Pameran Lukisan Mirip Jokowi di Galnas Batal: Diberedel atau Vulgar?

21 Desember 2024 8:14 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seniman Yos Suprapto memperlihatkan salah satu lukisan yang dilarang untuk dipamerkan, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024).  Foto: Alya Zahra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seniman Yos Suprapto memperlihatkan salah satu lukisan yang dilarang untuk dipamerkan, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
ADVERTISEMENT
Pihak Galeri Nasional (Galnas) tiba-tiba menutup pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto, yang berjudul ''Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan''. Beberapa pengunjung yang sudah hadir dilarang melihat pameran yang sudah dipersiapkan sejak setahun terakhir itu.
ADVERTISEMENT
Awalnya, kurator yang ditunjuk Galnas meminta Yos menurunkan 5 dari 30 karyanya. Permintaan itu ditolak oleh Yos.
Banyak pihak menyebut, ini adalah pembredelan sebuah karya seni. Sementara Pihak Kementerian Budaya pun telah memberi jawabannya.
Lantas, seperti apa duduk perkara pameran lukisan yang banyak disebut mirip dengan Jokowi itu?, berikut kumparan rangkum:
5 Lukisan Yang Minta Diturunkan Mirip Jokowi
Kurator pameran meminta Yos menurunkan 5 lukisan, yang berjudul Konoha I, Konoha II, Niscaya, Makan Malam, dan 2019.
Lukisan Konoha I menunjukkan seorang pria dengan busana hitam mengenakan mahkota Jawa. Ia duduk di singgasana, di bawah kakinya ada dua orang yang tengah terinjak.
Sang raja juga diapit oleh dua sosok berkacamata hitam, berbaju hijau, dan memegang senjata.
Lukisan Yos Suprapto yang sedianya dipamerkan di Galeri Nasional. Foto: Dok. Istimewa
Sementara Konoha II menampilkan visual orang saling menjilat. Juga ada sosok orang-orang yang tidak berbusana. Lukisan ini bercerita tentang budaya Asal Bapak Senang.
ADVERTISEMENT
Lukisan Niscaya, menampilkan seorang petani yang memberi makan seseorang berbaju putih dengan dasi merah yang sedang rebahan. Sementara lukisan makan malam menampilkan seorang petani yang tengah memberi makan anjing-anjingnya.
Lukisan Yos Suprapto yang sedianya dipamerkan di Galeri Nasional. Foto: Dok. Istimewa
Menurut Yos, anjing itu bermakna umpatan.
Sementara lukisan terakhir yang berjudul 2019, menampilkan seorang berbaju putih, bercelana hitam, berjalan bersama seekor sapi berwarna merah dengan latar belakang istana.
Banyak pihak menyebut, sosok pria dalam lukisan Yos mirip dengan Jokowi.
Pameran Sempat Ditunda, Lukisan Ditutup Kain
Pameran ini seharusnya dibuka pada Kamis (19/12) malam. Tapi gagal digelar. Ini bukan penundaan pertama.
Yos menyebut, seharusnya, pameran digelar pada awal 2024, tapi mundur jadi Agustus 2024 tapi lagi-lagi slotnya dipakai orang lain. Yos akhirnya baru mendapat tanggal 3 Desember.
ADVERTISEMENT
"Karena itu sudah secara formal disepakati, saya berani mengundang teman-teman saya seperti Prof. Meredith, Prof. Patugalan, teman-teman kuliah saya dulu untuk datang. Mereka datang tanggal 1, tapi ternyata kemudian ada kemunduran mendadak karena alasannya ada pameran Basuki Abdullah Award," tutur Yos.
Seniman Yos Suprapto masih menanti pintu tempat pameran untuk dibuka, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
Agenda pameran Yos mundur menjadi 19 Desember 2024. Yos kemudian mulai memasang lukisannya pada 13 Desember 2024. Dari sinilah permasalahan itu hadir.
"Sudah disepakati seharusnya kurator itu harus hadir. Kurator harus hadir, tapi ternyata kuratornya tidak hadir. Kemudian saya dengar tanggal 16 sore itu dia baru masuk Jakarta dan tanggal 17 pagi, itu tiga hari setelah karya-karya jadi, mulai dipasang dan lain-lain, kuratornya baru datang," ujar Yos.
Pada Jumat, pintu tempat pameran Yos sempat ditutup. Ia hanya bisa menanti di depan pintu, dan lukisan-lukisan Yos itu masih ditutup kain.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan pelukis yang sudah aktif sejak era orde baru ini hanya bisa mengintip dari luar pintu.
Yos Tak Mau Berurusan Lagi Dengan Galnas
Kurator akhirnya memperbolehkan pameran lukisan itu dibuka, dengan syarat 5 lukisan diturunkan. Yos menolak, dan memilih untuk membawa pulang semua lukisan itu pulang ke Yogyakarta.
Ia juga menyebut, tak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional.
“Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos.
Kurator Anggap Lukisan 'Konoha II' Porno lalu Lapor ke Wamen Kebudayaan
Kurator tersebut bernama Suwarno Wisetrotomo. Ada dua lukisan yang awalnya menjadi sorotan Suwarno, yaitu lukisan berjudul Konoha I dan II.
Lukisan Konoha I menggambarkan "raja bermahkota Jawa" yang menginjak beberapa orang dengan dikawal pasukan bersenjata. Lukisan ini dinilai vulgar, yaitu terkait kekuasaan. Sementara Konoha II menampilkan orang yang dinilai tak memakai busana.
ADVERTISEMENT
"Nah, Konoha II ini, itu bercerita tentang kita hancur lebur ini karena ada budaya yang namanya hyperindividu, dan hyperindividu menghasilkan sikap mental budaya jilat pantat itu. Asal Bapak senang. Dan itu saya gambarkan secara eksplisit, ya, figur-figur yang saling menjilat," urai dia.
Banner Pameran Tunggal Yos Suprapto, Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan, di Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
"Nah, rupanya itu oleh kurator dilaporkan kepada Pak Wamen, dilaporkan kepada Pak Sekjen, Pak Dirjen, ya," sambung dia.
Ia menjelaskan, kurator menganggap lukisan 'Konoha II' sebagai pornografi.
"Dan itu katanya bahwa lukisan itu vulgar menggambarkan persetubuhan antara laki dan perempuan. Karena telanjang tadi itu, ada ketelanjangan. Nah, itu, itu porno, menurut mereka," tutur dia.
Jawaban Kementerian Kebudayaan: Ada Orang Telanjang
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menilai ada karya pelukis Yos Suprapto yang hendak dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia terlalu vulgar.
ADVERTISEMENT
Fadli mengatakan, selain ada yang vulgar, karya yang bakal dipamerkan oleh Yos ada yang tidak sesuai tema yang telah disepakati, yakni kedaulatan pangan.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dan Wamen Kebudayaan, Giring Ganesha, di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (20/12). Foto: Jonathan Devin/kumparan
"Lukisan-lukisan itu tidak ada kaitannya dengan soal kedaulatan pangan, bahkan agak vulgar," kata Fadli Zon di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Salah satu lukisan vulgar itu, menurut Fadli, yang menggambarkan seseorang sedang telanjang. Sosok dalam lukisan itu juga mengenakan topi mirip mahkota Raja Jawa.
Sebutan Raja Jawa sebelumnya sempat ramai dikaitkan dengan sosok Jokowi.
"Misalnya ada satu lukisan, ya saya juga menerima gambarnya, itu orang yang sedang telanjang, bersenggamaan memakai topi yang punya ciri budaya tertentu, seperti topi Raja Mataram, atau Raja Jawa, dan sebagainya," ujar Fadli.
ADVERTISEMENT
Okky Madasari Kritik Pameran Lukisan Mirip Jokowi 'Diberedel', Sentil Fadli Zon
Sosiolog sekaligus novelis Okky Madasari bersuara soal "pemberedelan" pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia (Galnas). Lima lukisan Yos yang menggambarkan sosok mirip Jokowi dan bernada kritik sosial diminta tak ditampilkan.
Pendiri OM Institute, Okky Madasari. Foto: Instagram/@okkymadasari
Okky mempertanyakan: apakah era pembungkaman sudah dimulai?
"Gara-gara 5 lukisan mirip Jokowi ini, pameran tunggal Yos Suprapto yang seharusnya dibuka kemarin (19/12) di Galeri Nasional, batal. Pintu ruang pameran di Galeri Nasional dikunci," kata Okky pada Jumat (20/12).
"Era sensor dan pembungkaman terhadap karya seni di bawah rezim Prabowo resmi dimulai?" tanyanya retoris.
Mahfud soal Pameran Lukisan Mirip Jokowi 'Diberedel': Lukisan Adalah Ekspresi
Mantan Menko Polhukam RI, Mahfud MD, menyatakan bahwa lukisan adalah ekspresi. Mahfud mengucapkan itu mengomentari pameran lukisan mirip Jokowi oleh pelukis Yos Suprapto "diberedel".
ADVERTISEMENT
"Pameran lukisan Yos Suprapto batal dilaksanakan. Alasannya karena Yos Suprapto menolak permintaan kurator Galeri Nasional untuk mencopot 5 dari 30 lukisan karyanya yang sudah disiapkan sejak setahun," ujar Mahfud, Jumat (20/12).
Mantan Menkopolhukam Mahfud MD ditemui di Universitas Islam Indonesia (UII), Jumat (13/12/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Galeri Nasional bilang menunda karena alasan teknis tapi praktisnya membatalkan. Lukisan adalah ekspresi," kata Mahfud sambil mengunggah tangkapan layar statement Galeri Nasional di akun medsosnya.
ADVERTISEMENT
Bonnie Triyana: Tak Ada Alasan Menutup Pameran Yos, Biar Publik yang Menilai
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, Bonnie Triyana, turut mendampingi pelukis Yos Suprapto untuk meninjau langsung lokasi pameran di Galeri Nasional, Jumat (20/12). Sedianya pameran digelar 19 Desember, tapi batal dihelat karena kurator mundur.
“Menurut saya perhelatan publik ini harus dibuka, publik harus lihat bahwa ada kontroversi saya pikir itu bagus untuk menciptakan satu diskusi mengenai seni,” kata Bonnie kepada wartawan di Galeri Nasional Indonesia, Kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Apabila di dalamnya ada pesan ataupun kritik sosial politik, Bonnie melanjutkan, biarkan publik menilainya sendiri.
Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triana menjawab pertanyaan wartawan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024). Foto: Alya Zahra/kumparan
“Kalau memang di situ ada pesan-pesan atau pun ada kritik sosial politik ya itu bagian yang inheren dengan seni itu sendiri dan ini bukan kejadian unik,” ucapnya.
“Jadi saya pikir mestinya Galeri Nasional Indonesia membukanya untuk publik. (Biarkan) publik kemudian, bisa menilainya,” sambungnya.
Galnas: Pameran Lukisan Yos Suprapto Penundaan, Bukan Pemberedelan-Pemberangusan
Galeri Nasional Indonesia (Galnas) merespons terkait penundaan pameran lukisan Yos Suprapto yang berjudul “Kebangkitan Tanah: Untuk Kedaulatan Pangan”.
Ketua Tim Museum dan Galeri IHA (Indonesian Heritage Agency) Zamrud Setya Nagara menegaskan penundaan atau pembatalan di Hari H (19 Desember) bukan berarti pemberedelan. Apalagi pemberangusan ataupun melarang untuk melakukan pameran.
Zamrud Setya Nagara menelpon sang kurator Suwarno Wisetrotomo, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Alya Zahra/Kumparan
“Menunda itu artinya bukan pemberedelan. Bukan pemberangusan atau melarang. Menunda pembukaan dan pelaksanaan pamerannya,” ujar Zamrud di Kantor Galeri Nasional Indonesia, Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
ADVERTISEMENT
Zamrud melanjutkan, penundaan itu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada kurator dan pelukis—Yos Suprapto—untuk menyatukan pandangan. Termasuk memperbarui konsep yang sudah disepakati sejak awal.
“Pameran, kita pelaksana, menunda dengan syarat, silakan dibenahi dulu komunikasi dengan kurator. Diperbarui karena dari awal sudah konsepnya seperti itu. Kami menempatkan lembaga ini lembaga publik yang juga mengedukasi,” ungkapnya.