Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
NU dan Muhammadiyah Dorong Pengesahan RUU Larangan Minol di DPR
12 Agustus 2021 13:55 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
MUI bersama sejumlah ormas Islam mengadakan muzakarah atau diskusi ilmiah terkait urgensi Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Alkohol (RUU Minol) yang tengah dibahas di DPR.
ADVERTISEMENT
Hadir dalam diskusi Rais Suriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Ishomuddin, yang mendukung pengesahan RUU Larangan Minol. Ishomuddin berpendapat, hal-hal yang lebih banyak mudharatnya seperti minol sebaiknya dilarang.
“Sesungguhnya banyak masalah [terkail minol], misalnya batas usia, dan tempat yang boleh menjual. Harus dibahas detail karena UU bukan bermaksud islamisasi, tapi untuk kehidupan bersama. Namun, umat Islam sebagai yang terbanyak di Indonesia tentu boleh menyampaikan pendapatnya,” kata Ishomuddin dalam diskusi di YouTube MUI TV, Kamis (12/8).
Ishomuddin melanjutkan, tindakan pemerintah atas rakyat harus mengacu pada kemaslahatan rakyat. Maksud dia, RUU Minol harus segera dibahas dan disahkan karena menyangkut kemaslahatan masyarakat.
“RUU Minol tentu harus mengacu kemaslahatan, yaitu menjaga syariat agama yang dimaksudkan Allah SWT. Itu ada 5 yakni agama, jiwa, kecerdasan/akal, keturunan, dan harta. Jadi penyusunan RUU Minol ini harus berpatokan terhadap perlindungan agama,” terang dia.
ADVERTISEMENT
“Enggak mungkin orang minum alkohol sampai mabuk bisa jaga agamanya, jiwanya, akalnya, bahkan keturunannya, harta. Maka sebaiknya segala yang mencakup hal ini itu yang dimaksud kemaslahatan. Sebaliknya segala yang melepaskan 5 hal ini mafsadah [rusak/buruk],” tambahnya.
RUU Minol sudah pernah dibahas di periode 2009-2014 dan 2014-2019, namun kerap gagal mencapai keputusan final. Salah satu alasan yakni perdebatan kata ‘larangan’ pada RUU oleh sejumlah pihak, sehingga hal ini pun menjadi salah satu pokok bahasan dalam diskusi MUI.
Berkaitan hal ini, Ishomuddin tegas setuju dengan MUI bahwa kata ‘larangan’ yang dipakai, bukan ‘aturan’ atau lainnya. Ia menekankan kembali sesuatu yang lebih banyak mudaratnya harus dilarang.
“Saya ingin usulkan judul yang sama dengan MUI agar nanti di DPR ini enggak terjadi perselisihan lagi RUU Larangan Minol. Alasannya suatu tindakan pemerintah yang tidak didasarkan pada kemaslahatan dan dimaksudkan untuk memberikan manfaat, maka tidak sahih UU yang dibuat apabila dampaknya merusak mayoritas rakyat, pasal-pasalnya tidak benar dan tidak diperkenankan agama. Dosa dari minuman keras dan perjudian lebih besar dari manfaat yang diperoleh,” jelas dia.
ADVERTISEMENT
Muhammadiyah Juga Dukung Pengesahan
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo yang hadir pada kesempatan ini juga mendorong pembahasan RUU Minol di DPR agar bisa segera disahkan. Kendati demikian ia berpendapat memang harus ada larangan yang dibedakan kepada sejumlah pihak.
“Secara umum Muhamadiyah menganggap persoalan minol ini terlarang dan dalilnya jelas. Memang menarik Indonesia dengan mayoritas Islam tidak punya UU tegas yang melarang minol. Kalaupun ada lebih ke aspek perdagangan sehingga bisa kita pahami penyusunan RUU berkaitan minol ini penting dan bagi umat islam baik dilakukan pengaturannya,” kata Trisno.
“[Tapi] kita memahami Indonesia majemuk yang perlu pengaturan hati-hati. Kita tahu Bali, Nusa Tenggara memproduksi dan menjual buat wisatawan, menurut kami ini memang perlu pemilahan. Tapi kalau kita umat Islam saya kira itu memang perintah,” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Trisno mengatakan sejumlah pengecualian memang bisa dilakukan. Namun harus ada larangan ketat bagi umat Islam dan anak-anak di bawah umur terkait konsumsi minol, meski bukan muslim.
“Saya kira [larangan] ini yang harusnya bisa dilakukan terutama anak sampai 21 tahun. Kita enggak punya. Kita enggak boleh ada ruang di mana pun, anak-anak beragama apa pun sampai ditentukan usianya [bisa mengkonsumsi minol] menurut UU. Ini aturan-aturan yang perlu kita atur. Juga menurut saya perlu diatur sanksi. Pengecualian-pengecualian saya kira enggak masalah, tapi ada aturan tegas,” tandasnya.