Nasib Pasangan dan Kru WO usai Sebabkan Kebakaran di Bromo

16 September 2023 6:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
Petugas memadamkan sisa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kawasan Gunung Bromo, Malang, Jawa Timur, Selasa (12/9/2023). Foto: Muhammad Mada/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memadamkan sisa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kawasan Gunung Bromo, Malang, Jawa Timur, Selasa (12/9/2023). Foto: Muhammad Mada/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kebakaran di Gunung Bromo akibat ulah pengunjung yang menyalakan suar atau flare untuk foto prewedding mulai padam.
ADVERTISEMENT
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim, Gatot Soebroto, mengatakan wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) diguyur hujan sejak Rabu malam (13/9) hingga Kamis siang (14/9).
"Bromo gerimis dan berkabut, alhamdulillah apinya sudah padam. Meskipun tadi ada beberapa sumber bara dan api kecil tetapi sudah dipadamkan tim darat," ujar Gatot saat dikonfirmasi, Kamis (14/9).
Gatot menyampaikan, kondisi saat ini hanya menyisakan asap dari bara api yang tersisa dari kebakaran itu.
"Padam total belum, sebab terkadang masih ada asap muncul dari bara yang tersisa dan langsung dilakukan pemadaman," katanya.
Lantas bagaimana nasib pasangan prewedding Hendra Purnama (39) dan Pratiwi Mandala Putri (26) yang menyebabkan kebakaran tersebut?

Minta Maaf

Pasangan prewedding dan 3 kru WO meminta maaf kepada tokoh masyarakat Suku Tengger, Jum'at (15/9/2023). Foto: Fades/mili.id
Pasangan asal Surabaya itu bersama 3 kru wedding organizer (WO) yang menyebabkan kebakaran di Bukit Teletubbies, Gunung Bromo, telah meminta maaf.
ADVERTISEMENT
Permohonan maaf disampaikan kepada tokoh masyarakat Suku Tengger di Kantor Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jatim, Jumat (15/9).
Selain 5 orang tersebut yang saat ini berstatus saksi, pertemuan itu juga dihadiri oleh Ketua Dukun Parisada Sutomo dan 3 kepala desa mewakili 6 desa.
Hendra Purnama yang merupakan calon pengantin, mengatakan bahwa musibah kebakaran di kawasan Gunung Bromo sama sekali tidak diinginkan. Oleh karena itu, dia mewakili semua pihak yang terlibat meminta dan memohon maaf sedalam-dalamnya.
"Permohonan maaf ini kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Suku Tengger, kepada tokoh adat Tengger dan seluruh pemerintah, mulai dari Bapak Presiden dan Wakil Presiden, Pemerintah Provinsi hingga Kabupaten," kata Hendra dengan wajah lesu.
Momen foto pra nikah di Bukit Teletubbies di kawasan Gunung Bromo yang menggunakan flare sebabkan kawasan tersebut terbakar. Foto: Dok. Polses Purbolinggo
Kuasa hukum mereka, Mustaji, mengatakan semua proses prewedding itu sepenuhnya dipasrahkan kepada pihak wedding organizer (WO). Maka itu pasangan calon pengantin itu tidak menolak saat ditawari sesi foto dengan menggunakan flare asap atau suar karena konsep tersebut sebelumnya aman-aman saja.
ADVERTISEMENT
"Calon pengantin yang rencananya akan menikah di bulan Desember 2023 ini sudah memasrahkan semuanya kepada pihak WO yang penanggung jawabnya sekarang sudah ditahan di Polres Probolinggo," kata Mustaji saat ditemui di Kantor Desa Ngadisari, Jumat (15/9/2023).
Hasmoko dan Mustaji, kuasa hukum 5 saksi dan 1 tersangka kasus kebakaran Bukit Teletubbies Gunung Bromo, mendampingi HP, calon pengantin pria prewedding. Foto: Dok Fades/Mili.id
Mustaji juga menepis anggapan para kliennya bersantai dan tidak berbuat apa-apa saat melihat api mulai merembet di Bukit Teletubbies.
"Mereka langsung mengambil botol berisi air yang memang bekalnya di dalam mobil. Kurang-lebih ada 5 botol besar yang klien kami ini ambil saat melihat ada asap," kata Mustaji saat ditemui di Polres Probolinggo, Kamis (14/9).
Menurut Mustaji, saat kejadian itu angin sedang kencang sehingga api merembet dengan amat cepat, 5 botol air pun tidak cukup.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya angin kencang saja, karena juga kondisi rerumputan yang sudah sangat kering sehingga klien kami tidak bisa mengatasi," ujar Mustaji yang pernah jadi Kapolsek Lumbang itu.

Akan Tuntut Petugas Taman Nasional Gunung Bromo

Api kebakaran Gunung Bromo tergulung pusaran angin. Foto: Dok. Istimewa
Hasmoko, kuasa hukum pasangan prewedding dan 3 kru wedding organizer (WO), mengatakan kelalaian yang berdampak hingga terbakarnya kawasan TNBTS tidak hanya terletak pada kliennya. Tapi juga karena kelalaiannya pihak pengelola wisata Gunung Bromo dalam hal ini adalah BB TNBTS.
"Setelah kami investigasi, tentunya akan ada langkah-langkah hukum dari kami melaporkan pihak-pihak terkait, berkaitan dengan tidak adanya sistem keamanan kepada pengunjung termasuk juga fasilitas umum," kata Hasmoko usai menghadiri pertemuan permintaan maaf kepada tokoh masyarakat Suku Tengger di Kantor Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jatim, Jumat (15/9).
ADVERTISEMENT
Fasilitas umum dimaksud Hasmoko, seperti pemadam atau fasilitas siaga jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Menurutnya, hak-hak para wisatawan tersebut sudah diabaikan oleh pengelola atau petugas TNBTS.
"Kami akan kaji untuk melaporkan kelalaian tersebut agar ke depannya bisa lebih bagus dan lebih tertib lagi. Kalau kita amati, kalau melihat dari kelalaian itu, orientasinya hanya kepada bisnis semata," ungkap Hasmoko.
Kuasa hukum lainnya, Mustaji, mengatakan, sehari setelah kejadian, dia menerima kuasa dari tersangka.
Sejauh ini, seorang berinisial AW yang merupakan manajer atau penanggung jawab Wedding Organizer yang disewa oleh calon pengantin asal Surabaya yang turut serta dalam rombongan itu, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
AW dijerat Pasal 50 ayat 3 huruf D Jo pasal 78 ayat 4 UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam pasal 50 ayat 2 huruf b Jo Pasal 78 ayat 5 UU nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan PP pengganti UU RI nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan atau pasal 188 KUHP.
ADVERTISEMENT
Dia terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Hasil dari kajian dan penelusurannya, lanjut Mustaji, kesalahan mutlak tidak hanya dilakukan oleh kliennya saja. Melainkan, juga ada kesalahan dari pengelola wisata Gunung Bromo.
Api membakar hutan dan lahan (karhutla) di kawasan Gunung Bromo terlihat dari Pos Jemplang, Malang, Jawa Timur, Selasa (12/9/2023). Foto: Muhammad Mada/ANTARA FOTO
"Yaitu adanya kelemahan dari petugas TNBTS sendiri. Di mana aturannya dalam pengelolaan wisata ini harus ada pengawalan atau imbauan kepada pengunjung, jadi setalah pengunjung bayar tidak langsung dibiarkan berkeliaran," ungkap Mustaji.
Sehingga akibatnya, lanjut Mustaji, pengunjung bisa tidak tahu hal yang harus dilakukan dan hal larangan. Beda lagi jika sudah ada pengawalan, termasuk memeriksa barang bawaan yang dikhawatirkan menimbulkan risiko dan harus menyesuaikan juga dengan situasinya.
"Petugas itu harusnya begitu, jangan hanya menerima tiket lalu dilepas begitu saja, tapi SOP pengamannya bagaimana. Jadi klien kami tidak tahu dampak dari flare ini, oleh karena itu kami dalam hal ini juga akan mengambil langkah hukum," ucapnya.
ADVERTISEMENT