Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK ) tak menerima gugatan yang diajukan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengenai kepemilikan senjata api. MK menilai gugatan Kivlan Zen tak jelas atau kabur.
ADVERTISEMENT
"Gugatan pemohon kabur dan tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan di ruang sidang pada Rabu (22/7).
Hakim MK lainnnya, Arief Hidayat, menyatakan alasan Kivlan Zen menggugat Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api tidak sesuai dengan permohonan.
"Mahkamah tidak dapat memahami alasan permohonan pemohon jika dikaitkan dengan petitum permohonan yang meminta agar pasal yang diuji konstitusionalitasnya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," ujar Arief.
Tidak jelasnya permohonan membuat MK sulit menentukan apakah Kivlan Zen memiliki kedudukan hukum atau tidak.
Sebelumnya dalam gugatannya, Kivlan Zen meminta MK menghapus Pasal 1 ayat (1) dalam UU Darurat yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
"Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun"
Kivlan Zen merupakan terdakwa kasus kepemilikan 4 senjata api dan 117 peluru. Saat ini, kasus Kivlan tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam argumennya, Kivlan mengaku hak konstitusionalnya dirugikan dengan pasal tersebut. Sebab ia didakwa dengan pasal tersebut.
Menurut Kivlan, penyidik dan penuntut umum memotong kalimat dalam pasal tersebut untuk menjeratnya.
ADVERTISEMENT
***