruptor.
ADVERTISEMENT
Salah satu kritik datang dari Senayan. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengaku kecewa.
"Saya kecewa dengan penunjukkan ini, apalagi yang melakukan adalah perusahaan plat merah, yang sebenarnya adalah milik negara. Rakyat di mana pun juga pasti terluka nuraninya melihat mantan koruptor kok bisa jadi orang penting di BUMN? Komitmen pemberantasan korupsinya mana?," kata Sahroni.
Selain itu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, juga turut menyoroti. Menurut Said Didu, komposisi orang yang ditunjuk menjadi petinggi perusahaan pelat merah saat ini cenderung mengabaikan kompetensi.
"Saya mengatakan Menteri BUMN sekarang tidak mau mendengarkan siapa pun. Karena sudah merasa seakan BUMN milik nenek moyang dia," ujar Said Didu.
Di samping itu, ada syarat untuk menjadi komisaris anak usaha BUMN, diatur dalam Peraturan Menteri BUMN atau Permen BUMN Nomor PER-04/MBU/06/2020, yang merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya Nomor Per-03/MBU/2012. Pada pasal 4 ayat (1) huruf e peraturan tersebut, disebutkan salah satu syarat anggota dewan komisaris adalah tidak pernah dihukum.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada syarat itu, sejumlah pertanyaan pun muncul. Mengapa dia lolos terpilih sebagai komisaris?