Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman , Prof Amin Soebandrio, mengingatkan masyarakat Indonesia tetap harus mewaspadai mutasi corona Eek atau E484K. Meski saat ini dinilai tak berbahaya, mutasi E484K dikhawatirkan dapat menular lebih cepat dari mutasi corona lainnya, dan berpotensi kebal terhadap vaksin.
ADVERTISEMENT
"Tidak terlalu berbahaya, hanya saja dia menularnya lebih cepat. Mungkin bisa escape dari vaksin, mungkin bisa juga escape dari diagnostik (tes swab/PCR). Tapi sampai saat ini belum ada arahan dari WHO untuk mengubah vaksin atau mengubah tes PCRnya," kata Amin kepada kumparan, Rabu (7/4).
Lantas, apa saran Eijkman agar bisa mencegah penularan mutasi corona Eek ini?
Amin menjelaskan, cara pencegahan mutasi Eek ini tidak berbeda dengan mutasi-mutasi sebelumnya. Sebab, seseorang tidak akan tahu di mana virus saja tersebut bermunculan.
"Jadi apa yang harus kita lakukan itu sama. Kita harus tetep prokes 5 M. Sama saja. Pokoknya prokes harus dilakukan masyarakat, tidak boleh kendor. Yang kedua, dari pemerintah tentunya melakukan 3T itu harus cepat dilakukan," tutur Amin.
ADVERTISEMENT
Menurut Amin, mutasi corona Eek kini belum menjadi kekhawatiran khusus jika dibandingkan mutasi B.1.1.7 asal Inggris, P1 asal Brasil, hingga B1351 dari Afrika Selatan.
Selain itu, Eijkman juga telah meningkatkan kapasitas pemeriksaan Whole Genome Sequencing untuk mendeteksi mutasi-mutasi baru SARS-CoV-2 yang masuk ke Tanah Air.
"Sebenernya dari Desember 2020 Eijkman telah meningkatkan kapasitas untuk melakukan WGS untuk menemukan varian-varian baru. Tidak hanya E484K tapi juga varian-varian lain. Termasuk varian yang mungkin (khusus) muncul di Indonesia sendiri. Eijkman menargetkan sepanjang 2021 bisa melakukan sekuens sampai 5000an," jelasnya.
Amin menerangkan, sejauh ini sudah ada empat mutasi SARS-CoV-2 di Indonesia, yakni D614G, B.1.1.7, N439K, dan E484K.
Semua temuan kasus B.1.1.7 hingga saat ini sudah dinyatakan sembuh. Sedangkan terakhir terdapat 48 kasus mutasi E484K di Indonesia, yang dinilai Eijkman masih sebagai mutasi umum.
ADVERTISEMENT
"Satu lagi yang sudah agak lama dari tahun lalu yaitu D614G. Tapi (mutasi) ini sudah menjadi mayoritas, artinya 90 persen virus di dunia ini sudah membawa mutasi itu," tutup Amin.