Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Panji Gumilang Interupsi Terus Saat Sidang Perdana: Jangan Ulang-ulang!
8 November 2023 20:20 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Sidang perdana kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, digelar di Pengadilan Negeri Indramayu, Rabu (8/11). Di sidang itu, Panji beberapa kali menginterupsi pembacaan dakwaan yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU).
ADVERTISEMENT
Panji menilai ada pembacaan dakwaan oleh jaksa yang kurang tepat. Panji juga meminta agar pembacaan dakwaan tidak mengulangi yang sudah dibacakan.
"Dakwaan diulang-ulang, yang sudah disampaikan ya sudah. Saya minta ke majelis hakim," kata Panji di persidangan.
Penasihat hukum Panji juga meminta pembacaan dakwaan langsung pada poin-poinnya.
Majelis hakim pun meminta jaksa agar pembacaan dakwaan kembali dilanjutkan dan tidak mengulangi poin yang sudah dibacakan.
"Tetap dibacakan. Tapi yang sama, tidak usah diulang-ulang," kata Ketua Majelis Hakim, Yogi Dulhadi.
Setelah pembacaan dakwaan, Panji Gumilang melalui penasihat hukumnya akan mengajukan eksepsi. Agenda pembacaan eksepsi akan dilakukan pada Rabu (15/11).
Ajukan Penangguhan Penahanan
Sebelum selesai persidangan, penasihat hukum Panji Gumilang juga mengajukan penangguhan penahanan kepada Majelis Hakim.
ADVERTISEMENT
"Silakan, itu hak dari terdakwa untuk mengajukan penangguhan penahanan, paling nanti minggu depan keputusannya, kita majelis hakim akan berunding dulu," kata Yogi.
Sebelumnya, Panji didakwa dengan Pasal 14 ayat 1 KUHP subsider Pasal 14 ayat 2 subsider Pasal 15 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang penyiaran berita bohong yang bikin keonaran di kalangan masyarakat, dengan pidana penjara 10 tahun.
Jaksa penuntut umum pun menggunakan Pasal 156 a huruf a KUHP yang mengatur tindakan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.
Menggunakan Pasal 45 a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, sebagai dakwaan ketiga.