Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
PBHI: Capim-Dewas KPK Punya Relasi Politik, Rawan Intervensi
6 Oktober 2024 19:16 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mencatat adanya relasi antara para Pansel, Capim, dan Cadewas KPK dengan sejumlah elite politik. Bagaimana penjelasannya?
ADVERTISEMENT
Koalisi ini terdiri dari Transparency International Indonesia (TII), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan IM57+ Institute.
Aldeta Oktaviyani dari PBHI mengatakan, dewas KPK misalnya. Mereka kini diberi kewenangan untuk bisa menghentikan sebuah kasus. Ini bisa jadi rawan intervensi.
"Kami menilai bahwa Dewan Pengawas KPK justru menyalahi konsep pengawasan karena masuk dalam sistem pro justicia dengan memberikan kewenangan dengan dalih persetujuan pada perkembangan penanganan dan upaya paksa," kata Aldeta dalam konferensi pers Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK 2024-2029 dalam Jeratan Presiden Joko Widodo di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, pada Minggu (6/10).
"Jadi, dengan kata lain dewan pengawas itu mengebiri kewenangan penyidik KPK dan dia memperpanjang alur birokrasi pro justicia. Sehingga kita tahu bahwa akhirnya ada kewenangan SP3 yang dia bisa mengintervensi perkara korupsi," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Intervensi ini bisa saja terjadi. Aldeta mengatakan, tak cuma capin dan calon dewas. Pansel juga dinilai punya afiliasi dengan kekuasaan.
Dia lalu menyebut nama Ketua Pansel KPK, Muhammad Yusuf Ateh dekat dengan keluarga dari Presiden Jokowi Tak cuma itu Ateh juga dengan dua Capim KPK yakni I Nyoman Wara serta Michael Rolandi.
"Ketua Pansel ternyata kami temukan itu bahwa dia dekat dengan keluarganya Jokowi dan dia juga memiliki relasi kuat dengan Calon Pimpinan KPK," kata dia.
Begitupula Wakil Ketua Pansel KPK, Arif Satria, juga dinilai dekat dengan Jokowi terutama ketika menjabat sebagai Rektor IPB.
"Sewaktu jadi Rektor IPB dia juga dekat dengan keluarga Jokowi," ucap dia.
Nama calon yang jadi sorotan lainnya yakni Johanis Tanak. Tanak disorot karena harta kekayaannya naik drastis selama menjabat sebagai Wakil Ketua KPK periode tahun 2019 hingga 2024.
ADVERTISEMENT
Tanak juga diduga pernah melanggar kode etik karena pertemuan dengan tersangka kasus suap penandatanganan perkara di Mahkamah Agung, yakni mantan komisaris PT Wika Beton, Tbk., pada 28 Juli 2023.
Catatan merah lain, Tanak diduga mengirim pesan atau chat ke PLH Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023 yang menimbulkan konflik kepentingan karena KPK sedang memeriksa dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Ia juga pernah menyampaikan permintaan maaf atas OTT Kepala Basarnas dan menganggap para penyidiknya melakukan kekeliruan.
Selanjutnya, nama lain adalah Ibnu Basuki Widodo, yang saat ini masih menjabat sebagai Hakim Pemilah Perkara Pidana Khusus Mahkamah Agung/Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jumlah kekayaannya dalam LHKPN mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu tahun 2020 sejumlah Rp 2,1 Miliar kemudian naik menjadi Rp 4,1 Miliar di tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Ibnu Basuki bahkan pernah memvonis bebas terdakwa korupsi dalam kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010 serta pernah melarang peliputan media massa dan jurnalis dalam siaran langsung persidangan kasus megakorupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto saat menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2017.
Berikut selengkapnya daftar 10 nama Capim KPK yang telah disampaikan kepada Presiden Jokowi:
1. Agus Joko Pramono
2. Ahmad Alamsyah Saragih
3. Djoko Poerwanto
4. Fitroh Rohcahyanto
5. Ibnu Basuki Widodo
6. Ida Budhiati
7. Johanis Tanak
8. Michael Rolandi Cesnanta Brata
9. Poengky Indarti
10. Setyo Budiyanto