Paripurna DPR Sahkan Hasil Pansus Haji

30 September 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pansus Haji DPR RI Nusron Wahid dalam sidang paripurna, Senayan, Jakpus, Senin (30/9/2024). Foto: YouTube/ DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pansus Haji DPR RI Nusron Wahid dalam sidang paripurna, Senayan, Jakpus, Senin (30/9/2024). Foto: YouTube/ DPR RI
ADVERTISEMENT
Sidang paripurna mengesahkan hasil kesimpulan Pansus Haji DPR RI pada Senin (30/9). Dalam kesimpulan itu terdapat 9 poin yang dibacakan oleh Ketua Pansus Haji 2024 Nusron Nur Wahid.
ADVERTISEMENT
"Laporan ini berusaha memberikan gambaran secara komprehensif mengenai berbagai isu yang terjadi selama penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki sistemnya ke depan," ujar Nusron di atas mimbar.
"Demikian, laporan hasil penyelenggaraan panitia angket haji DPR RI ini disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji agar lebih transparan, akuntabel, dan adil bagi semua pihak. Kami sampaikan laporan ini tidak dipersiapkan dengan dokumen laporan hasil penyelidikan dan dokumen proses penyelidikan," sambungnya.
Usai pembacaan kesimpulan itu, pimpinan sidang paripurna, Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan kepada peserta rapat apakah kesimpulan itu dapat disepakati.
"Sidang dewan yang terhormat sekarang perkenankan sidang dewan yang terhormat apakah laporan akhir pansus DPR RI terhadap penyelenggaraan haji tersebut dapat disetujui?" kata Puan.
ADVERTISEMENT
Peserta sidang pun kompak menjawab setuju yang disambut ketokan palu dari Puan.
"Terima selanjutnya laporan hasil pansus DPR RI terhadap penyelenggaraan haji tersebut akan kami tindak lanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku," sambung Puan.
Berikut isi lengkap laporan yang dibacakan Nusron berdasarkan kegiatan rapat dan pemanggilan saksi sejak 19 Agustus-24 September 2024:
Ketua Pansus Haji DPR RI Nusron Wahid dalam sidang paripurna, Senayan, Jakpus, Senin (30/9/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Pertama, Kelembagaan
Kementerian Agama RI dalam menyelenggarakan ibadah haji masih berperan double sebagai regulator dan operator. Sementara dalam pelaksanaan haji di Arab Saudi tidak lagi menggunakan pendekatan government to government akan tetapi berubah menjadi government to bisnis. Sehingga pelayanannya diberikan kepada pihak Syarikah dengan menggunakan kerangka bisnis.
Kedua, kebijakan
1. Dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 1445 Hijriyah/2024 Pansus menemukan dugaan ketidakpatuhan terhadap pasal 64 ayat 2 undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh tentang alokasi kuota yang ditetapkan kuota haji khusus sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. Kementerian Agama seku dirjen penyelenggaraan haji dan umroh melakukan ketidakpatuhan dengan mengajukan pencairan nilai manfaat pada tanggal 10 Januari tahun 2024 sebelum diterbitkannya KMA nomor 130 tahun 2024 pada tanggal 15 Januari tahun 2024 yang seharusnya menjadi basis penghitungan kuota.
Ketiga, distribusi kuota haji
1. Pengisian kuota Haji reguler untuk jemaah yang membutuhkan pendamping penggabungan dan pelimpahan porsi masih ada celah atau kelemahan di mana pendamping diisi oleh jemaah haji reguler yang bukan mahramnya.
2. Sampai tahun 2024 Kemenag RI masih belum mengupayakan secara maksimal untuk menyelesaikan masalah 5678 nomor porsi kuota yaitu porsi haji reguler yang belum diketahui secara pasti di mana jemaah haji berada atau bertempat tinggal.
ADVERTISEMENT
3. Terdapat ketidaksinkronan aja antara keputusan Direktorat Jenderal penyelenggaraan haji dan umrah nomor 118 tahun 2024 tertanggal 29 Januari 2024 tentang petunjuk pelaksanaan pemenuhan kuota haji khusus tambahan dan sisa kuota khusus Haji 1445 Hijriah dan surat edaran Dirjen Bina haji khusus dengan nomor tentang penyampaian daftar haji khusus berhak melunaskan sisa kuota tahun 1445 H/2024 dengan undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umrah pasal 65 ayat 2.
4. Inspektorat jenderal kemenag RI sebagai aparatur pengawasan internal pemerintah tidak menjadikan pembagian kuota Haji tambahan tahun 2024 sebagai objek pengawasan. Sementara pembagian kuota haji tambahan 1445 Hijriah ada potensi tidak sesuai dengan undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah
ADVERTISEMENT
Keempat, Siskohat dan Siskopatuh
1. Sistem komputerisasi haji terpadu tidak terjamin keamanannya karena tidak ada audit berkala terhadap sistem. Selain itu, terlalu banyak kepentingan yang dapat mengakses seperti subdit siskohat, subdit pendaftaran haji, kantor wilayah, kantor Kemenag di kabupaten/kota, bank penerima setoran penyelenggara haji khusus sehingga rawan diintervensi dan membuka celah orang yang tidak berhak berangkat haji dapat berangkat haji.
2. Sistem komputerisasi pengelolaan terpadu umrah dan haji khusus tidak bisa terjamin keamanannya karena tidak ada audit terhadap sistem secara berkala dan terbuka. Selain itu, terlalu banyak juga pemangku kepentingan yang dapat mengakses sehingga rawan diintervensi dan membuka peluang orang yang belum berangkat haji dapat berangkat haji tanpa antrean.
3. Lemahnya pengawasan terhadap tim verifikator yang ditandai dengan adanya jemaah haji yang tidak sesuai dengan siskohat serta celah perubahan data.
ADVERTISEMENT
Kelima, Pendaftaran
1. Di dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 226 Tahun 2023 tentang Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus; Keputusan Menteri Agama Nomor 1063 Tahun 2023 tentang Setoran Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, dan BAB III Poin B, Keputusan Direktur Jenderal PHU No. 118 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Ibadah Haji Khusus, prosedur pengisian sisa kuota tidak mencerminkan keadilan.
Ketentuan tersebut mengakibatkan adanya praktik pemberangkatan 3.503 jemaah haji khusus dengan status tanpa antre, mendaftar tahun 2024 dan berangkat tahun 2024.
2. Ketentuan Pasal 65 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang menentukan pemenuhan kuota haji khusus berbasis usulan data dari PIHK dan kesiapan jemaah.
ADVERTISEMENT
Ketentuan ini membuka peluang penyalahgunaan kesempatan oleh PIHK, dan berpotensi melanggar asas keadilan. Penyalahgunaan kesempatan tersebut berupa mengubah urutan keberangkatan dan/atau tahun keberangkatan.
Keenam, Nilai Manfaat
Dalam mempergunakan nilai manfaat, ditemukan adanya ketidakadilan, di mana mereka yang belum berhak untuk berangkat menggunakan nilai manfaat tahun berjalan yang didapatkan dari jemaah haji lain yang berada pada daftar antrean.
Ketujuh, Jemaah Cadangan Lunas Tunda
Jumlah jemaah Haji Lunas tunda sampai tahun 2024 adalah sebesar 30% dari kuota haji nasional. Seharusnya merekalah yang diprioritaskan untuk diberangkatkan terlebih dahulu. Namun, karena ada mekanisme penggabungan mahram, jemaah lansia dan disabilitas, hak jemaah haji lunas tunda menjadi tidak pasti keberangkatannya. Hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi jemaah lunas tertunda keberangkatannya.
ADVERTISEMENT
Kedelapan, Pelaporan dan Pengawasan
Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur tentang pelaporan pelaksanaan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada Menteri. Ketentuan ini tidak dilaporkan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan kontrol Kementerian Agama terhadap jumlah keberangkatan dan kepulangan jemaah haji khusus oleh PIHK yang seharusnya dilaporkan kepada DPR RI setelah penyelenggaraan ibadah Haji.
Kesembilan, Pelayanan
Pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina dan selama pelaksanaan ibadah haji banyak ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, kontrak dan standar pelayanan.

Rekomendasi

Panitia angket DPR RI terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, setelah melakukan temuan akhirnya melakukan rekomendasi sebagai berikut:
1. Dibutuhkan revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
2. Diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota Haji, terutama dalam ibadah haji khusus termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan dinformasikan secara terbuka kepada publik.
3. Dalam pelaksana, ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan hendaknya dalam pelaksanaan mendatang peranan negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.
4. Panitia Angket mendorong penguatan peran lembaga pengawas internal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal Kementerian agama dan BPKP agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan Haji. Manakala membutuhkan tindak lanjut dapat melibatkan dan bekerja sama dengan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
5. Pansus mengharapkan pemerintah mendatang agar dalam mengisi posisi Menteri Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji.
Demikian laporan hasil pansus haji dpr disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji agar lebih transparan akuntabel dan adil bagi semua pihak.