Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Napak Tilas Loji Freemason di Jakarta yang Kini Jadi Gedung Bappenas
25 Agustus 2018 10:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Lalu lintas di Jalan Suropati kala itu tampak lengang. Cuaca yang tak begitu terik mengantarkan langkah kaki menuju sebuah gedung tua yang kini menjadi markas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
ADVERTISEMENT
Berbekal cerita dari seorang sejarawan, konon gedung ini merupakan tempat para anggota Freemason beraktivitas.
“Kebetulan saya pernah masuk ke dalamnya, jalannya agak berliku dan mungkin kalau ada foto udara itu memperlihatkan jangka yang merupakan lambang dari organisasi mason,” kata sejarawan Agus Setiawan saat berbincang dengan kumparan, Jumat (10/8).
Seorang satpam kemudian mempersilakan untuk masuk ke dalam gedung. Rasa penasaran meninggi kala yang ditemui hanya burung Garuda Pancasila dan ukiran-ukiran di tembok gedung.
“Mana simbol Freemasonnya?” celetuk dalam hati.
Karena terus dirundung penasaran, seorang resepsionis laki-laki meminta untuk menemui Humas Bappenas. Tujuannya, supaya bisa meliput gedung Bappenas yang di dalamnya tertinggal jejak-jejak Freemason .
Sampai di ruang Humas, nyatanya tak semudah dengan apa yang dipikir. Ada beberapa mekanisme yang harus ditempuh. Hampir 5 jam menunggu, akhirnya kumparan berkesempatan menjelajahi gedung Bappenas yang merupakan peninggalan Freemason.
ADVERTISEMENT
Seorang pria tua ditugaskan untuk memandu kumparan berkeliling gedung.
“Irawan Kadiman,” dia memperkenalkan dirinya.
Pria tua itu bercerita sudah sejak tahun 70-an bekerja di Bappenas. Saat ini dia sudah pensiun, tapi tetap diminta bekerja di Bappenas sebagai penerjemah Bahasa Inggris.
Irawan yang langkah kakinya sudah tak begitu tegas, mengajak kumparan menuju gedung utama alias tempat di mana para anggota Freemason beraksi. Jadi, di Bappenas saat ini sudah punya gedung-gedung tambahan yang berdiri kanan kiri gedung utama.
Dikutip dari karya Th. Stevens, gedung ini dulunya bernama Adhuc Stat. Gedung yang dibangun pada 1934 ini merupakan bangunan baru untuk Loji Bintang Timur, sebuah loji baru yang menjadi peleburan dari beberapa loji yang sudah ada sebelumnya. Gedung ini dibangun oleh seorang Belanda, Ir. N.E. Burkovens Jaspers.
Sembari melangkah, Irawan mulai menuturkan cerita. Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro, tiba-tiba lewat kala percakapan kami mulai berjalan serius.
ADVERTISEMENT
“Ada dulu kegiatan orang-orang Belanda yang mempunyai apa itu kebatinan. Dia mengadakan upacara-upacara, katanya menggunakan tulang belulang,” cerita Irawan.
Irawan menyebut tulang belulang itu kemudian dibuang saat gedung lain dibangun. Entah ke mana dibuangnya dia juga tidak tahu.
Naik ke lantai atas, pandangan mata langsung terbelalak. Sebuah ruang besar layaknya auditorium memiliki lantai berpola catur persis dengan simbol Freemason.
“Wah, berarti benar ini bekas gedung Freemason,” kata dalam hati.
Di dinding ruang berlantai catur itu, terpajang para mantan menteri Bappenas. Irawan hafal betul semua nama menteri itu. Dari Widjojo Nitisastro, Sri Mulyani, semua dengan lancar dia sebutkan.
Melangkah sedikit dari lantai berpola catur itu Irawan menunjukkan dua buah ruang rapat.
ADVERTISEMENT
“Di sini dulu mereka melakukan kegiatan,” sebut Irawan.
Ruang rapat tersebut sama sekali tidak terlihat seperti ruang kuno tempat anggota freemasonry. Bagaimana tidak, kesan modern adalah hal yang lewat selintas di hadapan mata.
Irawan menjelaskan, ruang rapat tersebut sudah direnovasi dan simbol-simbol yang ada sudah dihilangkan. Di samping ruang itu ada jendela kaca berwarna-warni khas zaman dulu, seakan menegaskan orang-orang dulu beraktivitas di sini.
Saya pun bertanya pada Irawan soal rumor ruang bawah tanah di gedung Bappenas. Irawan pun menjelaskan ruang tersebut memang ada dan menyimpan beberapa benda tertentu.
Dengan menuruni beberapa anak tangga yang sedikit berliku, saya akhirnya sampai di ruang bawah tanah, kami disambut dua teknisi listrik gedung Bappenas. Mereka mengatakan akses ke ruang tersebut sudah ditutup.
ADVERTISEMENT
Mereka kemudian bercerita soal penampakan perempuan yang sering menghampiri.
“Ada cewek cantik noni. Orang Belanda. Itu Mbak ada Noni Belanda. Yang penting kita enggak ganggu dia. Kalau kita lagi nonton ada bayangan belakang lagi nonton,” cerita salah satu teknisi.
Setelah mengunjungi bekas ruang bawah tanah, momen itu mengakhiri perbincangan saya dengan Irawan. Rasa puas kemudian menghempas lelah. Akhirnya bisa menelusuri salah satu tempat di mana para anggota Freemason beraktivitas di Jakarta.