Pasutri di Bantul Bikin Bakso Ayam Tiren, Diedarkan ke 3 Pasar di Kota Yogya

24 Januari 2022 11:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polres Bantul tangkap suami istri pembuat bakso ayam tiren di Jetis, Kabupaten Bantul, Senin (24/1/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polres Bantul tangkap suami istri pembuat bakso ayam tiren di Jetis, Kabupaten Bantul, Senin (24/1/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Suami istri (pasutri) berinisial MHS (51) dan AHR (50) asal Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul ditangkap polisi. Keduanya kedapatan membuat bakso dengan bangkai ayam atau ayam tiren sejak 2015 lalu. Bakso dengan kemasan plastik itu kemudian dijual di tiga pasar besar di Kota Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Kapolres Bantul AKBP Ihsan menjelaskan kasus ini terungkap setelah polisi mendapatkan informasi dari warga. Dijelaskan, bahwa seorang warga mendapati pasangan suami istri ini menggiling ayam yang mencurigakan di wilayah Kecamatan Pleret.
"Saat digiling terlihat tidak segar membiru busuk, kemudian menginformasikan ke Polsek Pleret sehingga dar informasi polsek kita penyelidikan ayam tersebut milik siapa dan untuk apa," kata Ihsan ditemui di Polres Bantul, Senin (24/1).
Dari penyelidikan diketahui bahwa benar ayam yang digiling adalah ayam tiren alias bangkai dan hendak dibuat menjadi bakso ayam.
"Ayam yang sudah mati membusuk kemudian diolah tersangka menjadi bakso ayam dan diedarkan dibeberapa pasar di Kota Yogyakarta," ujarnya.
Polisi lantas menggerebek rumah tersangka yang berada di Kecamatan Jetis. Di sana ditemukan sejumlah barang bukti termasuk bakso yang telah diproduksi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, barang bukti lain juga dapati polisi seperti dua buah freezer, satu unit mesin adonan bakso, timbangan, ember, hingga genset untuk produksi apabila mati lampu.
Polres Bantul tangkap suami istri pembuat bakso ayam tiren di Jetis, Kabupaten Bantul, Senin (24/1/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Kami temukan juga 18 plastik isi 15 bakso ukuran kecil, 9 plastik isi 5 butir bakso ukuran tanggung, 3 plastik isi 12 butir bakso ukuran besar. Jadi komplit ada yang besar, tanggung dan besar. Ada sebuah panci besar juga," katanya.
Dari keterangan tersangka 1 kilogram ayam tiren ini dibeli seharga Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu. Dia tak menyebut dari mana ayam tiren itu dibeli. Dalam sehari keduanya bisa memproduksi 35 kilogram daging ayam tiren untuk menjadi 75 kilogram bakso ayam.
Motif utama pelaku nekat berbuat jahat seperti ini adalah ekonomi. Ihsan menjelaskan bahwa keduanya sudah membuat bakso pada tahun 2010 dengan bahan yang normal. Lantaran harga ayam terus melonjak, pada 2015 mereka nekat memproduksi bakso ayam tiren.
ADVERTISEMENT
"Dari keterangan tersangka menjelaskan bahwa yang bersangkutan sudah memproduksi bakso tiren sejak tahun 2015. Dapat dibayangkan sekarang kita hitung hampir 7 tahun," katanya.
Dalam sehari, keuntungan bersih keduanya mencapai Rp 500 ribu. Bakso ayam tiren ini dijual ke tiga pasar besar di Kota Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Kranggan, dan Pasar Giwangan. Tiga pasar itu dipilih karena tersangka merasa saingan tidak terlalu banyak dan laris.
"Keuntungan rata-rata Rp 500 ribu lebih per hari yang didapatkan bersangkutan dai ayam tiren," katanya.
Mengetahui bakso-bakso ini diedarkan ke pasar tersebut, Ihsan memerintahkan anggotanya untuk menarik semua bakso dari tersangka di pasaran.
"Sudah ditarik semua. Kita koordinasi dengan pihak pasar. Tiga pasar itu sudah langsung ditarik. (Bakso) hanya plastik biasa masih konvensional," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, polisi juga masih mendalami supplier ayam tiren dari kedua tersangka ini. Bukan tidak mungkin, supplier juga bisa terjerat.
"Masih berproses karena bagaimana pun koordinasi dengan kejaksaan terkait pengembangan kasus termasuk supplier kami dalami. Untuk saat ini kami tahan pasangan suami istri memproduksi menjual," kata dia.
Kedua pelaku kini terjerat pasal 204 ayat (1) KUHP atau pasal 62 ayat (1) UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen atau UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pangan perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Keduanya terancam penjara 15 tahun.